Wednesday, 15 November 2017

Pentingnya Suku Cadang Berkualitas Pada Moda Transportasi Saat Travelling

Jika sedang travelling, berbeda tujuan dan tempat akan berbeda pula moda, pola, dan kombinasi transportasi yang saya gunakan. Waktu ke Malaysia, saya dimanjakan dengan nyamannya sistem tranportasi yang terintegerasi melalui MRT, LRT, dan bus GO KL yang gratis. Berbeda cerita dengan di Vietnam. Waktu ke sana saya dan travelmate sepakat akan menyewa mobil, biar enak dan fleksibel pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Namun, hal tersebut kami urungkan karena ternyata di Vietnam semua mobilnya menggunakan setir sebelah kiri seperti di Amerika. Demi keamanan kami dan warga masyarakat sekitar dari huru hara tidak diinginkan dengan menjadi buronan polantas setempat, kami memutuskan pakai jasa travel lokal saja atau naik kendaraan umum hop on hop bus.

Pengalaman unik bertransportasi lainnya saya alami masih di Vietnam, yaitu waktu mengunjungi Mui Ne. Sebuah daerah pesisir yang terkenal akan padang pasir Sand Dunne-nya. Di sana paling make sense memang menyewa sepeda motor. Saya baru tahu kalau di Vietnam, penggunaan helm cetok masih diperbolehkan asal kecepatan maksimal 40 km/jam. Deg degan juga berkendara dengan safety tools minim seperti itu, ditambah lagi jalur yang terbalik di mana jalur cepat ada di kiri dan lambat ada di kanan. Tapi untungnya kendaraan yang saya dan teman-teman pakai cukup sehat, baik komponen suku cadang utama maupun accessories-nya. Jadi aman. 
Siap touring

Lain lubuk lain ikannya, lain hati lain mantannya. Eh gimana, gimana? Maksud saya berbeda cerita dengan travelling saya di dalam negeri. Indonesia yang cantik ini kan alamnya adalah yang terkomplit di dunia, jadi kebanyakan trip saya adalah mengunjungi alam di Indonesia. Masalahnya adalah, banyak tempat yang sulit aksesnya. Waktu ke Dieng misalnya, saya naik minibus yang nampaknya kampas remnya sudah tidak layak sedangkan medan jalan begitu menanjak dan berliku. Hingga di satu titik ketika berhenti kendaraan tersebut mundur tanpa bisa dikendalikan. Untungnya nasib penumpang terselamatkan dengan masih berfungsinya rem tangan. Kalau tidak, mungkin saat itu saya dan beberapa penumpang lain sudah tidak karuan mendarat di kebun sayur yang terletak beberapa meter di bawah jurang. Duh, ini si pengelola kendaraannya kurang memperhatikan suku cadang yang berkualitas buat mobilnya.

Waktu ke Curug Ciampea di Bogor pun begitu. Kali ini saya naik motor. Untuk menuju lokasi curug harus lewat jalan menanjak yang ekstrem. Pas di depan sebuah sekolah SD, motor saya tergelincir karena rem yang tidak kuat menahan gaya tarik gravitasi terhadap motor. Saya jatuhkan deh itu motor daripada saya ikut mundur dan nyemplung ke jurang yang entah ada apa di bawahnya. Selain shock, malu juga karena saya jadi tontonan anak-anak SD yang justru pada bertepuk tangan.

Jadi saran saya, kalau ingin travelling, khususnya dengan moda yang kita kendarai sendiri, wajib untuk cek terlebih dahulu apakah suku cadangnya masih berfungsi atau sudah harus diganti. Bisa bahaya jika tidak proper, karena ini berhubungan safety. Apalagi jika bepergiannya dengan kendaraan pribadi milik sendiri, perawatan wajib menjadi perhatian utama. Kadang memang malas berurusan dengan ‘printilan-printilan’ kendaraan karena tidak mengerti. Maka dari itu, pilih saja suku cadang yang menjamin. Seperti Bosch suku cadang berkualitas.

