Roda pesawat belum sepenuhnya menyentuh landasan. Tetapi saya melihat butir-butir air mulai menggarisi jendela pesawat. Kota Bangkok hujan. Walah, kok hujan? Padahal satu minggu penuh saya diberi cuaca sangat cerah ketika di Kamboja, dan Laos. Semoga hanya gerimis, harap saya dalam hati. Tapi semakin pesawat mengurangi ketinggiannya hingga mendarat, hujan malah semakin deras.
Ini adalah pertama kalinya saya ke Thailand. Jujur, saya clueless harus ke mana setelah keluar dari Don Mueang International Airport sore itu. Seharusnya saya ke hostel yang sudah saya pesan. Tapi karena enggak tahu mau ke mana, saya cukup lama bolak-balik cari informasi kayak ikan arwana kurang jangkrik.
Ketika saya sedang duduk di pinggir pintu ke luar bandara, lewat sebuah bus bernomor A4 dengan jurusan Don Mueang Airport-Khaosan Road. Aha! Otak saya yang setengahnya terdiri dari neuron dan sisanya mecin, secara spontan menarik sebuah kesimpulan. Saya ingat waktu saya booking hostel, diinformasikan bahwa letaknya hanya 600 meter dari Khaosan Road yang terkenal itu. Tanpa ragu saya seret tas saya dan dengan tergopoh naik ke bus.
Busnya nyaman, dingin banget karena mungkin angin AC yang bercampur hawa hujan. Baru saya ketahui bahwa semua bus di Bangkok kondekturnya wanita. Dengan sopan dia menggoyangkan sebuah benda berbentuk tabung yang isinya uang receh sehingga bunyi benturan anataruang logam bergemericik, tanda meminta ongkos. Sama kayak di Jakarta, cuman kalau di Jakarta enggak pakai tabung dan yang nagih ongkos abang-abang pakai handuk good morning. Saya membayar 50THB sesuai tarif.
Rasanya di Bangkok lelah saya baru terasa setelah semingguan full di Kamboja-Laos banyak berjalan kaki. Saya memilih bersandar di kursi bus. Pemandangan petang Bangkok yang hujan tidak menarik minat saya. Sama saja seperti jalanan Jakarta, hanya saja tidak ada suara klakson.
Sekitar satu jam, saya diberitahu kondektur untuk bersiap. Di sebuah halte, saya turun. Dan ternyata tidak tepat di Khaosan Road. Khosan Road masih beberapa puluh meter di depan. Saya mengeluarkan print out booking hostel. Dan saya menyadari betapa bodohnya hamba Tuhan satu ini.
Begini, harusnya saya booking untuk dua malam. Untuk malam ini, dan lusa. Dan yang tertera di kertas booking-an saya cuma untuk lusa. Wich is malam ini saya belum dapat penginapan. Duh, rasanya kepengen nantangin semua bule yang ada di sekitar situ buat adu panco saking keselnya. Suasana diperburuk dengan turunnya hujan yang semakin deras. Untung saya bawa payung. Niat saya yang tadinya mau cari makan dulu, langsung berbelok menjadi cari penginapan dulu. Dalam hati ini sudah berteriak, “PE’AK, DASAR PE’AK! MAKANYA BESOK-BESOK KALO BOOKING HOSTEL JANGAN SAMBIL PANEN LELE!!!”
Okay. Tenang. Saya berada di jalan utama Phranakorn, Bangkok. Di sepanjang jalan itu ternyata banyak hostel, karena memang letaknya dekat dengan Khaosan Road yang daerah favorit turis. Kepanikan saya sedikit berkurang. Di tengah hujan, saya menyusuri trotoar dan justru menjauhi kawasan Khaosan. Hujan-hujan gini males ke tempat ramai. Saya menemukan tulisan di neon box ‘218 House’. Saya masuk dan menanyakan ketersediaan kamar. Ada! Bentuknya mixed dorm dengan delapan tempat tidur. Boleh lah saya ambil tanpa melihat lagi bagaimana kamarnya. Yang penting tidur dulu.
