Lekukan body Sungai Mekong tidak bisa tidak membangunkan saya dari tidur di seat paling belakang kelas ekonomi sebuah maskapai. Cahaya matahari keemasan memantul dari permukaan airnya. Terlihat seperti manik-manik emas dari kaca jendela pesawat. Perahu-perahu tongkang yang bertebaran semakin membuat pandangan saya tidak bisa beralih dari sungai yang memberi kesuburan luar biasa bagi Vietnam.
Ini lah kali pertama saya menginjakkan kaki di negerinya Uncle Ho. Di bandara internasional Ho Chi Minh saya bertemu dengan kelima travelmate saya secara lengkap. Terima kasih dan hormat yang sebesar-besarnya untuk mereka yang mau repot-repot mengajak saya dalam trip, katakanlah, eksplore Vietnam kali ini.
Mbak Tika, si perancang itinenary, langsung berinisiatif menggiring kami mencari penginapan. Ini adalah bagian paling krusial dari sebuah trip low budget. Kami berenam adalah korban dari pas-pasannya gaji sehingga tidak ada satu pun provider kartu kredit yang mau issue produknya untuk kami, sedangkan kebanyakan penginapan bisa dibooking hanya dengan kartu kredit. Konsekuensinya, ya kami harus mengeluarkan effort ekstra untuk cari tempat bermalam dengan cara on the spot.
Untungnya Mbak Tika udah menspot penginapan-penginapan mana saja yang sekiranya cocok untuk kami. Kualifikasi kami tidak banyak, yang penting nyaman, aman, bersih, dan supaya kehidupan tetap berjalan, tentu saja wifi gratis. Kami sepakat mencari penginapan di sekitaran Ben Thanh Market karena terletak di pusat Ho Chi Minh City.
Beberapa kali kami memasuki penginapan dengan rate hotel bintang tiga, yang tentu saja, bikin kami menggeleng kompak. Fasilitasnya sih oke, tapi harganya bisa bikin kami puasa mutih selama di Vietnam.
Kami melihat di list penginapan paling bawah yang kami punya, tertera nama Galaxy Hostel. Ian si pembawa peta memimpin pencarian hostel ini. Dari bundaran Ben Thanh, kami melewati Mc Donalds dan menyusuri taman kota. Sesekali kami merapal doa karena pengendara motor di Ho Chi Minh menganggap para pejalan kaki adalah Hercules yang kalau ketabrak motor paling banter cuma meriang doang.
Sekitar lima ratus meteran berjalan lurus, ada sebuah café berfasade kayu dan bambu, dihiasi dengan lampion dan atribut khas Tiongkok di depannya. Kami berbelok ke kiri, dan tidak jauh dari pangkal belokan ada papan nama Galaxy Hotel and Capsule. Kami berenam langsung sumringah, wajah-wajah kami sudah seperti seseorang yang mengejar cinta tapi tak berbalas. Lelah.
Ini lah kali pertama saya menginjakkan kaki di negerinya Uncle Ho. Di bandara internasional Ho Chi Minh saya bertemu dengan kelima travelmate saya secara lengkap. Terima kasih dan hormat yang sebesar-besarnya untuk mereka yang mau repot-repot mengajak saya dalam trip, katakanlah, eksplore Vietnam kali ini.
Mbak Tika, si perancang itinenary, langsung berinisiatif menggiring kami mencari penginapan. Ini adalah bagian paling krusial dari sebuah trip low budget. Kami berenam adalah korban dari pas-pasannya gaji sehingga tidak ada satu pun provider kartu kredit yang mau issue produknya untuk kami, sedangkan kebanyakan penginapan bisa dibooking hanya dengan kartu kredit. Konsekuensinya, ya kami harus mengeluarkan effort ekstra untuk cari tempat bermalam dengan cara on the spot.
Untungnya Mbak Tika udah menspot penginapan-penginapan mana saja yang sekiranya cocok untuk kami. Kualifikasi kami tidak banyak, yang penting nyaman, aman, bersih, dan supaya kehidupan tetap berjalan, tentu saja wifi gratis. Kami sepakat mencari penginapan di sekitaran Ben Thanh Market karena terletak di pusat Ho Chi Minh City.
Beberapa kali kami memasuki penginapan dengan rate hotel bintang tiga, yang tentu saja, bikin kami menggeleng kompak. Fasilitasnya sih oke, tapi harganya bisa bikin kami puasa mutih selama di Vietnam.
Kami melihat di list penginapan paling bawah yang kami punya, tertera nama Galaxy Hostel. Ian si pembawa peta memimpin pencarian hostel ini. Dari bundaran Ben Thanh, kami melewati Mc Donalds dan menyusuri taman kota. Sesekali kami merapal doa karena pengendara motor di Ho Chi Minh menganggap para pejalan kaki adalah Hercules yang kalau ketabrak motor paling banter cuma meriang doang.
Sekitar lima ratus meteran berjalan lurus, ada sebuah café berfasade kayu dan bambu, dihiasi dengan lampion dan atribut khas Tiongkok di depannya. Kami berbelok ke kiri, dan tidak jauh dari pangkal belokan ada papan nama Galaxy Hotel and Capsule. Kami berenam langsung sumringah, wajah-wajah kami sudah seperti seseorang yang mengejar cinta tapi tak berbalas. Lelah.
Bukan tukang tahu bulet |
Ternyata penginapan ini terletak masuk ke dalam gang kecil. Saya sempat cemas, masu ke dalam gang identik dengan tempat yang tidak nyaman dan kotor. Kami disambut oleh resepsionisnya. Cowok. Sangat ramah. Kami menanyakan room yang available dan rate harga. Si resepsionis murah senyum ini menyarankan kita untuk menggunakan capsule room. Dia tahu kami adalah turis dengan budget amat sangat terbatas. Terlihat dari reaksi kami setiap dia menawarkan sebuah kamar dengan harganya,
Kalau sudah ketemu sign ini, berarti kita tidak lagi ada di Jakarta |
“Is there cheaper room available?”
Dan dengan harga USD 7 per orang, kami deal menginap di capsule room. Ruangannya memanjang dengan beberapa kompartemen kotak-kotak tempat tamu menginap. Ada sekitar 15-20 space. Ukurannya hanya cukup untuk satu orang dewasa per kotaknya dan mepet dengan space sebelah. Saya bertekad tidak boleh mengigau, karena pasti terdengar siapa pun yang tidur di sebelah. Ummm…buang angin juga sangat tidak disarankan. Bayangkan, di kotak yang hanya muat untuk kita rebahan di mana ruang gerak sangat terbatas, buang angin bisa dikatakan tindakan setengah bunuh diri.
Kecemasan saya tentang tempat yang kurang nyaman hilang. Karena hostel ini sangat bersih, nyaman, dan aman. Tersedia juga loker untuk menaruh tas kami yang segede gajah hamil muda. Kamar mandi untuk capsule room ini letaknya di luar dengan dinding kaca buram.
“Eh, kamar mandinya pake kaca burem. Kita mandinya jangan sebelah-sebelahan. Ntar lu pada bisa ngeliat siluet tubuh bugil gue.” Kata Ian. Sisanya sepakat bilang,
“Najis.”
Harga yang kami bayarkan sudah termasuk sarapan dengan roti telur ceplok, kopi, teh, dan pisang. Yummy. Kalau menginap di sini jangan takut tidak ada fasilitas lain yang berhubungan dengan trip dan tour. Pengelola hotel ini bisa mengatur tour sesuai dengan keinginan. Saya dan teman-teman memilih untuk tidak mengambil tour karena sudah sepakat untuk arrange semuanya secara swadaya.
Timur ke barat, selatan ke utara, tak jua aku temukan.....*you sing you lose* |
Ketepatan memilih Galaxy Hotel and Capsule ini terasa sekali ketika kami menikmati Ho Chi Minh di malam hari. Hotel ini dekat dengan restoran makanan halal, kedai kopi, money changer, bahkan dekat dengan gedung Parlemen. Jadi kami bisa ngalay kelayaban tanpa khawatir kemaleman dan kesulitan transportasi.
Ben Thanh Market. Beringharjonya Ho Chi Minh City |
Nontonin orang pacaran di depan gedung DPR-nya Ho Chi Minh. Kurang kang kerak telor doang, nih. |
Tapi antusiasme saya pribadi bukanlah Ho Chi Minh malam hari yang gemerlap. Saya justru semangat ketika waktu tidur tiba. Karena ini untuk pertama kalinya saya tidur seperti kepompong di sebuah kotak. Lelah jalan kaki mengitari Ho Chi Minh ikut larut ketika saya mulai menarik selimut dan masuk ke dalam kapsul. Charge semua gadget, berdoa, dan kemudian mematikan lampu tidur.
Chentong. Travelmate saya. Gaya capeknya setelah narik bajaj | di Indonesia terbawa sampai Vietnam |
Mbak Tika, Mbak Sri, dan Danys. Lagi diskusi betapa sulitnya nyari tukang bubur yang udah naik haji di Vietnam. |
Dan ternyata rasanya memang nyaman. Hangat. Seperti sebuah pelukan yang sudah lama hilang dan tiba-tiba datang lagi =)
Tempat tidur dan ransel. Cuma kamu yang bisa menyaingi kenyamanan yang diberikan keduanya. |