Saturday, 27 December 2014

Review Film: Pendekar Tongkat Emas

Perguruan Sayap Merah, Harimau Sakti, Pendekar Naga Putih, hingga jurus Tongkat Emas Melingkar Bumi. Nama-nama semacam itu pasti familiar sama para penikmat kisah silat jaman dulu. Klasik dan sederhana.

Begitu juga kesan yang timbul ketika gue selesai nonton Pendekar Tongkat Emas. Tema yang diangkat film ini simpel banget, tentang dendam dan pengkhianatan. Khas film silat jaman dulu. Ga perlu energi berlebih untuk menikmati alur dan pesan-pesan yang disampaikan film ini.

Tapi soal eksekusi ide, Pendekar Tongkat Emas ga bisa dibilang sederhana. Keliatan banget film ini ga digarap secara asal jadi. Koreo silatnya luar biasa, lebih luar biasa karena dilakukan oleh aktor dan aktris yang ga biasa main di genre action. Eva Celia misalnya, doi sukses membawakan peran Dara dengan cukup baik. Dan gerakan-gerakan silatnya sama sekali nggak kaku. Sebuah bukti bahwa film ini memakan waktu persiapan yang nggak sebentar. Karena mengarahkan bukan pemain action melakukan gerakan martial art dengan halus, harus melalui tahapan latihan yang ga gampang.

'Kemewahan' film ini juga tergambar jelas dari setting lokasinya. Full mengambil setting di savana dan perkampungan di Sumbawa Timur plus scene-scene landscape luar biasa, sangat mendukung jalan cerita. Mira Lesmana dan Riri Riza banget nih, yang 'ngejual' landscape suatu daerah. Sumbawa Timur mesti siap-siap jadi Belitung pasca Laskar Pelangi.

Di cerita film ini setting lokasi dan waktu emang ga disebutin secara spesifik dimana dan pada zaman apa konflik terjadi. Penonton dibiarin menginterpretasikan sendiri karena ini murni cerita fiksi.

Ada beberapa plothole kecil yang semestinya bisa dieksplor lagi dalam film ini. Tapi ngga ganggu jalan cerita secara keseluruhan kok.
Di beberapa adegan juga ada teknik animasi visual yang kurang halus. Untungnya scene semacam itu cuma sekelebatan lewat.

Kabarnya film ini dimodalin dengan dana 25 miliar. Sebuah angka yang sebanding dengan kualitas yang dihasilkan. Bisa balik modal atau nggak nih film, kembali ke selera pasar. Yang suka baca karya Bastian Tito atau bahkan komik stensilan Tatang S, kudu nonton deh. Saksikan sendiri jurus pamungkas Tongkat Emas Melingkar Bumi yang melegenda.

Soal akting? Nicholas Saputra, Reza Rahardian, Slamet Rahardjo, dan Christine Hakim, adalah nama-nama yang bisa dijadiin jaminan.

Untuk yang rindu film silat asli Indonesia tanpa adegan sadis dengan darah berceceran, atau film silat realistis tanpa ada jurus semacam kamehameha dan naga terbang, film Pendekar Tongkat Emas adalah jawabannya =)

Share:

Sunday, 21 December 2014

Video Stop Motion

Tanggal 20 Desember, ada temen gue yang ulang tahun. Pagi-pagi grup WA udah rame dengan ucapan selamat ke temen gue itu.

Gue memikirkan sesuatu yang beda dari sekedar ucapan secara texting dari keypad HP. Ah, kenapa gue nggak bikin video aja. Tapi video yang kayak gimana? 

Belakangan, gue sering liat iklan yang seliweran di LCD lift kantor gue visual produk yang di promosikan lewat video. Video ini cuma berisi tulisan tangan tapi dengan huruf-huruf yang muncul sendiri. Awalnya gue kira teknik ini pakai teknologi aplikasi komputer. Tapi ternyaya nggak sesusah itu.

Gue yang penasaran ini langsung nyari tau. Dan akhirnya setelah googling sana-sini ketemu deh, jadi teknik pengambilan gambar itu bernama stop motion. Selain untuk efek tulisan yang bisa muncul sendiri, stop motion ini bisa juga dipakai kalo kita mau bikin scene dengan objek yang pindah-pindah dengan cepet tapi dalam satu frame yang sama.

Dengan bermodalkan kamera HP 8MP di Samsung Grand 2, gue nyoba-nyoba 'jurus' baru ini. Aplikasi yang dipakai pertama adalah "Lapse It". Nah aplikasi ini yang ngebantu banget buat bikin efek stop motion-nya. Lu bisa setting jeda waktunya mulai dari satuan milisecond sampe menit. Tinggal syut deh objek yang mau 'dipindahkan' dalam satu frame itu. Cuma lu kudu sabar. Kunci keberhasilan efek stop motion ini adalah, kita harus sering-sering mencet pause and play.

