Saturday, 19 November 2016

Tutur Tentang Guntur

Setelah makan tahu sumedang yang dijajakan dalam bus jurusan Jakarta-Garut selepas keluar tol Cileunyi, saya dan kawan mendaki, Bhakti, tertidur pulas. Kami duduk di paling belakang bus bertarif 55.000 Rupiah untuk sekali jalan itu. Ada baiknya untuk tidak tidur terlalu lelap. Atau akan bernasib lumayan apes seperti kami.

Kondektur sampai harus membangunkan kami ketika sampai di Terminal Guntur, Garut. Saya terbangun dengan setengah kesadaran, perlu beberapa detik untuk indera saya meraba di mana saya. Udara dingin yang sangat berbeda dengan Jakarta membuat saya terlonjak. Dan lebih terkejut lagi ketika menyadari mesin bus sudah mati, menandakan kami sudah sampai di terminal. Tempat yang seharusnya kami tidak singgahi.

Seharusnya saya dan Bhakti turun di pom bensin Tanjung. Tepat di sebelah gapura menuju basecamp gunung tujuan kami, Gunung Guntur. Dari situ seharusnya hanya tinggal naik ojek dengan ongkos 15.000 Rupiah. Dan kenyataannya kami malah lewat lumayan jauh. Wich is mau tidak mau kami harus naik ojek dari Terminal Guntur ke basecamp dengan biaya 50.000 Rupiah. Terasa sekali marginnya. Sebetulnya bisa naik angkot, tapi saat itu tengah malam menuju dini hari, hanya sopir angkot yang sedang dalam semangat mencicil rumah di Pondok Indah yang masih beroperasi.

Sampai di basecamp, kami repacking logistik dan beristirahat. Menjelang pagi saya baru sadar batere kamera hampir habis. Seharusnya kamera itu diisi dayanya di kosan. Tapi karena di malam sebelum keberangkatan pulsa listrik kosan saya habis dan semua konter yang menjual pulsa tutup, maka kamera itu urung di-charge. Bhakti tertawa geli dengan kebodohan saya. Dia mengingatkan karena sekarang sudah zamannya orang jual pulsa online. Bahkan sudah ada sistem bayar listrik PLN Online. Tidak perlu repot-repot ke konter atau mini market, karena bisa diakses melalui Tokopedia. 

Ramainya pendaki menuju Gunung Guntur. Kamu kapan menuju hatiku?

Jadi pagi itu kami memulai pendakian dengan batere kamera seadanya. Setelah mendaftar, kami membayar simaksi sebesar 20.000 Rupiah. Lumayan costly untuk ukuran perizinan sebuah gunung. Biarpun begitu, hari itu pendakian ramai sekali. Imbas mahalnya biaya masuk dan tetek bengek ke Gunung Papandayan membuat Gunung Guntur jadi primadona baru bagi pendaki yang ingin mendaki santai. Dengan ketinggian 2.249 meter di atas permukaan laut, sangat pas untuk yang ingin kemping di gunung dengan waktu trekking tidak begitu lama dan deviasi medan yang relatif bersahabat. 
Ini Bhakti. Cukup kamera saja yang kurang dicharge. Semangat narsis jangan.
Awal-awal jalur Gunung Guntur adalah daerah penambangan pasir dan batu. Jadi beberapa kali saya berpapasan dengan truk pengangkut pasir. Saya mengira jika sudah memasuki hutan, jalur berbatu juga akan habis. Ternyata tidak, Gunung Guntur hampir seratus persen terdiri dari bebatuan dan pasir. Jalurnya juga gersang, terutama sehabis pos satu menuju ke campsite.

Memutuskan untuk mendaki pagi-pagi adalah keputusan sedikit keliru. Karena saya sampai di pos 3, tempat yang dianjurkan untuk buka tenda, adalah menjelang tengah hari. Dan itu teriknya bukan main. Mendirikan tenda pun tidak semudah biasanya, karena konturnya bebatuan, saya harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menancapkan patok tenda. 

