Suara motor bebek di depan kamar kontrakan itu segera menyadarkan Gofar untuk menyeka air matanya. Air mata duka sejak sejam lalu. Air mata menganak sungai sebagai akibat perihnya diputusin pacar di warung nasi padang. Tidak usah dijelaskan kenapa Gofar diputusin, karena terlalu rumit daripada rumus bikin roket atau senyawa apa yang telah membentuk Planet Pluto. Yang jelas ruginya jadi dobel. Pertama Gofar kehilangan pacar. Kedua Gofar harus membayari pacarnya, sekarang mantannya, yang kalap makan gulai kepala ikan kakap sampai dua ekor. Tega itu pacar.
Trek. Terdengar suara stop kontak motor pertanda mesin motor mati. Gofar terlambat sepersekian detik menyeka air matanya, karena pintu kontrakan yang dibayar secara patungan itu keburu dibuka. Masuk seorang cowok sebaya Gofar. Badannya besar, gemuk, sangat cocok menggendong ransel gunung yang nemplok di punggungnya. Tampilannya berantakan, mengesankan dia habis pulang dari berburu naga. Namanya Gofur.
“Lah, ngapa lu nangis? Jemuran nggak kering?”
“Putus.”
“Yaelah jemuran putus doang, timbang disambung doang.”
“BUKAN ITU, JURIG!”
“Oke. Santai. Jadi yang putus, apa? Gue baru balik dari gunung, nggak tau wajar apa nggak, yang pasti kecerdasan gue kayaknya masih ketinggalan di sono.”
Gofar menceritakan semuanya. Betapa nestapa menyerangnya. Betapa kehilangan pacar terasa dunia dikuasai Voldemort. Mengerikan. Gelap.
“Hmmm…ya udah. Kayaknya lu butuh jalan-jalan, deh. Traveling gitu.”
“Nolong emang? Dia bisa balik lagi ke gue?”
“Bisa iya. Bisa nggak. Seenggaknya perasaan lu enakan. Liat nih gue, jalan-jalan mulu dan nggak pernah tuh nagis karena cinta kayak elu.”
“Tapi kan elo jomblo terus.”
“….”
“….”
Hening.
“Hmmm…masa iya sih bisa gitu? Cuma jalan-jalan doang?” Gofar memecah diam di antara mereka.
“Bisa banget.”
“Gimana?”
“Gue mandi dulu.”
Sepuluh menit kemudian mereka sudah duduk di warung kopi depan kontrakan. Gofur pesan teh hangat, dan Gofar minum temulawak setelah diyakinkan bahwa warung tersebut tidak menjual baygon oplosan untuk ditenggak. Gofur mulai menjelaskan cara supaya travelling bisa menjadi obat mujarab untuk move on.
1. Pergi Sendirian
“Elo mandi apa nyabut singkong, cepet amat?”
“Yang penting basah.”
“Jadi gimana cara seperti yang elo bilang tadi?”
“Pertama. Elu pergi lah jalan-jalan sendirian. Kemana kek, nggak perlu jauh-jauh. Soalnya nih, kalo baru-baru putus semua makhluk bertulang belakang biasanya memasuki fase denial alias pengingkaran. Nggak terima kalo ternyata udah putus. Nah pas elu menyendiri, biasanya sisi kedewasaan itu muncul. Elu jadi ngerti kenapa elu diputusin. Elu jadi paham di mana kesalahan elu. Dalam kesendirian ada tantangan untuk sebuah pengauan kekurangan diri. Tempat dan orang baru bisa membantu lu memaafkan diri lu sendiri tanpa harus menyesal.”
“…”
“Weekend besok ke Monas, gih. Gue modalin tambang buat gantung diri.”
“Kampret!”
Trek. Terdengar suara stop kontak motor pertanda mesin motor mati. Gofar terlambat sepersekian detik menyeka air matanya, karena pintu kontrakan yang dibayar secara patungan itu keburu dibuka. Masuk seorang cowok sebaya Gofar. Badannya besar, gemuk, sangat cocok menggendong ransel gunung yang nemplok di punggungnya. Tampilannya berantakan, mengesankan dia habis pulang dari berburu naga. Namanya Gofur.
“Lah, ngapa lu nangis? Jemuran nggak kering?”
“Putus.”
“Yaelah jemuran putus doang, timbang disambung doang.”
“BUKAN ITU, JURIG!”
“Oke. Santai. Jadi yang putus, apa? Gue baru balik dari gunung, nggak tau wajar apa nggak, yang pasti kecerdasan gue kayaknya masih ketinggalan di sono.”
Gofar menceritakan semuanya. Betapa nestapa menyerangnya. Betapa kehilangan pacar terasa dunia dikuasai Voldemort. Mengerikan. Gelap.