Kekhawatiran rem yang bermasalah tidak perlu terjadi karena Bosch menyediakan satu paket produk brake equipment. Seperti brake disc dengan kualitas yang memastikan keamanan dan tentu saja tahan lama, jadi tidak perlu sering-sering ganti. Disc ini juga membuat sistem pengereman yang smooth, dan halus seperti PDKT ke gebetan yang perlahan-lahan tapi bikin nyaman. Lalu ada juga brake pad, ini nih yang ngetop dengan sebutan ‘kampas rem’. Saya biasanya sebulan sekali ganti untuk bagian ini di motor saya. Dengan Bosch Brake Pad, kemungkinan durasi ganti kampas ini bisa diperpanjang. Brake pad ini menggunakan formula bebas asbes, jadi ramah lingkungan. Saya biar begini-begini suka naik gunung, loh. Jadi wajib mencintai alam sekitar.

Sampai mana tadi? Oh iya, kampas rem. Brake pad produksi Bosch ini juga memiliki teknologi yang mampu meredam dan menstabilkan friksi yang terjadi antara rem dan disc. Jadi kalau memang harus berhenti mendadak, guncangan bisa diminimalisir. Terakhir, dalam paket brake ini ada brake shoes. Dengan shoes dari Bosch ini, pengendara tidak perlu dalam-dalam menginjak rem. Desainnya membuat pemasangan jadi mudah, dan mampu meredam panas akibat gesekan karena tahan hingga suhu 350 derajat Celsius. Yang sering antar-jemput pacar Jakarta-Tambun tidak perlu khawatir rem menjadi overheating. Paket suku cadang produk rem dari Bosch yang berkualitas membuat kaki-kaki kendaraan menjadi solid.
Seperangkat rem dari Bosch


Banyak lagi loh suku cadang berkualitas yang ditawarkan Bosch untuk kendaraan di Indonesia. Walaupun Bosch adalah produk Eropa, kita yang di Indonesia tidak perlu khawatir. Karena Bosch merupakan teknologi Jerman untuk kendaraan Asia. Kita bisa memilih sesuai kebutuhan, ada accu (battery), busi, lampu, klakson, dan pelumas. Oh iya, apalagi sekarang masuk musim penghujan, biasanya banyak keluhan soal busi yang dingin, atau wiper yang kurang optimal. Di Bosch, semua ada. Karena Bosch solusi berkendara aman, merawat kendaraan dengan suku cadang berkualitas. Masih ragu? Bisa lihat katalognya di corporate website Bosch Automotive Aftermarket.

So, jangan sampai kegiatan travelling yang sejatinya menyenangkan malah menjadi beban pikiran karena salah dalam memilih suku cadang. Bosch sebagai penyedia suku cadang yang berkualitas, siap menjadi partner jalan-jalan.
Share:

Wednesday, 8 November 2017

Jembatan Galau di Pulau Tunda



Tenang, cetek kok bawahnya

Ada beberapa reaksi yang muncul dari orang yang bebeda ketika saya mengumumkan membuka trip ke Pulau Tunda. Di mana kalau saya kelompokkan menjadi populasi besar reaksi tersebut akan terbagi menjadi:

1. “Pulau Tunda? Di mana, tuh?”

“Serang.”

“Serang? Di mana, tuh?” 


2. “Pulau Tunda? Becanda aje lu, jodoh kali, ah, ditunda.” 


3. “Baru denger, gue. Lucu nama pulaunya. Pending Island.”

“Nah, makanya yuk ikut. Biar tau.”

“Jauh, ngggak?”

“2-3 jam lah dari Jakarta.”

“Jakarta mana, nih? Pusat? Barat? Timur?”

“BODO! NGADU PANCO AJA LU SONO AMA KANG BANGUNAN YANG BANGUN CANDI BOROBUDUR!”

Dari beberapa respon di atas, bisa ditarik kesimpulan kalau Pulau Tunda ini kurang terkenal. Kalau yang jarang liburan, pasti awama sama nama pulau yang asupan listriknya hanya dari maghrib sampai dini hari ini.

