Pernah nyadar nggak sih bahwa salah satu yang membuat
hidup ini menarik adalah bahwa kita nggak pernah tau apa yang terjadi ke depan?
Kita nggak pernah tau apa yang terjadi besok, bahkan beberapa menit ke depan.
Gue pernah ngobrol sama temen gue dan dia bilang,
“Orang Indonesia mah rata-rata bikin paspor cuma kalo udah pasti mau ke luar
negeri doang. Coba kalo di negara barat atau Amerika sono, ketika seseorang
lulus SMA dan akil baligh mereka langsung dibikinin paspor. Padahal nggak tau
kapan mau ke luar negerinya.”
Obrolan sama temen gue ini cukup bikin gue ‘gelisah’.
Sampe akhirnya gue memutuskan untuk bikin paspor. Ke luar negerinya mah nggak
tau kapan. Bisa besok, bisa minggu depan, bisa bulan depan, bisa abis lebaran,
atau bisa juga abis kondangan ke resepsinya mantan. Yang pasti nggak tau kapan.
Dan setelah melewati serangkaian proses yang lumayan ribet, jadilah itu paspor.
Seneng banget, akhirnya gue punya paspor walaupun gue kurang puas sama hasil
foto gue di situ.
Setelah paspor gue jadi, banyak yang nanyain gini, “Lo
mau ke luar negeri, Bal?”. Ini pertanyaan retoris sebenernya, nggak perlu
jawaban. Tapi toh akhirnya gue jawab juga, “Ya kalo gue mau ke Bogor doang masa
gue harus repot-repot bikin paspor.” Yang mana bakal dilanjutin sama pertanyaan
susulan, “Mau kemana? Kapan.” Jawaban gue pun udah ketebak, “Nggak tau.”
Beberapa bulan kemudian, ada tiket promo ke Thailand
dari sebuah maskapai nasional yang belakangan merger sama maskapai Singapura. Beruntung
gue dapet itu tiket dengan harga murah. Officially gue bakal ke Phiphi Island
dalam waktu dekat ini.
Coba bayangin kalo waktu itu gue nggak punya
kegelisahan tentag paspor ini. Gue nggak bakal pernah punya kemauan untuk
berburu tiket promo dan pergi ke negaranya Thaksin Shinawatra itu. Kita nggak
pernah tau kapan sebuah kesempatan datang. Tinggal masalahnya sejauh mana
kapabilitas kita untuk menggunakannya.
Itu satu kasus. Kasus lain adalah ketika gue ke Bromo
dan Pulau Sempu tahun lalu. Waktu itu gue masih dapet penghasilan tetap dari
kerja. Untuk ke Bromo dan Sempu, gue butuh beberapa peralatan contohnya tas
keril. Tapi waktu itu gue mikir, “Ah, sayang duitnya kalo beli keril. Kan gue
naek gunung juga jarang.” Akhirnya gue nggak jadi beli keril.
Nah sekarang, pas penghasilan gue pas-pasan dan kadang
nggak menentu sebagai freelancer, ada yang ngajakin gue ke Semeru. Gue sempet
nolak, tapi jadi nggak bisa nolak karena yang ngajak nawarin untuk ngongkosin
gue. Gue tinggal mikirin makan doang. Akhirnya gue terima tawaran itu. Di saat
yang sama juga gue nyesel, kenapa dulu pas lagi ada uang lebih gue nggak beli
keril. Beli sekarang nggak memungkinkan. Harga keril kan nggak ada yang murah. Ah,
seandainya dulu gue beli permasalahan ini pasti nggak bakal ada.
Konsekuensinya, sekarang gue harus lobi sana-sini nyari pinjeman keril. Again,
kita nggak pernah tau kapan sebuah kesempatan datang.
Gue pengen deh punya kemampuan visi yang jauh ke
depan. Kayak Xavi Hernandez gitu. Gelandang serang klub Barcelona yang diyakini
punya kemampuan membaca pertandingan beberapa menit di depan sehingga dia tau
kepada siapa harus mengoper bola, dan tau kapan untuk tidak mengoper. It works,
dan dia jadi pemain Spanyol yang paling banyak pegang trofi juara.
Atau seperti Almarhum mantan presiden Gusdur. Waktu
beliau masih menjabat, Aceh sedang bergejolak karena GAM semakin meresahkan.
Sang presiden nyentrik ini malah pergi ke beberapa negara eropa. Hujatan datang
dari intern negeri. Sebuah provinsi terancam lepas karena tindakan makar,
kepala negaranya malah asyik pelesiran. Tapi yag terjadi kemudian adalah,
sejumlah negara eropa yang dikunjungi Gus Dur berhasil menekan para petinggi
GAM untuk melakukan gencatan senjata dan perdamaian di Aceh tercipta sekaligus
tetap dalam pelukan NKRI.
Xavi tau bagaimana cara menang ketika rekannya yang
lain mengalami kebuntuan, dan Gus Dur tau Indonesia nggak bisa berjuang
sendirian.
Kita nggak pernah tau apa yang terjadi nanti. Sedetail
apapun unsur penyusun masa depan, mereka cuma bisa ngasih tau kita untuk selalu
mengusahakan yang terbaik, dan mengantisipasi yang terburuk. Again, kita nggak
pernah tau kapan sebuah kesempatan datang.
Keep blogging ya Bal, kita ngga pernah tau apa yang akan kita dapat nantinya sebagai berkah ngeblog, kaya yg udab gue rasain. ;)
ReplyDeleteBTW, soga menyenangkan jln ke phiphi yaa...
I Will mbak... =) *iket kepala pakai sorban*
Deletekata orang bijak, (bukan kata gue), "kita akan dipertemukan dengan sesuatu yang kita rindukan kok, cuma kadang kita cuma berhenti sampai di level pengen doang, Males merumuskan males ngejadiin target. Kalo kita tau kita pengen kemana atawa jadi apa, dan fokus, insyaallah kita akan dipertemukan dengan orang2 atau peluang ke arah situ.
ReplyDeleteBener banget mbak. Keren deh Mbak Donna ini...
DeleteAhahaha..
ReplyDeleteGue sering ngalamin kejadian ga terduga gini. Mungkin karena terlalu sering membuat ekspektasi yang serendah-rendahnya, jadi banyak hal yang bisa jadi "kejutan" buat gue. :))
Mulai sekarang jadilah seorang optimis realis =)
Deletetahun kemaren, udah jalan2 nemu tiket untuk melancong ke KL
ReplyDeletetapi sadar gak punya passport,
kemudian lempar setir ke Medan
ya, anda punya temen yang gagal ke luar negeri karena gak punya passport, hahaha
*tapi gw gak nyesel sih
Nah, hujan batu isi oncom di negeri sendiri lebih enak daripada hujan emas isi batu di negeri orang toh? =)
Delete