“Hmmm…ya udah. Kayaknya lu butuh jalan-jalan, deh. Traveling gitu.”
“Nolong emang? Dia bisa balik lagi ke gue?”
“Bisa iya. Bisa nggak. Seenggaknya perasaan lu enakan. Liat nih gue, jalan-jalan mulu dan nggak pernah tuh nagis karena cinta kayak elu.”
“Tapi kan elo jomblo terus.”
“….”
“….”
Hening.
“Hmmm…masa iya sih bisa gitu? Cuma jalan-jalan doang?” Gofar memecah diam di antara mereka.
“Bisa banget.”
“Gimana?”
“Gue mandi dulu.”
Sepuluh menit kemudian mereka sudah duduk di warung kopi depan kontrakan. Gofur pesan teh hangat, dan Gofar minum temulawak setelah diyakinkan bahwa warung tersebut tidak menjual baygon oplosan untuk ditenggak. Gofur mulai menjelaskan cara supaya travelling bisa menjadi obat mujarab untuk move on.
1. Pergi Sendirian
“Elo mandi apa nyabut singkong, cepet amat?”
“Yang penting basah.”
“Jadi gimana cara seperti yang elo bilang tadi?”
“Pertama. Elu pergi lah jalan-jalan sendirian. Kemana kek, nggak perlu jauh-jauh. Soalnya nih, kalo baru-baru putus semua makhluk bertulang belakang biasanya memasuki fase denial alias pengingkaran. Nggak terima kalo ternyata udah putus. Nah pas elu menyendiri, biasanya sisi kedewasaan itu muncul. Elu jadi ngerti kenapa elu diputusin. Elu jadi paham di mana kesalahan elu. Dalam kesendirian ada tantangan untuk sebuah pengauan kekurangan diri. Tempat dan orang baru bisa membantu lu memaafkan diri lu sendiri tanpa harus menyesal.”
“…”
“Weekend besok ke Monas, gih. Gue modalin tambang buat gantung diri.”
“Kampret!”
2. Pergi Bersama-sama
“Mpok, saya pesen kopi deh satu. Rada kentelan dikit!” Gofar memesan kopi untuk melawan kantuknya. “Terus yang kedua?”
“Pergi bareng. Rombongan. Sama siapa kek, kecuali sama mantan lu dan keluarga besarnya ya. Jangan. Bunuh diri itu mah. Kan sekarang banyak tuh yang buka open trip-open trip gitu. Ikut aja. Lu tau karena apa?”
“Karena harga cabe mahal?”
“Anying! Karena setelah melewati fase penyangkalan, elu bakal masuk ke fase kekosongan. Di mana semuanya nggak menarik bagi lu. Lu bakal banyak bengong kayak ayam kena tetelo. Nah di sini perlunya elu open minded. Most important, open your heart. Patah hati boleh. Sedih silahkan. Tapi melewatkan kesempatan jangan.”
“Melewatkan kesempatan?”
“Nih ya, dengerin gue Abdul Gofar bin Haji Sanusi. Waktu elu jalan-jalan nanti, bakal banyak cewek-cewek keren, cakep, lucu, walopun rada-rada dekil. Model pacar lu yang tempo hari mah di luaran sono aur-auran!”
3. Face Your Ghost
“Fur, kira-kira berapa biji lagi nih tips dari lo. Kalo masih banyak gue bawa kasur ke mari ama obat nyamuk bakar.”
“Banyak sih. Tapi ini yang terakhir deh. Kesian yang ngarang ama yang nulis ini cerita kalo kepanjangan.”
“Oke. Apa yang terakhir?”
“Kalo lu udah dapet wawasan baru, kenalan baru, sukur-sukur gebetan baru, lu bakal masuk ke fase…apa ya? Pokoknya di mana lu ngerasa bahwa kisah cinta lu sama mantan lu adalah hal konyol. Bikin lu ketawa kalo inget-inget lagi. Coba tempat dan momen apa yang berkesan selama lu pacaran?”
“Di bioskop, cipokan.”
“Ah terlalu general. Jutaan pasangan di Uganda juga pernah melakukan itu. Yang lain. Piknik bareng ke mana gitu?”
“Oh, Pulau Tidung. Jadi waktu itu gue dan dia ke sana, kita lompat bareng dari jembatan cinta. Berpegangan tangan setelah sebelumnya berikrar. Begini bunyinya…”
“Stop. Jangan diterusin atau seseorang bakalan muntah darah. Intinya gue udah nangkep. Nah, setelah putus coba lu kunjungin lagi tempat itu.”
“Atuh makin susah dong move on.”