Kebetulan gue pengen nyoba buat ngucapin selamat ulang tahun ke temen gue. Jadilah gue coba bikin sebuah video sederhana. Sayangnya gue ga punya alat yang bikin kamera HP tetep stabil. Jadi agak goyang.

Setelah selesai ngambil gambar, gue retouch deh pakai Viva Video. Hasilnya gini nih: 




Share:

Wednesday, 17 December 2014

Review Film: Stand By Me Doraemon

Umur gue sekarang 26 tahun, dan gue udah ngikutin serial kartun Doraemon dari pas masih Taman Kanak-kanak. Beranjak SD, baru deh gue kenal sama komik-komiknya baik yang seri atau serial petualangan robot kucing warna biru ini. Itu berarti, Doraemon udah jadi bagian penghias masa kecil gue, penghibur masa remaja gue, dan instrumen nostalgia bagi gue yang sekarang sedang menuju tahap dewasa.

Sepulang kerja kemaren, gue nyempetin nonton serial Doraemon yang dikemas secara 'the movie' berjudul Stand by Me Doraemon. Gue lumayan excited, karena dari jauh-jauh hari film ini digadang-gadang bakalan jadi movie Doraemon paling booming. Teaser filmnya memberikan petunjuk bahwa inilah saat yang tepat bagi Doraemon untuk berpisah dengan Nobita, dan sekian juta penggemarnya. Dan film ini dikemas dalam format animasi, keluar dari patron movie-movie sebelumnya yang kartun. Siapa coba yang ga penasaran?

Sepanjang film, gue terkagum-kagum sama kualitas animasinya. Iyalah, Jepang punya gitu loh. Gestur-gestur karakternya jauh lebih real. Komedi-komedinya yang terselip atau yang slapstick dibungkus lumayan rapih dan sanggup bikin gue ngakak di beberapa  bagian. Ya, cuma di beberapa bagian, padahal gue ngarep lebih. Karena ternyata animasi yang bagus itu menurut gue justru jadi bumerang buat film ini.

Penonton yang biasa nonton Doraemon berbentuk kartun, bakalan pangling sama karakter-karakter yang udah puluhan tahun melekat di otak dan hati. Terutama untuk karakter Nobita. Gue kok kayak yang kehilangan muka komikalnya Nobita ya. Tetep lucu sih, tapi muka melas Nobita pas minta tolong Doraemon di serial kartunnya adalah yang terbaik. Dan ini sih selera gue aja ya, salah satu faktor 'gagal'nya kelucuan di beberapa adegan adalah karena dubber untuk Suneo ga selucu dubber versi Indonesia. Again, ini selera gue. Pengisi suara tokoh lain boleh berubah, tapi untuk Suneo sih kalo bisa jangan =D

Gimana dengan alur? Film ini mengambil potongan-potongan serial per judul versi program TV atau komiknya. Lalu di sisipkan adegan-adegan tambahan supaya alur ceritanya nyambung. Untuk yang sekedar tau Doraemon, bakalan bilang bagus dan menganggap ini adalah film Doraemon paling kece. Tapi buat yang udah puluhan tahun ngikutin Doraemon apalagi ngoleksi komiknya, kemungkinan besar nggak bakal nemuin sesuatu yang istimewa kecuali scene-scene dan dialog-dialog yang meharukan. Yak, scene dan dialog mengharukan ini didukung sama background musik yang oke punya. Bikin emosi tumpah.

Dan pada akhirnya pasti pada nanya:" bagus nggak filmnya?"
Gue nggak biasa bilang bagus atau nggak. Tapi gue bisa bilang film ini menghibur dan layak tonton. Ga rugi deh ngeluarin duit buat nonton.

Selamat nonton.... =D
Share:

Sunday, 14 December 2014

Nasi Goreng Daun Mengkudu

Yang bisa bangunin gue pagi-pagi pas gerimis di weekend adalah genteng kamar yang bocor dan wangi nasi goreng. Nasi goreng yang masih meletup-letup di wajan.

Pagi ini encing gue masak nasi goreng daun mengkudu. Nasi goreng unik. Gue kurang tau ini khas Betawi atau bukan, tapi gue belom nemuin nasi goreng ini selain di Betawi.

Apa bedanya nasi goreng ini dengan spesies nasi goreng kebanyakan? Ya jelas di daun mengkudunya. Kalo biasanya nasi goreng bertoping gulungan telor dadar, nah ini taburannya adalah irisan daun mengkudu. Ciri lainnya adalah warnanya yang kuning. Kalo diliat sepintas, mirip tumpeng atau nasi kuning. Warna dominan kuning ini berasal dari kunyit. Jadi secara tampilan nasi goreng ini juga  colorful abis. Warna kuning nasinya 'bertabrakan' sama hijau layu daun mengkudunya. Plus aksen merah rintik-rintik dari tumbukan cabe. See? Cocok deh kayaknya buat hidangan natal kalo bisa ngeplatingnya.

