Saturday, 15 November 2014

Tentang Surat Izin Mengemudi

Jalanan Jakarta nggak pernah kehabisan cerita. Mulai dari macet nggak ada ujung, sampe lampu lalu lintas yang kehilangan fungsinya di depan ribuan mesin beroda.

Suatu waktu di perjalanan pulang abis dinner bareng pacar di Semanggi, gue ngambil jalur memotong supaya bisa tembus di daerah Kebon Jeruk. Setelah rel arah Pakubuwono, gue terkejut. Kok banyak pemotor yang puter arah ya? Ada apa di depan sana? Ada kompeni nyari si Pitung kah?

Setelah lumayan deket, baru gue tau kalo malem itu ada razia polisi yang targetnya adalah para pengendara motor. Mereka yang motornya rapih, perlengkapan safety komplit, dan surat-surat berkendara lengkap pastinya pede-pede aja. Gue sebenernya deg-degan juga karena SIM C gue udah mati dari bulan Mei. Tapi untungnya jalur yang gue ambil nggak dijaga polisi. Aman.

Gue yakin mereka yang tadi puter arah adalah sebagian besar karena surat-surat berkendara mereka nggak lengkap atau udah expired kayak punya gue. Karena gue liat motor-motor itu rapih-rapih, dalam artian secara fisik, nggak ada alesan untuk pak polisi nilang mereka.

Nah kalo gue persempit lagi, keenggaklengkapan surat-surat berkendara mereka adalah karena nggak punya SIM. Atau punya SIM tapi udah nggak berlaku. Atau punya SIM yang masih berlaku tapi nggak pede karena fotonya foto tetangga.

Kenapa mereka pada nggak punya SIM tapi punya motor? Nah ini menariknya. Gue ceritain satu-satu. Kebanyakan orang bukannya nggak mau bikin SIM. Tapi bro, bikin SIM secara murni itu susahnya bukan maen.

Gue ngerasa termasuk yang beruntung karena bisa bikin SIM C secara murni. Gue anggap ini sebuah keajaiban. Lima tahun yang lalu, jauh sebelum Raffi-Nagita pedekate, gue berhasil lulus dalam serangkaian tes pembuatan SIM. Mulai dari tes kesehatan mata, soal kewarganegaraan, tes tulis sampe yang paling susah yaitu simulasi berkendara. Kalo lulus semua tes itu tanpa ada undertable cost sana-sini cuma abis sekitar 75 ribu. Konsekuensinya, mesti sabar dari jam setengah tujuh pagi sampe jam enam sore. Yang ngaku ganteng, coba bikin SIM sendiri, terus liat setelah lulus masih ganteng apa berubah jadi Rambo kalah perang. Waktu yang lama itu dikarenakan kita harus ngantri sama pemohon SIM lainnya. Belom lagi kalo diselak sama mereka yang menggunakan calo.

Itu lah salah satu yang bikin orang males punya SIM. Ada sih jalan pintas, yaitu dengan nembak. Tapi semua tau itu nggak murah.

Tapi ya udah, gue bukan mau ngeritik cara instansi tertentu menerbitkan SIM. Tapi gue cuma mau nuangin ide tentang SIM ini. Sukur-sukur bisa didenger.

Begini. Waktu ada razia polisi lalu lintas, coba liat banyakan mana mereka yang coba menghindar atau mereka yang tenang-tenang aja? Sejauh pengalaman gue sih, mereka yang panik jauh lebih banyak. Dan sebagian besar karena belom punya SIM atau SIM-nya bermasalah. Apalagi anak-anak sekolah yang pake motor, hampir dipastikan alesan mereka menghindar dari razia adalah karena belom punya SIM.

Dari sini bisa diliat kalo sebenernya potensi SIM untuk mengurangi kemacetan, khususnya di Jakarta, sangat besar. Ya kemacetan. Kita nggak usah deh mimpi pemerintah bisa membatasi produksi kendaraan bermotor. Selain sulit, kita juga masih butuh kok industri tersebut.

Benang merah antara SIM dan kemacetan dimulai ketika seseorang pergi ke dealer untuk beli kendaraan. Beli secara kredit adalah cara paling gampang buat dapet motor atau mobil tanpa khawatir ganggu cashflow. Apa aja sih syaratnya? Biasanya kan KTP, KK, dan paling banter slip gaji atau keterangan penghasilan. Kelar. Segitu aja udah bisa bawa pulang motor ke rumah.

Coba kalo Pemda DKI melalui pergub, perda atau apapun namanya bikin peraturan bagi siapa aja yang mau beli kendaraan harus punya SIM lebih dulu. Pasti kendaraan on the road nggak sebanyak sekarang. Karena seperti yang udah gue ceritain di atas, bikin SIM itu sulit. Males. Kalo orang males bikin SIM, mereka nggak bisa beli kendaraan. Mereka bakal berangkat kerja, sekolah, nyangkul, pacaran, nenggunakan kendaraan umum.

Dengan catatan, proses penerbitan SIM juga harus bersih dan transparan. Biar nggak ada lagi cerita anak di bawah 17 tahun udah punya SIM.

Gue nggak tau ini bisa ngatasin macet Jakarta apa nggak. Tapi kalo diliat dari jumlah mereka yang menghindar dari razia dibanding mereka yang cool menghadapi razia polantas, gue optimis.

Dear Pak Ahok... =)




Share:

1 comment:

  1. Bikin SIM sampai selama itu yah? Dari jam setengah 7 pagi sampai jam 6 sore. Aku sih lebih sering naik angkot, soalnya belum di pegangin motor

    ReplyDelete