“Makanya jalanin dulu step 1 sama 2. Step terakhir ini untuk menguji seteguh apa dan sepenting apa dia di hati lu. Di situ bakal berasa, lu harus berjuang lagi dapetin dia atau udah lepas sama sekali. Face your ghost. Rasanya mungkin menakutkan. Tapi lu inget konsep Bob Kane, si pengarang Batman. Kenapa si Bruce Wayne memilih kelelawar daripada ikan julung-julung buat jadi simbol alter egonya? Karena dia takut sama kelelawar. Dia nggak mau kalah sama rasa takutnya. Face his own ghost, it healing. Berlaku juga buat kenangan. Takdir kenangan indah cuma dua. Diperjuangkan kalo mau terulang, dan dibunuh kalo mau dihilangkan. Face it. Don’t quit.”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gofar membuka matanya. Matahari sabtu pagi bersinar lembut. Tidak ada lagi ringtone khusus ponsel tanda pesan masuk yang mengucapkan selamat pagi dan mengingatkan untuk segera mandi lalu sarapan. Gofar membangunkan Gofur di kasur atas.
“Nyet, bangun. Aterin gue, yok!”
“Keparat banget sih lu, pagi-pagi. Anterin ke mana?”
“Toko outdoor. Gue mau beli ransel, gue mau naik gunung.”
Gofur tersenyum. Dia tau maksud sahabatnya.
“Yuk, gue bedakan ama bentuk alis dulu, ya.”
“Bangsat…”
“Fur, kira-kira berapa biji lagi nih tips dari lo. Kalo masih banyak gue bawa kasur ke mari ama obat nyamuk bakar.”
“Banyak sih. Tapi ini yang terakhir deh. Kesian yang ngarang ama yang nulis ini cerita kalo kepanjangan.”
“Oke. Apa yang terakhir?”
“Kalo lu udah dapet wawasan baru, kenalan baru, sukur-sukur gebetan baru, lu bakal masuk ke fase…apa ya? Pokoknya di mana lu ngerasa bahwa kisah cinta lu sama mantan lu adalah hal konyol. Bikin lu ketawa kalo inget-inget lagi. Coba tempat dan momen apa yang berkesan selama lu pacaran?”
“Di bioskop, cipokan.”
“Ah terlalu general. Jutaan pasangan di Uganda juga pernah melakukan itu. Yang lain. Piknik bareng ke mana gitu?”
“Oh, Pulau Tidung. Jadi waktu itu gue dan dia ke sana, kita lompat bareng dari jembatan cinta. Berpegangan tangan setelah sebelumnya berikrar. Begini bunyinya…”
“Stop. Jangan diterusin atau seseorang bakalan muntah darah. Intinya gue udah nangkep. Nah, setelah putus coba lu kunjungin lagi tempat itu.”
“Atuh makin susah dong move on.”
“Makanya jalanin dulu step 1 sama 2. Step terakhir ini untuk menguji seteguh apa dan sepenting apa dia di hati lu. Di situ bakal berasa, lu harus berjuang lagi dapetin dia atau udah lepas sama sekali. Face your ghost. Rasanya mungkin menakutkan. Tapi lu inget konsep Bob Kane, si pengarang Batman. Kenapa si Bruce Wayne memilih kelelawar daripada ikan julung-julung buat jadi simbol alter egonya? Karena dia takut sama kelelawar. Dia nggak mau kalah sama rasa takutnya. Face his own ghost, it healing. Berlaku juga buat kenangan. Takdir kenangan indah cuma dua. Diperjuangkan kalo mau terulang, dan dibunuh kalo mau dihilangkan. Face it. Don’t quit.”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gofar membuka matanya. Matahari sabtu pagi bersinar lembut. Tidak ada lagi ringtone khusus ponsel tanda pesan masuk yang mengucapkan selamat pagi dan mengingatkan untuk segera mandi lalu sarapan. Gofar membangunkan Gofur di kasur atas.
“Nyet, bangun. Aterin gue, yok!”
“Keparat banget sih lu, pagi-pagi. Anterin ke mana?”
“Toko outdoor. Gue mau beli ransel, gue mau naik gunung.”
Gofur tersenyum. Dia tau maksud sahabatnya.
“Yuk, gue bedakan ama bentuk alis dulu, ya.”
“Bangsat…”
==========================================================================
Tulisan ini adalah proyek menulis bersama @benbenavita, @andhikaMPPP dan @wandasyafii. Jadi temanya adalah "cara". Berikut tulisan kece karya mereka yang lain:
Selamat membaca. Ohiya, Mas Andhika harusnya ada tulisannya. Mengingat beliau sibuk jadi timses cagub nomor 16, jadi tulisannya akan dipublish kemudian. Tunggu saja. Waspadalah! Happy Reading! Jangan lupa teloletnya ya... =)