Wednesday, 8 November 2017

Jembatan Galau di Pulau Tunda



Tenang, cetek kok bawahnya

Ada beberapa reaksi yang muncul dari orang yang bebeda ketika saya mengumumkan membuka trip ke Pulau Tunda. Di mana kalau saya kelompokkan menjadi populasi besar reaksi tersebut akan terbagi menjadi:

1. “Pulau Tunda? Di mana, tuh?”

“Serang.”

“Serang? Di mana, tuh?” 


2. “Pulau Tunda? Becanda aje lu, jodoh kali, ah, ditunda.” 


3. “Baru denger, gue. Lucu nama pulaunya. Pending Island.”

“Nah, makanya yuk ikut. Biar tau.”

“Jauh, ngggak?”

“2-3 jam lah dari Jakarta.”

“Jakarta mana, nih? Pusat? Barat? Timur?”

“BODO! NGADU PANCO AJA LU SONO AMA KANG BANGUNAN YANG BANGUN CANDI BOROBUDUR!”

Dari beberapa respon di atas, bisa ditarik kesimpulan kalau Pulau Tunda ini kurang terkenal. Kalau yang jarang liburan, pasti awama sama nama pulau yang asupan listriknya hanya dari maghrib sampai dini hari ini.

Padahal mudah loh menjangkaunya. Naik bus jurusan Merak, lalu turun setelah gerbang tol Serang Timur. Bilang saja “di patung” ke kondekturnya, dia pasti paham. Dari situ naik angkot ke Pelabuhan Karangantu. Enaknya sih carter, soalnya angkot jurusan Karangantu sangat jarang. Kalau pun ada, harus sambung menyambung. Repot.

Karangantu adalah pelabuhan tempat nelayan di Teluk Banten bersandar. Konon, sebelum Batavia di buka VOC sebagai pelabuhan, Karangantu adalah pelabuhan tersibuk di Indonesia. Bahkan mengalahkan Singapura. Di masa kini, Karangantu berfungsi jadi kampung nelayan, tempat pelelangan ikan, atau jalur masuk-keluar Kota Serang ke pulau-pulau di sekitarnya.

Adanya wisata Pulau Tunda ini menambah fungsi Karangantu sebagai pintu gerbang wisata bahari Kota Serang. Dari Pelabuhan Karangantu ke Pulau Tunda memerlukan waktu setidaknya dua jam. Buat yang sedikit-sedikit mabuk, wajib mendoping tubuh dengan antimo.

Di Pulau Tunda, infrastrukturnya hampir sama dengan pulau-pulau wisata lain di kawasan Kepulauan Seribu. Untuk menginap, kita akan ditempatkan di homestay penduduk setempat. Ketika kapal bersandar di dermaga Pulau Tunda, tidak akan ada kesan mendalam. Karena banyaknya puing bangunan dan sampah.

Walaupun begitu, spot snorkelingnya sangat menghibur. Terumbu karangnya cukup bervariasi baik dalam bentuk maupun warna. Dari hard coral berbentuk kipas, otak manusia, meja, hati yang tersakiti, hingga soft coral tempat bernaungnya si Nemo. Sedikit saran dari saya, jika cuaca sedang cerah, snorkeling lah di sore hari menjelang senja. Karena apa? Karena Pulau Tunda memiliki harta karun berupa kawanan lumba-lumba yang tampaknya baru pulang dari aktifitasnya dengan riang. Mereka lompat mengiringi perahu, atau kadang-kadang mengikuti di belakang. Dan mendengar mereka mengeluarkan nafas dari paru-parunya dengan menyemburkan air dari lubang di atas kepalanya, saya seperti melihat keajaiban yang selama ini saya kira hanya dongeng.

Snorkeling adalah satu hal dari Pulau Tunda. Ada hal lain yang bisa ditawarkan pulau ini. Yaitu Jembatan Galau. Kurang tahu juga mengapa namanya jembatan galau. Guide yang mengantar saya pun tidak punya referensi khusus mengenai asal usul nama jembatan itu. Dia tidak mau berspekulasi lebih jauh apakah dahulu ada seseorang yang ditinggal kekasih saat lagi sayang-sayangnya kemudian membangun jembatan tersebut.

Untuk mencapai jembatan tersebut harus trekking sekitar sepuluh menit ke salah satu sisi pulau. Jembatan itu tidak menghubungkan Pulau Tunda dengan pulau lain. Jembatan Galau ini lebih mirip dermaga kayu untuk perahu kecil besandar. Di ujungnya hanya ada pemandangan langsung ke arah cakrawala luas.

Biar namanya Jembatan Galau, dijamin kalau ke sini galau jadi hilang. Air yang jernih, ombak yang gemulai, dan langit berwarna vanilla menjelang senja bikin lupa berbagai macam bill cicilan yang menunggu diseberang sana.

Yang habis putus cinta karena ditinggalkan dan dikecewakan, coba lah ke sini. Tatap cakrawala di ujung sana. Luas. Si dia hanya titik kecil di seberang sana. Saking kecilnya hatimu akan bertanya, “sekecil itu, pantas kah kutangisi?”

Bagaimana? Sudah galau?


Share:

10 comments:

  1. Mungkin Tuhan sewaktu bikin pulau itu, bikinnya pakai ditunda-tunda dulu. Wqwq. Astagfirullah.

    Mungkin pas ke Jembatan Galau itu bisa dipadukan dengan Goyang Dumang yang katanya bisa bikin galau hilang~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah ide bagus itu, Yog. Bisa flash mob berjamaah =D

      Delete
  2. Sepertinya jembatan galau cocok nih buat yang jomblo hahaha
    nama pulau nya itu lo...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yang punya pacar tapi rasa jomblo juga cocok, Mas. Ahay!

      Delete
  3. Wah pulau tunda, pending island hehehe. Tapi lumayan ini buat referensi kalau udah jenuh di keramaian Jakarta. Jujur sih saya belum pernah ke banten. Tapi kalau selain naik bus ke arah merak, naik KRL kira-kira bisa nggak mas? Ke rangkas bitung misalnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Naek KRL bisa. Dari Tanah Abang ke Rangkas Bitung, lalu nyambung kereta biasa ke Serang. Bisa dicoba. Tinggal mencocokkan jadwal keberangakatannya saja.

      Delete
  4. Wah aku baru denger tentang pulau Tunda boleh banget kalo mau cari pantai dekat Jakarta yaaa... sebelumnya aku cuma tau Carita sama Anyer aja. Thanks infonya ^^

    ReplyDelete
  5. pernah ke pulau Tunda tapi jembatannya yg mana ya? ngehnya menaranya yang disebut2 "Eifell dari Pulau Tunda" hehehehe

    ReplyDelete
  6. Mungkin bukan kurang terkenal tapi mereka yang kurang info, haha... Saya pun juga baru tau Pulau Tunda ini. Ada jembatan galau juga. Asal jangan ngikut galau trus nyebur...

    ReplyDelete
  7. senang banget, punya blog isinya foto-foto indah penuh kenangan he....

    ReplyDelete