Maldini dan Pos 3 Gunung Guntur

Saran saya adalah, mendakilah menjelang sore. Supaya ketika buka tenda cuaca sedikit lebih teduh. Atau kalau memang ingin tetap mendaki pagi, jangan terlalu terburu-buru. Santai saja. Di sepanjang jalur ada beberapa bangunan gubuk tempat warga jual minuman, leyeh-leyeh cantik saja dulu di situ. Bisa minum kopi, masak mie, atau bahkan tidur siang. Namun, jika sudah terlanjur naik pagi seperti saya, usahakan untuk mendapat kavling tenda dekat dengan shelter pos 3. Di sana banyak tumbuh pepohonan dan dekat dengan aliran sungai. Konsekuensinya, tempat ini selalu penuh. Silahkan bagaimana mengatur strategi untuk sampai di pos ini. Memerluka waktu kurang lebih 3 jam berjalan santai dari basecamp. 
Ketika tongsis ketinggalan....

Setelah pos 1, saya melihat ada dua jalur. Kiri, dan kanan. Pilih lah yang kiri, karena jalurnya konstan menanjak. Jalur kiri yang bersisian dengan sungai sangat menguras tenaga karena sangat curam tanjakkannya. Walaupun jalurnya lebih gersang, tapi jalur kanan ini pemandangannya indah. Apalagi kalau sedang cerah, sepanjang perjalanan kita akan ‘ditemani’ Gunung Cikuray dari kejauhan. Cikuray ini adalah gunung tertinggi di Garut, sangat anggun terlihat dari Guntur dengan gumpalan awan yang Seperti berbentuk mahkota di puncaknya. Di jalur ini hanya ada beberapa batang pohon cemara untuk istirahat dan berteduh. 
Cikuray. Si Penyemangat dalam pendakian saya.
Sayangnya, pagi hari ketika saya summit attack, cuaca full berkabut. Jadi di puncak tidak terlihat apa-apa. Jalur menuju puncak di dominasi oleh pasir dan bebatuan dengan struktur labil. Sangat disarankan untuk memakai sepatu yang mumpuni atau kaki akan lecet. Dan berhati-hatilah ketika turun, karena dalam pendakian ke gunung mana pun jalan turun selalu lebih sulit. 
Kabut. Maldini lelah...

Mendaki berdua ke Gunung Guntur cukup aman. Bahkan untu pendaki pemula seperti saya. Logistik yang saya dan Bhakti bawa pun sisa banyak. Yang penting adalah persiapan matang. Fisik tentu saja.

Demikian tutur saya tentang Guntur. Jika ada yang membaca catatan ini semoga bisa menjawab bagaimana cara ke Gunung Guntur. Mendakilah ke sana, teriknya membakar rindu. =) 





Share:

10 comments:

  1. Ketiduran dan akhirnya kebablasan? aku juga pernah dong, cuma waktu itu naik kereta api. Sangat menjengkelkan.
    Tongsis-nya bagus ya, itu pakai kabel atau blue tooth haha....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Naik kereta kalo kebablasan lebih ribet, karena paki tiket mau balik laginya.

      Pakai insting, Mas. Hahaha

      Delete
  2. Kak, Gunung Guntur ini cocok nggak untuk pendaki pemula (yang sama sekali belum pernah mendaki sebelumnya)? :)

    ReplyDelete
  3. Belum pernah hiking ke Gn. Guntur :(

    ReplyDelete
  4. wih indahnya ya, dari kejuahan , langit yang biru, hemmmmm

    ReplyDelete
  5. pas-pasan sama truk penambang pasir di gunung kayak gitu emang lumrah.. dulu waktu naik gunung yang di wonosobo pun saya juga sering ketemu truk-truk pasir..

    ReplyDelete
  6. aku ke Guntur pas musim hujan dan berkabut jadi kurang cerah deh, tapi senang banget bisa ke gunung cantik ini

    ReplyDelete
  7. subhanallah, pemandangan yang sangat indah..

    ReplyDelete
  8. Gunung Guntur cantik banget panoramanya. Selain itu viewnya juga instagramable hehe

    ReplyDelete
  9. duh! tempatnya indah. seandainya ada pose foto sedang gegoleran sambil makan tahu umedang pasti semakin menggoda iman hehe

    ReplyDelete