Selain rasanya yang enak tingkat "sayang, I love you so much", makanan ini juga sehat. Kalo dari yang gue baca sih kandungan di daun mengkudunya ada antibakteri yang bisa nyembuhin jerawat batu. Buat cewek penting nih, daun mengkudu juga bisa meredakan penyakit pas PMS. Jadi bisa mengontrol fluktuatifnya hormon, sehingga turun naiknya mood juga bisa terkendali. Noh buat cowok-cowok yang punya cewek suka berubah mendadak jadi pemeran antagonis di sinetron Tersanjung, cekokin daun mengkudu aja yang banyak. Yang terpenting daun ini mengandung antioksidan tinggi, bisa cegah kanker serviks dan payudara.

Dulu waktu kecil, nyokap selalu menghidangkan nasi goreng ini buat sarapan. Gue sampe bosen makannya. Tapi sekarang bisa sarapan nasi goreng ini adalah rejeki dan berkah yang berbeda daripada makan nasi goreng biasa. Sebab nggak tiap hari nyokap atau encing gue bisa masak nasi goreng ini. Karena pohon daun mengkudu udah jarang, di Betawi khususnya. Kalopun ada, ya beli.

Jadi gimana? Ada yang mau join buka warung nasi goreng daun mengkudu bareng gue? Setau gue, nasi goreng ini belom ada yang menggunakannya untuk kepentingan komersil. Yuk? =D

Selamat sarapan...



Share:

Saturday, 6 December 2014

Filosofi Duren

Warnanya hijau, bentuknya kayak molen Kartikasari. Tampilannya jadi lebih cantik dengan paper craft yang membungkusnya. Nggak perlu waktu lama untuk menarik seseorang tergoda memakannya. Termasuk gue.

Di gigitan pertama, kulit hijaunya yang mengadopsi gaya plus tekstur dari dadar gulung terasa licin tapi lembut. Setelah gigi gue berhasil merobeknya, ada sensai lumer di mulut. Untuk sesaat gue menikmatinya sebelum sadar bahwa lidah gue mengecap rasa...duren! Yeaks, duren! Ternyata kue warna hijau itu berisi daging duren. Oleh-oleh bos gue yang baru balik dinas dari Pekanbaru. Karena ga enak sama si bos, terpaksa gue abisin sepotong tuh kue. Abis itu nyerah.

Duren ini unik, baik dari segi rasa, bentuk, sampe cara orang memandang dan menyukainya. Gue nggak mau nulis tentang rasa dan bentuk duren, semua pasti udah pada tau. Gue bakal ngomongin tentang, katakanlah, relationship antara buah yang efektif banget dijadiin senjata pas tawuran ini dengan para penikmat dan haters-nya.

Sample pertama, orang yang ga suka duren. Ga perlu jauh-jauh ke ujung Bekasi buat nyari contoh orang yang sama sekali ga suka duren. Orang itu adalah gue. Gue nggak suka duren bukan karena rasanya yang ga enak. Tapi karena ribet. Mulai dari ngupas sampe fase pascamakan, duren memerlukan treatment khusus yang ga gampang. Beda jauh sama sosis yang tinggal jlebh. Yang paling mengganggu adalah aromanya. Kalo dicium sesaat sih enak. Tapi kalo kelamaan, gue ga kuat. Mending nyium kening Raisa.

Udah gitu setelah makan, hawanya masih berasa di mulut sampe waktu yang lumayan lama. Kalo gue sendawa, ekstraknya masih nyangkut di tenggorokan. Yaks, gue ga suka.

Sample kedua. Temen gue yang suka banget sama duren. Dia pernah bilang ke gue yang antiduren ini, "Ah, lo ga bisa nikmatin surga dunia!" Katanya sambil makan duren dengan biji-bijinya.

Dia ini pecinta duren garis keras. Kalo tiap musim duren tiba, dia pasti borong duren. Karena seperti kata pepatah, dimana ada tukang duren di situ ada duren yang dijual.

By the way, beda dengan gue yang ogah dengan segala kerepotan makan duren. Dia mah ga peduli. Ngupas duren yang ribet, ga masalah buat dia. Kalo perlu pinjem keris Empu Gandring buat ngupas kulitnya. Bau duren yang menyengat, adalah doping baginya. Makan semata demi semata daging duren itu sakral banget, sampe bersih, bijinya diisep-isep sampe pucet.

Begitulah duren dengan segala keunikannya. Gue nggak bisa menyamakan duren dengan cokelat atau es krim yang semua orang suka. Tapi kalopun gue harus memilih apakah akan menjadi es krim, cokelat, atau duren, maka gue memilih jadi duren.

Alasannya: ga semua orang suka duren. Tapi sekalinya ada yang suka, itu pake banget. Candu. Dan cinta tanpa syarat.




Share: