Kejutan hanya milik orang-orang yang berekspektasi biasa-biasa saja.
Entah bagaimana kalimat tersebut begitu tertanam dalam benak setelah saya menonton film The Jungle Book. Awalnya sore itu saya terserang syndrom males kerja. Rasanya kepengen nyiram tumpukan dokumen di meja pakai avtur pesawat British Airways terus dibakar, minum abunya, terus sendawa di depan bos. Penat. Kalau sudah begitu biasanya saya memiliki dua opsi. Pulang ke kosan lalu tidur, atau ke bioskop untuk nonton film. Kebetulan opsi kedua yang saya pilih. Pulang ke kosan di jam tepat bubaran kantor adalah perbuatan nekat yang hanya setingkat lebih rendah dari dari bunuh diri.
Pilihan film jatuh ke The Jungle Book. Sebab, dilihat dari beberapa film yang mejeng di Cinemaxx Semanggi Jungle Book yang paling ringan. Lagi males mikir ceritanya. Ada sih film Bobo Boi, tapi nonton itu hanya akan membuat saya terlihat seperti anak SD yang menghabiskan delapan tahun di kelas lima. Kebayang nggak delapan tahun di kelas lima? Bewok udah sedada tapi ngitung duit cebanan receh masih pakai sempoa.
Samapai mana tadi? Oh iya, The Jungle Book. Jujur saya tidak mengikuti review atau opini para movie freaks tentang film ini. Jadi kirain ini film animasi full semacam The Little Prince, atau Finding Nemo. Ternyata untuk karakter Mowgli, sang pemeran utama, diperankan oleh manusia asli. Saya lupa siapa nama cast-nya. Yang jelas tampangnya khas Asia Barat. Sisanya adalah karakter yang dibangun oleh kecanggihan teknologi CGI tingkat dewa. Ada yang lebih tinggi dari tingkat dewa? Okay, you name it lah! Karakter binatang dan setting hutannya begitu detail. Potongan-potongan landscape-nya bikin mata ogah melirik ke titik lain. Saya angkat topi sama pemeran Mowgli ini, kebayang sulitnya berakting penuh emosional dengan para ‘pemeran’ CGI.
Menganggap film ini bermuatan ringan adalah tepat. Saya begitu enjoy mengikuti alurnya tanpa harus banyak berdebat dengan pikiran sendiri. Dialog antarkarakter kuat, universal, dan menggemaskan. Makanya film ini begitu aman ditonton anak-anak. Jokesnya pun pecah dengan porsi yang pas.
Yang terpenting, walaupun ini film ringan, tetap ada bobot padat berisi dalam pesan. Isu lingkungan hidup sangat ngeblend dengan cerita dan premis yang dibangun. Setiap karakter dan adegan dalam The Jungle Book adalah simbol-simbol apa yang terjadi pada dunia nyata. Kedermawanan, kesetiakawanan, keserakahan, dan semua sifat manusiawi ada di dalamnya.
Setelah lampu bioskop menyala, sya menghela nafas. Antara puas dengan pertunjukkan dan menemukan satu lagi perenungan mendalam. Teringat tumpukkan dokumen yang saya tinggal begitu saja di kantor. Rasanya lelah. Mnjadi officer pajak sendirian di sebuah perusahaan bukan hal mudah. Tapi Mowgli di hutan juga sendirian. Dia bisa berteman dengan hewan buas, sampai binatang lucu. Semuanya berakhir pada kesimpulan bahwa bukanlah yang paling kuat yang akan bertahan, tapi yang paling bisa menyesuaikan diri. Selalu begitu. Dan akan selalu begitu. =)