Move on.
Mungkin
kata di atas terdengar asing kalo kita dengernya empat, lima, atau sepuluh tahun yang lalu, jauh
sebelum situs-situs jejaring sosial di internet mewabah kayak sekarang. Seinget
gue, kata ‘move on’ ini mulai baku dipake ketika orang
berbondong-bondong menjadikan situs jejaring sosial twitter sebagai pusat media
informasi mereka. Nggak tau gimana cerita dan asal-usulnya sehingga kata ini
pasti muncul di tiap time line twitter gue.
Seperti
yang udah gue bilang, twitter udah jadi pusat informasi, kreasi, bahkan
ekspresi nyaris untuk setiap orang. Ada
yang belom punya akun twitter? Gusti…*tepok jidat*. Anyway, balik lagi ke move on.
Dari yang gue tangkep, kata ‘move on’
ini mostly digunakan untuk
orang-orang yang mau melupakan sesuatu atau seseorang dimana mereka punya masa
lalu yang kurang, katakanlah, menggembirakan bersama sesuatu atau seseorang
tersebut.
Kalo
diterjemahkan secara harfiah, move on
artinya bergerak. Secara istilah, dan ini adalah istilah gue sendiri, move on itu pada dasarnya adalah
berpindah. Pernah denger istilah hijrah kan?
Nah, menurut gue move on itu
konsepnya nyaris sama kayak hijrah. Gini, hijrah itu kan peristiwa dimana Nabi Muhammad SAW
pindah dari Mekah ke Madinah ketika Beliau sudah tidak melihat lagi ada harapan
untuk berdakwah di Mekah. Dan ketika di Madinah, Beliau sukses. Dengan kata
lain hijrah itu hakikatnya berpindah dari yang buruk menuju ke yang baik. Oh
iya, sebelum lebih jauh, gue ngasih contoh hijrah bukan berarti karena gue ini
semata-mata seorang muslim. Kenyataan bahwa gue adalah seorang muslim, itu
sangat benar. Tapi Bukan karena gue ini muslim sehingga gue jadi bawa-bawa
hijrah ke tulisan ini. Gue cuma nggak menemukan lagi contoh sempurna yang
hampir sama dengan move on. Ada yang punya contoh
lain? Monggo, silahkan dipake dan diaplikasikan. Atau nggak setuju dengan
contoh hijrah tadi? Hayok, gue buka pintu diskusi yang selebar-lebarnya. Beda
itu wajar. Betul?
Bedanya
hijrah dan move on adalah, ketika
seseorang memutuskan untuk hijrah, dia harus berpindah, atau berubah dari yang
buruk menuju ke yang baik. Nggak bisa, nggak. Nggak bisa sebaliknya. Nah kalo move on ini lebih fleksibel. Misalnya
nih, orang yang tadinya baik terus jadi jahat karena dia punya alesan tertentu,
berarti dia udah bisa dikatakan move on.
Kemampuan
seseorang untuk move on juga
berbeda-beda, ada yang cepet banget, ada yang cepet, ada yang ngikutin alur
aja, ada yang lama, ada yang lelet banget.
Andriy Shevchenko misalnya, seorang pesepak bola asal Ukraina. Musim
kompetisi 2005/2006 dia pindah dari AC Milan ke Chelsea. Ketika debut
pertamanya untuk Chelsea, Shevchenko ini
berhasil nyetak gol dan mencium lambang Chelsea di dadanya sebagai
selebrasi gol yang telah dibuatnya. Setelah kejadian selebrasi itu para
penggemar AC Milan bereaksi keras dan mengecam dari seluruh dunia. Dalam sepak
bola, perayaan gol dengan mencium lambang klub di dada adalah sebuah rasa cinta
yang luar biasa kepada klub tersebut. Masalahnya si Sheva (Panggilan
Shevchenko) ini kan
baru pindah, belum ada satu bulan, tapi kok ya udah ‘berani’ merayakan gol
seperti itu. Yang nggak bisa diterima penggemar Milan
adalah, secepat itukah Sheva melupakan Milan dan
berpaling hati ke Chelsea?
Lalu kemana kenangan indah Sheva bersama Milan
selama tujuh tahun? Hilang tak berbekas. Bisa diliat disini bahwa Sheva termasuk
orang yang move on-nya cepet banget. Yah mungkin namanya juga pemaen bola,
larinya kan
cepet. Untuk orang-orang yang sulit move
on dan fasih berbahasa Ukraina, silahkan hubungi si Shevchenko untuk konsultasi
gimana caranya bisa cepet move on.
Mari
kita kerucutkan lagi kasus-kasus move on
ini. Dari kebanyakan status-status di jejaring sosial, BBM, atau curhatan
temen, yang gue baca dan gue perhatikan adalah, orang-orang tuh pada susah move on kalo udah menyangkut soal asmara. Ngadu panco sama
Ade Ray itu gampang, move on dari bayang-bayang mantan pacar
itu yang susah. Naek gunung sambil jalan kayang itu masih bisa diusahain, move on dari gebetan yang nggak pernah
ngasih respon itu yang seolah mustahil. Terjun payung sambil maen catur itu
perkara mudah, move on dari pacar
yang udah dijodohin sama orang lain itu yang susah banget. Ngangkat truk ayam dengan
satu tangan itu enteng banget, move on
dari selingkuhan itu yang berat minta ampun. Move on untuk kategori asmara
ini keliatannya yang paling sulit dan kronis sehingga bisa menyebabkan penyakit
lanjutan bernama ‘galau’.
Seorang
sahabat pernah ngobrol sama gue via BBM,
ngebahas ini-itu sampe disuatu titik kami ngomongin tentang move on. Dia tanya ke gue gimana caranya
move on dari, dalam kasus ini, matan
pacarnya. Secara mereka udah putus tapi masih sering SMS-an, teleponan,
ketemuan, sampe nyuci baju di kali barengan (masih jaman?). Pertanyaan yang
simpel dan membutuhkan jawaban yang rumit. Ditambah lagi temen gue ini orangnya
suka debat dan cenderung jarang langsung setuju
dengan apa yang gue bilang. Tapi setiap orang punya jawaban dan alasan
masing-masing, sehingga dia toh akhirnya setuju dengan gue.
Jadi
begini kira-kira yang gue sampaikan ke temen gue itu, ada pepatah yang
mengatakan, untuk menyembuhkan sebuah luka kita harus menyentuh luka itu
terlebih dahulu. Sakit, perih, pedih pastinya. Tapi menyembuhkan. Maksudnya,
jangan pernah kapok untuk membuka hati kepada orang lain yang benar-benar baru
dan hubungan yang baru pula.
Ummm….sulit
membuka hati untuk orang lain? Gak masalah, untuk orang lama juga ga apa-apa.
Balikan lagi sama mantan bukan berarti gagal move on loh sodara-sodara. Tapi coba liat setelah balikan lagi itu,
apakah ada perspektif baru atau suasana yang lebih nyaman dari hubungan come back tersebut. Kalo sama aja kayak
yang udah-udah, itu baru gagal move on.
“Nggak
semudah itu, Bal.” Sahabat gue masih gamang ditengah obrolan yang
sebentar-sebantar putus akibat BBM yang pending itu.
“Bisa.
Asal lu mau usaha cari yang lain. Jangan mikirin dia terus.”
“Nggak
semudah itu, Bal.”
“Yaudah,
ngomong ke dia bilang elu masih sayang, mulai semua dari awal lagi.”
“Nggak
semudah itu, Bal.”
“ARRRRGGGHHHHKKKK”
*Minum baygon*
And then, how about my own? Apakah gue
pernah move on dengan kehidupan cinta
gue? Jawabannya pasti pernah, kalo nggak mana mungkin gue seganteng ini (So?).
Gue nggak bakal jorjoran cerita tentang love story gue. Selain bisa nguras air mata yang baca karena saking
seringnya gue ditolak dan dicampakkan, juga demi keamanan dan keselamatan nyawa
gue dari mereka yang pernah terlibat dalam cerita gue itu dan mereka nggak
terima gue tulis disini. Bisa gawat, fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap
harga cabe rawit dunia bisa terganggu dan bikin galau emak-emak satu kompleks.
Yang
mau gue tekankan adalah setelah putus, atau ditolak gue bener-bener melakukan
apa yang udah gue bilang di atas tadi. Temukan orang lain. Atau tetap di hati
yang sama tapi dengan sudut pandang yang baru, try to find another point of view, jangan melakukan kesalahan yang
itu lagi-itu lagi. Kalopun memang harus salah, maka lakukanlah
kesalahan-kesalahan baru. Sori, bukannya gue menganjurkan untuk berbuat salah,
tapi kan kita
ini Homo Sapiens alias manusia modern yang nggak mungkin luput dari salah, tapi
kita juga dikaruniai akal untuk berpikir
dan menyikapi gimana seharusnya kesalahan itu diperbaiki.
Move on itu pilihan. Berproses. Butuh
ketabahan hati tingkat jin tomang untuk melupakan, merelakan, mengorbankan,
bahkan dikorbankan. Gue berpikir analogi gampangnya kayak kita milih sepatu di
toko sepatu (ya iyalah, masa di toko bangunan). Sepatu lama kesayangan kita
udah usang bahkan rusak, maka pergilah kita ke toko sepatu. Di sana kita pasti masih
membayangkan bentuk, rupa, serta ukuran sepatu lama kita dan berharap menemukan
sepatu baru yang nyaris sama persis dengan yang lama. Tapi karena banyaknya
sepatu yang dipajang di etalase, keinginan untuk memiliki yang baru pasti
muncul, perlahan bayangan akan sepatu lama menghilang. Ketika menemukan ukuran
yang pas, kita lalu membawanya pulang (setelah dibayar tentunya). Atau kita
masih tetep ngotot kepingin sepatu dengan model dan ukuran yang sama dengan
yang lama tapi nggak ada di toko tersebut, maka sudah sewajarnya kalo kita
pindah ke toko lain. Ooohh maaaannn....dunia nggak selebar botaknya dosen
akuntansi gue.
Nah,
pada saat kita memilih sampe bener-bener dapet sepatu yang kita inginkan itulah
yang gue maksud dengan berproses. Dan seperti yang sudah ditakdirkan, sebuah proses
itu ada yang cepet, ada lambat. Ada
yang gampang, ada yang susah. Juga ada yang lurus, dan ada yang berliku. Dan
yang namanya proses itu selalu berhasil, disebut gagal atau sukses hanya
terletak pada hasil. Terkadang pas gue mau move
on terasa sulit karena pikiran selalu dipenuhi oleh kenangan-kenangan indah
bersama mantan, atau ngerasa nggak ada orang lain yang sanggup gantiin dia. Mau
maksain balikan lagi nggak mungkin. Maka yang gue perlukan supaya hati ini nggak
tambah berdarah-darah adalah kelapangan dada tanpa batas. Relakan. Kalo perlu,
lupakan. Dari dulu sampe sekarang, cinta memang selalu butuh martir.
Jadi
sodara-sodara, sudahkah anda move on? =)