Padahal mudah loh menjangkaunya. Naik bus jurusan Merak, lalu turun setelah gerbang tol Serang Timur. Bilang saja “di patung” ke kondekturnya, dia pasti paham. Dari situ naik angkot ke Pelabuhan Karangantu. Enaknya sih carter, soalnya angkot jurusan Karangantu sangat jarang. Kalau pun ada, harus sambung menyambung. Repot.

Karangantu adalah pelabuhan tempat nelayan di Teluk Banten bersandar. Konon, sebelum Batavia di buka VOC sebagai pelabuhan, Karangantu adalah pelabuhan tersibuk di Indonesia. Bahkan mengalahkan Singapura. Di masa kini, Karangantu berfungsi jadi kampung nelayan, tempat pelelangan ikan, atau jalur masuk-keluar Kota Serang ke pulau-pulau di sekitarnya.

Adanya wisata Pulau Tunda ini menambah fungsi Karangantu sebagai pintu gerbang wisata bahari Kota Serang. Dari Pelabuhan Karangantu ke Pulau Tunda memerlukan waktu setidaknya dua jam. Buat yang sedikit-sedikit mabuk, wajib mendoping tubuh dengan antimo.

Di Pulau Tunda, infrastrukturnya hampir sama dengan pulau-pulau wisata lain di kawasan Kepulauan Seribu. Untuk menginap, kita akan ditempatkan di homestay penduduk setempat. Ketika kapal bersandar di dermaga Pulau Tunda, tidak akan ada kesan mendalam. Karena banyaknya puing bangunan dan sampah.

Walaupun begitu, spot snorkelingnya sangat menghibur. Terumbu karangnya cukup bervariasi baik dalam bentuk maupun warna. Dari hard coral berbentuk kipas, otak manusia, meja, hati yang tersakiti, hingga soft coral tempat bernaungnya si Nemo. Sedikit saran dari saya, jika cuaca sedang cerah, snorkeling lah di sore hari menjelang senja. Karena apa? Karena Pulau Tunda memiliki harta karun berupa kawanan lumba-lumba yang tampaknya baru pulang dari aktifitasnya dengan riang. Mereka lompat mengiringi perahu, atau kadang-kadang mengikuti di belakang. Dan mendengar mereka mengeluarkan nafas dari paru-parunya dengan menyemburkan air dari lubang di atas kepalanya, saya seperti melihat keajaiban yang selama ini saya kira hanya dongeng.

Snorkeling adalah satu hal dari Pulau Tunda. Ada hal lain yang bisa ditawarkan pulau ini. Yaitu Jembatan Galau. Kurang tahu juga mengapa namanya jembatan galau. Guide yang mengantar saya pun tidak punya referensi khusus mengenai asal usul nama jembatan itu. Dia tidak mau berspekulasi lebih jauh apakah dahulu ada seseorang yang ditinggal kekasih saat lagi sayang-sayangnya kemudian membangun jembatan tersebut.

Untuk mencapai jembatan tersebut harus trekking sekitar sepuluh menit ke salah satu sisi pulau. Jembatan itu tidak menghubungkan Pulau Tunda dengan pulau lain. Jembatan Galau ini lebih mirip dermaga kayu untuk perahu kecil besandar. Di ujungnya hanya ada pemandangan langsung ke arah cakrawala luas.

Biar namanya Jembatan Galau, dijamin kalau ke sini galau jadi hilang. Air yang jernih, ombak yang gemulai, dan langit berwarna vanilla menjelang senja bikin lupa berbagai macam bill cicilan yang menunggu diseberang sana.

Yang habis putus cinta karena ditinggalkan dan dikecewakan, coba lah ke sini. Tatap cakrawala di ujung sana. Luas. Si dia hanya titik kecil di seberang sana. Saking kecilnya hatimu akan bertanya, “sekecil itu, pantas kah kutangisi?”

Bagaimana? Sudah galau?


Share: