Monday, 27 March 2017

Naik Bus Wisata Werkudara di Solo

Naik bus keliling kota dengan kemasan reksreasi tentu bukan barang baru dalam dunia pariwisata. Namun, di Indonesia rasanya masih jarang. Bahkan sebelum Solo merilis bus wisata Werkudara, rasanya belum ada kota lain di Indonesia yang punya konsep berwisata keliling kota dengan wahana berupa bus tingkat. Atau sebetulnya sudah ada, tapi gaungnya kurang terdengar? Bisa jadi.

Saya sih hanya berharap bus wisata Werkudara di Solo ini bisa bertahan. Bahkan kalau bisa lebih baik. Harga tiketnya yang murah, bus yang ikonik, mengedukasi, dan beroperasi di kota dengan ciri khas budaya yang kental.

Saya kira bus Wisata Werkudara ini hanya untuk dicarter dan khusus rombongan. Dan memang benar, tapi itu hanya untuk hari biasa Senin-Jumat. Untuk hari libur atau Sabtu-Minggu, khusus untuk perorangan. Untuk naik bus wisata Werkudara ini saya hanya perlu membeli tiket seharga Rp. 20.000 di loket kantor Dinas Perhubungan Kota Solo. Letaknya ada di belakangan Stadion Manahan. 
Iya biarin yang laen mah berpasangan, saya mah meluk tiang. Biariiinnn...
 Agak kesasar sih saya pas ke sini, saya malah ke bagian depan stadion yang ada patung Bung Karno. Tapi setelah bertanya ke Dalmas bersepeda, dengan ramah saya diarahkan untuk menuju belakang stadion. Jadwal keberangkatan bus wisata Werkudara ini adalah Jam 09.00, 12.00, dan 15.00. Sebetulnya saya ingin mengejar yang jam 09.00, tapi tidak sempat karena berputar dari depan ke belakang stadion lumayan jauh.

Akhirnya tiket sudah ditangan. Kantor Dishub ini selalu ramai oleh armada angkutan umum atau barang yang ingin mengurusi surat-surat atau KIR kendaraan mereka. Untuk loket tiket bus wisatanya ada di sebelah kanan pintu masuk. Waktu itu saya dilayani oleh Mbak-mbak manis dan ramah. Saya ditanya mau keberangkatan jam berapa, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Jomblo baper mah udah seneng banget, nih, ditanya kayak gini. Saya kebagian yang jam 12.00 dan diminta datang 15 menit sebelum bus berangkat. 

Enak amat couple di Solo, modal dua puluh ribu doang bisa keliling kota
Ternyata yang naik bus wisata Werkudara ini tidak cuma wisatawan loh. Keluarga, orang tua, sampai pemuda-pemudi pacaran yang mengiris hati sepi ini, banyak yang ikut juga. Bus terbagi jadi dua tingkat. Eit, jangan khawatir tidak dapat spot pewe di bagian atas karena nanti penumpang akan dirotasi bergantian.

Bus melaju dengan kecepatan sedang di jalanan Kota Solo yang jarang kena macet. Melewati tempat-tempat penting, atau bersejarah. Misalnya kantor walikota, Stadion Sriwedari yang merupakan stadion pertama di Indonesia, pasar ikonik Gedhe, ruas jalan Selamet Riyadi, Keraton, Pasar Klewer, hingga memutar balik di perbatasan antara Solo-Karanganyar. Sepanjang perjalanan kita akan dipandu oleh seorang guide perempuan bersuara merdu dengan logat Jawa. 
Gagah, ya?
Untuk yang keberangkatan jam 12.00, bus berhenti di depan Bank Indonesia Solo. Penumpang dipersilahkan turun untuk berfoto-foto dengan bus wisata ini. Duh, berfoto dengan bus tidak pernah sebahagia ini. 
Gimana? Mirip Arjuna, gak?
Karena kebetulan rute busnya lewat Keraton, saya minta diturunkan di depan Keraton. Jadi tidak perlu balik lagi ke hati usang miliknya yang sudah bahagia dengan yang lain. Eh, gimana? Maksudnya tidak perlu kembali ke kantor Dishub, selain jauh, ya untuk hamat biaya. Karena Keraton Surakarta ini masuk dalam list intinenary saya dalam solo travelling goes to...ummm...Solo.

Saran saya sih, coba atap busnya dibuka biar kayak di kota-kota luar negeri gitu. Tapi memang perlu kerjasama dengan beberapa pihak untuk menertibkan kabel-kabel dan dahan pohon di sepanjang rute bus wisata Werkudara ini. Tidak lucu kan ada yang nyangsang di pohon atau kesetrum karena ikut bus wisata dengan atap terbuka?

Demikian cara naik bus wisata Werkudara di Solo. Gih buruan, cus~~ 

Tante, telolet, tante!


Share:

Monday, 20 March 2017

Cemara Residence, Solusi Penginapan Murah di Semarang

Mencari penginapan memang hal yang gampang gampang susah saat traveling. Karena tiap orang pasti berbeda standar dalam hal kenyamanan bermalam walau hanya sementara ini. Kadang kita dihadapkan pada beberapa variabel soal penginapan. Ada yang sudah cocok dengan fasilitasnya, tapi tidak cocok dengan harganya. Ada yang cocok dengan harganya, tapi kurang sreg karena tidak ada televisi dan layanan wi-fi. Ada yang cocok harga dan fasilitas, tapi lokasinya nun jauh dari kota sehingga sulit untuk akses ke mana-mana. Ada yang semuanya sudah cocok tapi kedua orang tua tidak merestui. Loh? Ini gimana?

Saya menemukan penginapan ideal bagi siapa saja yang ingin berpelesir ke Semarang. Cukup banyak objek wisata menarik di ibukota Jawa Tengah ini, sehingga rasanya kurang sahih kalau tidak menginap. Sebelum saya mengulas tentang penginapan ini, saya akan cerita bagaimana saya menemukan tempat bermalam yang sangat saya rekomendasikan ini.

Saya ke Semarang sudah dua kali. Kali pertama saya dan teman-teman di antar oleh abang-abang becak ke sekitar Pasar Johar, dekat kawasan Kota Tua. Si abang jamin penginapan pilihannya adalah yang termurah. Well, 150.000 rupiah per malam memang cukup murah, apalagi saat itu saya sekamar berdua dengan teman.

Lokasi penginapan pilihan abang becak ini persis di tengah pasar. Harap di-highlight, pasar tradisional. Tepat di depan pintu gerbangnya banyak orang berjualan. Bising, jangan ditanya. Dan yang paling membuat saya dan teman-teman tidak nyaman adalah, di sebelah ada karoke dangdut. Ketika saya dan teman-teman usai keliling Semarang malam hari, banyak yang menawarkan jasa esek-esek ke kami. Kami yang semuanya bertampang anak kajian ini tentu saja jadi canggung. Dan parahnya di malam hari, ketika saya dan teman saya sudah hendak tidur, terdengar suara desahan, merintih, dan setengah teriak yang tidak mungkin keluar dari orang yang sedang betulin genteng atau nambal kloset bocor. Suaranya kompak ada dua. Cowok, dan cewek. Hemmm…

Tanpa pikir panjang besok paginya kami check out. Nah kan, harga murah saja belum cukup kalau lingkungannya membuat kita sedikit lebih dekat pada api neraka. Asik. Setelah googling dan cari di situs pesan hotel yang banyak banget itu, kami belum menemukan juga penginapan idaman mengingat kriteria yang teman-teman saya patok lumayan susah:

1. Murah (Ini mutlak)

2. Nyaman

3. Di tengah kota biar kalau mau beli oleh-oleh gampang

4. Jangan ada anu-anuan lagi

Terlihat tidak tahu diri memang, mana ada nyaman, ada di tengah kota, dan lingkungan memadai tapi murah. Tapi yang namanya rejeki memang selalu beserta para pejalan-pejalan melarat. Di Jl. Indraprasta, selepas kami dari Klenteng Sam Pho Kong, kami menemukan Cemara Residence. Sebuah penginapan kecil dalam satu bangunan ruko. 


Dengan antusias kami masuk dan bertanya-tanya. Ternyata Cemara Residence ini mengusung konsep kos-kosan harian. Ada beberapa kamar. Waktu itu saya tidak sempat mereview . Nah di kunjungan ke dua saya ke Semarang ini tanpa ragu saya kembali ke Penginapan sederhan namun rapih ini. Saya sempatkan untuk mencatat apa-apa yang menjadi perhatian saya.

Ada dua ukuran kamar, yaitu kapasitas 1 atau 2 orang. Kapasitas 1 orang harganya Rp. 85.000, yang ukuran 2 orang Rp. 120.000. Mursidah, kan, bo? Binggo! Kalau mau extra bed tinggal tambah Rp. 20.000. Sudah begitu masing-masing kamar full AC dengan kehigienisan terjaga. Memang tidak mendapat fasilitas meals apa pun. Tapi ada sebuah dispenser dan satu set TV dengan channel lengkap di ruang tengah yang bisa dipakai sampai puas. Dan juara dari semua fasilitas di Cemara Residence ini adalah, yak, free wi-fi. Puas-puasin deh ngeyoutube drakor sampai tobat. 
Bawa PS 4 seru, nih.

Udah jomblo mah jangan macem-macem, satu kasur cukup
Kalo ada yang tanya kamar mandinya di mana: Jawabnya ada, di ujung sana, kita ke sana dengan segenggam sabun
Saya tidak bilang bahwa kamar mandi di luar adalah sebuah kekurangan Cemara Residence ini, bagi saya tidak masalah. Tapi untuk yang khawatir mengantri jika sewaktu-watu perlu ke kamar mandi, tenang, kamar mandinya ada dua kok. Jadi bisa sedikit meminimalisir antrian. Utamanya pagi hari. Klosetnya WC duduk pula, mewah dan bersih. 

Soal akses tidak perlu khawatir. Bandara dekat. Kawasan oleh-oleh Pandanaran, tinggal koprol. Stasiun, cukup naik angkot sekali. Persis di depannya ada minimarket. Kalau malam, bertebaran pedagang makanan mulai dari yang khas seperti tahu gimbal, sampai yang universal semacam sate padang. Goks, kan?

Kalau mau cari yang lebih murah sebetulnya banyak. Tapi saya kok tidak yakin akan mendapat fasilitas sedemikian prima. Cemara Residence ini adalah solusi penginapan murah di Semarang. Bayangkan, di saat penginapan dengan kelas yang sama menawarkan harga dua hingga tiga kali lipatnya, Cemara Residence hanya butuh selembar Rp. 100.000 dan itu masih kembali Rp. 15.000, lumayan buat nyicil biaya katering nikahan yang naik terus padahal harga minyak dunia dan pasaran daging ayam suwir sedang kolaps. Dah buruan cus, main ke Semarang. Asyik lho di sana. =) 

Kan, kan, kan...rame, kan?




Share:

Wednesday, 15 March 2017

Kong: Skull Island

Ekspresi lo, ketika kelebihan pakai Wak Doyok. (Sumber: Google)

Kenapa saya akhirnya memutuskan untuk lebih tertarik Kong : Skull Island daripada Logan adalah, karena saya suka dengan dua versi film sejenis di tahun 1976 dan 2005 dengan judul King Kong. Entahlah Skull Island ini dimaksudkan untuk meremake King Kong atau memang Kong: Skull Island ini adalah ide yang benar-benar baru. Tapi kalau memang ide baru, premisnya masih sama, tentang hewan buas yang ternyata mempunyai hati seorang ksatria.

Perbedaan paling mencolok Kong: Skull Island dengan pendahulunya adalah dari segi cerita dan ritme alur film. Pemicu cerita memang masih seorang ilmuwan gila penuh ambisi yang percaya bahwa di bumi ini ada tempat yang belum pernah dipijaki manusia. Namun bedanya dengan King Kong, ilmuwan ini tidak ditemani sekelompok pembuat film dan artis Broadway.

Lalu bagaimana ritmenya? Nah ini. Dari awal, Skull Island tidak memberi ruang untuk misteri “apakah makhluk itu betulan ada?”. Rasanya, di awal film penonton sudah mendaki seperempat dari bukit-bukit cerita. Sangat sedikit dialog-dialog tentang adanya sebuah tempat misterius dan adegan perdebatan apakah itu mitos atau bukan. Saking cepatnya dialog-dialog itu, saya sampai luput menemukan alasan kenapa ahli hutan yang diperankan Tom Hidlestone bisa ditemukan di sebuah ‘karoke dangdut’ di Saigon, jago silat pula. Dan penonton tidak akan peduli dengan logika bagaimana bisa ada fenomena alam berupa aurora di sebuah pulau di Pasifik selatan.

Skull Island jauh lebih banyak actionnya tanpa ada romansa bikin baper atau cinta terlarang Gorilla raksasa yang kebuasannya takluk oleh tatapan bermuatan kasih dari mata seorang wanita. Yup, full action. Hide and seek. Jebret. Duar. Agh. Njing. Dan diselingi dengan lanskap hutan tropis dan set yang saya yakin berlokasi di Phi Phi Island, atau Ha Long Bay. Atau mungkin Raja Ampat. Pokoknya indah banget, anak pecinta alam kalau nonton film ini pasti bawaannya pengen buka tenda.

Tom Hidlestone, walaupun dia memerankan salah satu tokoh sentral, tapi rasanya kok ya tertutup dengan karakter Samuel L Jackson yang bossy, otoriter, dan nyebelin kampret. Mungkin karena saya terlanjur teracuni bahwa Tom adalah Loki yang jahat. Makanya ketika dia jadi protagonis seperti melihat gebetan yang dulunya bad menjadi nice. Menyenangkan sih, tapi ngebosenin.

Lalu sosok Kong di sini sangat berhasil dikesankan menjadi makhluk yang perkasa nan ksatria. Karena di sini plotnya mengharuskan sang makhluk perkasa ini mempunyai musuh bebuyutan. Jadi tercipta pemikiran good and bad guy. Tampilannya pun lebih gagah, tidak lagi realis seperti gorilla di kebun binatang tapi ukurannya gigantis.

Jadi secara keseluruhan, apa yang bisa didapat dari Kong: Skull Island? Selain kumpulnya tokoh Marvel seperti Tom (Loki), Samuel Jackson (Nick Fury), dan Brie Larson (Captain Marvel), penonton akan banyak terkaget dengan scoring ala film horror di mana banyak adegan munculnya sesuatu secara tiba-tiba. Kita tidak bisa istirahat barang sebentar, karena film ini adalah satu adegan action ke adegan action berikutnya.

Kalau memang pilihannya adalah film ringan tapi tetap menegangkan, ya Kong: Skull Island ini sangat boleh disaksikan.
Share: