Monday, 22 August 2016

Jalur Selatan

Waktu itu saya terlalu bernafsu. Biasa, penyakit orang yang hobi jalan-jalan dengan modal minim: Nggak boleh liat yang murah dikit!

Tanpa cek dan ricek lebih dulu, saya langsung mengklik dan booking Kereta Serayu Malam dan Serayu Pagi pulang pergi dengan tujuan Purwokerto dari Pasar Senen. Mata saya terlanjur hijau dengan harga yang hanya Rp. 67.000 saja. Dengan ajaibnya, keempat teman saya setuju saja dengan pilihan saya. Selain cinta, harga yang murah juga bisa bikin buta.

Bukanlah sebuah kesalahan saya memilih kereta Serayu. Bukan pula sebuah kesalahan jika saya memilihnya karena harganya murah. Yang salah adalah saya tidak menyadari bahwa dengan Serayu, rute kami ke Purwokerto akan dibawa memutar ke selatan sehingga memakan waktu sepuluh jam. Glek! Sepuluh jam di kereta. Ini mengakibatkan saya harus mengkalkulasi ulang itinenary perjalanan yang sesungguhnya adalah ke acara Dieng Culture Festival. 

Wajah-wajah tabah



Setelah tiket bertukar dengan boarding pass, baruah kami sadar bahwa kami baru akan sampai di Purwokerto sekitar jam delapan pagi. Saya berkali-kali memastikan siapa tahu saya salah lihat. Tapi tetap saja, saya bolak-balik bagaimanapun waktu yang tertera dalam tiket tidak berubah. Ya sudahlah, saya harus percaya bahwa segala sesuatu pasti ada konsekuensinya. Termasuk tiket murah dengan akibat mulurnya waktu tiba.

Ternyata malam itu banyak kok yang naik Serayu Malam dengan tujuan sama seperti saya, ke Dieng. Jadi tidak mengherankan kalau malam Jumat di awal bulan Agustus itu kompartemen barang di atas tempat duduk penumpang didominasi oleh tas keril dan ransel besar milik para backpacer dan mungkin beberapa pendaki dengan tujuan Gunung Prau, Sindoro, atau Sumbing.

Sepanjang perjalanan saya habiskan hanya untuk ngobrol dan tidur. Apalagi yang bisa dilakukan dalam sepuluh jam di kereta malam dengan pemandangan serba hitam? Perjalanan pergi itu cukup menjemukan buat saya. 

Puertorico!


Tapi tidak untuk perjalanan pulang. Karena perjalanan pulang ini start pagi dari Purwokerto, jadi saya bisa melihat pemandangan di luar jendela. Luar biasa. Jalur selatan di dominasi oleh desa-desa dengan persawahan membentang sangat luas. Indonesia sebagai negara agraris sangat terwakili oleh pemandangan dari jendela Serayu Pagi hari itu. Saya sempat bercanda dengan teman saya,

“Gila, sepanjang jalan sawah melulu. Nggak abis pikir kenapa kita masih aja impor beras. Impornya dari Vietnam pula, yang sawahnya cuman dipinggiran suangai Mekong.”

Ketika mulai memasuki Jawa Barat, mata kantuk saya dipaksa terbuka oleh gradasi pemandangan menakjubkan. Sawah jauh di bawah sana, dibelah oleh bebatuan sungai, dan para petani yang tampak sangat kecil. Entah apa yang sedang mereka lakukan. Pemandangan yang sangat Indonesia. Pemandangan yang dulu sering saya jumpai melalui karangan anak SD berjudul ‘Berlibur ke Rumah Nenek’. Kalau bisa, saya ingin meminta masinis untuk berhenti dan mengambil beberapa foto barang sebentar. 
 
 
Ada yang tau siluet itu gunung apa?
 


Saya teringat penjelasan seorang pemandu di Lawang Sewu yang mengatakan bahwa jalur rel terekstrem di dunia ada di jalur selatan Jawa. Pasti yang saya lewati itu lah maksudnya. Jalur keretanya menanjak, berbelok, dan lewat jembatan dengan tulang-tulang besi. Di bawahnya adalah persawahan, sungai, dan jurang. Sebelumnya saya hanya melihat jalur ini dari jalan Tol Cipularang dalam perjalanan ke Bandung. Puji syukur saya bisa merasakan naik kereta dan lewat jalur yang dulu selalu saya tanyakan dalam hati bagaiamana rasanya naik kereta dengan jalan bikin ngilu seperti itu. 
 
Kayak di iklan RCTI zaman dulu
 

Ada hikmahnya juga naik kereta Serayu Pagi. Murah, dan dapat pemandangan bagus. Ditambah dengan canda tawa teman-teman, perjalanan jadi tidak terasa. Sore itu saya disambut hujan lebat ketika masuk Jakarta.

Lain kali saya mesti berhati-hati lagi dalam memesan dan beli tiket kereta api online agar rencana dan itinenary perjalanan tidak terganggu. Teman saya meningatkan bahwa beli tiket kerta di Tokopedia sekarang sudah memungkinkan. Setelah saya cek dan coba, ternyata memang bertransaksi tiket kereta di Tokopedia ini tampilannya lebih simpel. Dengan tambahan situsnya jarang down, berbeda dengan milik pengelola perkeretaapian yang sering hang di peak season.

Next trip, boleh lah saya coba beli tiket kereta di Tokopedia. =)
Share:

0 komentar:

Post a Comment