Pukul delapan malam di sebuah weekend di akhir libur lebaran 2016 saat itu saya dan travelmate saya, Rengky, masih berada di atas sepeda motor. Perasaan capek, cemas, dan takut campur aduk jadi satu. Motor matic yang saya pacu maksimal tidak mampu meutup perasaan khawatir kami dalam menyusuri jalan memotong da Way Kambas menuju Bandar Lampung.
Salah kami juga yang terlalu sore keluar dati Taman Nasional Way Kambas, di saat matahari sudah terlalu condong ke arah barat. Sudah begitu, rupanya jalan pintas itu membawa kami jauh masuk ke dalam hutan Lampung dengan jalan yang luar biasa rusak, gelap, dan sepi. Teringat cerita-cerita orang tentang reputasi jalanan Sumatera, terutama Lampung.
Kami baru benar-benar lega setelah melihat kerlip lampu kota Bandar Lampung dari atas bukit. Rasanya segala kehawatiran akan bertemu dengan kejadian yang tidak diinginkan hilang begitu saja. Kami sepakat untuk segera mencari penginapan, karena sudah malam dan badan yang minta untuk segera di shutdown.
Setelah berdiskusi sebentar, kami memutuskan untuk menuju sebuah penginapan bernama Guest House Palapa. Letaknya ada di Jalan Diponegoro, dekat dengan bunderan dan retoran Padang Begadang 2. Pertama kali sampai di depannya, saya hanya melihat plang namanya saja, itu pun digabung oleh sebuah neon sign ummm...tempat pijat dan reflexy. Pintunya tertutup. Kami mengira penginapan ini tutup. Tapi ternyata pintu penginapan ini ada di sebuah gang kecil yang menuju halaman belakang ruko-ruko di depan saya.
Salah kami juga yang terlalu sore keluar dati Taman Nasional Way Kambas, di saat matahari sudah terlalu condong ke arah barat. Sudah begitu, rupanya jalan pintas itu membawa kami jauh masuk ke dalam hutan Lampung dengan jalan yang luar biasa rusak, gelap, dan sepi. Teringat cerita-cerita orang tentang reputasi jalanan Sumatera, terutama Lampung.
Kami baru benar-benar lega setelah melihat kerlip lampu kota Bandar Lampung dari atas bukit. Rasanya segala kehawatiran akan bertemu dengan kejadian yang tidak diinginkan hilang begitu saja. Kami sepakat untuk segera mencari penginapan, karena sudah malam dan badan yang minta untuk segera di shutdown.
Setelah berdiskusi sebentar, kami memutuskan untuk menuju sebuah penginapan bernama Guest House Palapa. Letaknya ada di Jalan Diponegoro, dekat dengan bunderan dan retoran Padang Begadang 2. Pertama kali sampai di depannya, saya hanya melihat plang namanya saja, itu pun digabung oleh sebuah neon sign ummm...tempat pijat dan reflexy. Pintunya tertutup. Kami mengira penginapan ini tutup. Tapi ternyata pintu penginapan ini ada di sebuah gang kecil yang menuju halaman belakang ruko-ruko di depan saya.
Kami masuk. Pantas saja harus lewat samping, jadi Guest House Palapa ini adanya di lantai dua. Di atas pijat reflexy tadi. “Sayang tempat pijetnya tutup, kalo buka sabi, nih.” Kata Rengky, dan saya mengiyakan. Rasanya tidak ada nikmat bisa mengalahkan sebuah pijatan di saat persendian badan serasa copot semua.
Oke, kembali ke Guest House Palapa. Room rate yang ditawarkan hanya dua. Yaitu untuk dua orang dengan harga 200.000 IDR, dan untuk satu orang dengan harga 150.000 IDR. Fasilitasnya sama, kamar mandi di luar, breakfast service (berupa mie goreng dan kopi panas), AC, TV, laundry (kena charge tambahan) dan tentu saja penunjang kehidupan bernama wifi. Tanpa pikir panjang saya dan Rengky langsung membayar ruangan untuk dua orang. Murah, cuy!
Dari lobbynya saja Guest House Palapa ini sangat elegan, rapi, dan bersih. Saya mengira peninapan ini paling murah harganya 300.000 IDR per malam. Ternyata saya salah. Kamarnya pun nyaman dengan design sederhana. Hanya ada dua kasur, meja dengan TV, dan tempat menjemur baju. Buat kami, itu sudah lebih dari cukup. Ada juga fasilitas penyewaan sepeda motor jika ada tamu yang ingin muter-muter keliling Bandar Lampung.
Oh iya, saya tidak menyarankan untuk ngobrol membicarakan sesuatu yang bersifat rahasia seperti kombinasi angka peluncur roket di kamar Guest House Palapa ini. Karena dindingnya terbuat dari triplek solid, bukan tembok. Jadi kalau bicara, masih mungkin terdengar oleh kamar sebelah. Bahkan ngorok dengan tingkat desibel suara yang tinggi bisa tersadap kamar tetangga. Jadi, Guest House Palapa ini tidak cocok buat pasangan yang sedang berbulan madu. Lagian, masa iya sih tega bulan madu di penginapan dua ratus ribuan.
Guest House Palapa ini di design untuk yang ingin singgah semalam-dua malam di Bandar Lampung. Atau untuk backpacker berbudget tipis tapi masih mengutamakan kenyamanan. Ini bisa jadi sinyal positif buat bisnis perhotelan di Lampung, mengingat potensi wisatanya yang bagus. Apalai lokasinya di tengah kota, Guest House Palapa adalah pilihan sempurna buat saya. Penginapan muurah identik dengan ketidaknyamanan. Guest House Palapa membuktikan bahwa itu tidak selalu benar. Di sini, murah tidak melulu berarti susah.
Rapi bersih guest housenya dan murah itu yang penting
ReplyDeleteRapi dan Bersih Guest House
ReplyDeleteguest housenya nyaman banget ya, rapih dan bersih juga tempatnya, meskipun gak kedap suara..
ReplyDelete