Kamarnya ada di lantai 2. Interiornya dominan putih, senada dengan sprei dan ranjangnya. Ada dua kamar mandi yang terletak di luar kamar tidur. Hospitality-nya sangat prima, walaupun sederhana, tetapi membuat saya betah. Kalau enggak ingat belum makan, rasanya saya ingin langsung tidur di kasurnya.
Harganya 250THB dengan deposit sebesar 200THB. Harga tersebut sudah termasuk sarapan, kopi, dan free wifi. Dan yang paling berkesan adalah, pemilik hostel ini sangat ramah. Sepasang suami istri. Misalnya ketika tahu saya ingin mecari makan, dia merekomendasikan beberapa tempat makan. Dia pun tahu bahwa Orang Indonesia kemungkinan besar mencari makanan halal. Sang istri menunjukkan arah di mana saya bisa makan martabak kubang, nasi biryani, atau restoran kebab yang enak tapi murah. Bahkan dia dengan senang hati memberitahu letak masjid kalau-kalau saya ingin shalat berjama’ah.
Suami istri ini pun sangat informatif. Dia mengatakan cuaca di Bangkok sudah hujan melulu sejak dua hari yang lalu imbas badai di Filipina.
“So, what will you do in Bangkok?”
“Just looking around. May be to Wat Po, tomorrow.”
Si isteri mengambil tablet Samsungnya dan membuka Google Maps lalu menunjukkan arah ke Wat Po, Wat Arun, dan Royal Palace yang ternyata tidak begitu jauh. Dia menyarankan saya untuk tidak naik tuktuk, dia khawatir karena saya sendirian dan nanti dikasih harga mahal. How kind they are. Sebelum tidur, mereka menyalami saya dan mengucapkan good night. Baik banget kan? Rasanya pengen banget mangil beliau "Emak-Abah" lalu salim sebelum saya berangkat jualan opak, eh, keliling Bangkok maksudnya.
Paginya saya mesti check out dan mencari penginapan saya yang seharusnya. Saya tidak sempat mengambil foto 218 House ini karena terburu-buru dan juga karena bentuknya yang ternyata hanya ruko. Saya lumayan terkejut begitu keluar pagi-pagi tepat di depan lobby sudah banyak orang dagang baju, makanan, sampai nomor lotere. Jadi Hostel ini mepet banget sama toko-toko lain. Kalau dibilang kekurangan, ya ini kekurangannya sih. Soalnya jadi berisik.
Penginapan saya yang seharusnya beralamat di 21 Samsen Road, Samsen Soi 6. Masih di ruas jalan Phranakorn, tapi berbeda sekitar 4 gang dari hostel yang pertama. Namanya Blue Chang House. Tidak ada pemilik ramah. Karena saya disambut karyawan yang bekerja di hostel tersebut. Harga per malamnya 300THB dan tanpa uang deposit.
Untuk hospitality, Blue Chang House sedikit lebih baik. Karena dia memiliki bangunan sendiri, tidak di ruko. Bangunan utamanya terletak di belakang lobby. Kamar mixed dorm yang saya pesan ada di lantai 2. Material utama hostel ini adalah kayu dengan cat dominan cokelat strip biru, membuat hostel ini begitu autentik. Bagitu masuk kamar saya disambut pencahayaan temaram namun pas. Walaupun dorm, kesan elegannya tidak hilang karena di dalam kamar pun tetap mempertahankan aksen kayu dan jumlah tempat tidurnya hanya empat. Pengharum ruangan dengan aroma woody menegaskan konsep simply nature hostel ini.
Ini adalah pertama kalinya saya ke Thailand. Jujur, saya clueless harus ke mana setelah keluar dari Don Mueang International Airport sore itu. Seharusnya saya ke hostel yang sudah saya pesan. Tapi karena enggak tahu mau ke mana, saya cukup lama bolak-balik cari informasi kayak ikan arwana kurang jangkrik.
Ketika saya sedang duduk di pinggir pintu ke luar bandara, lewat sebuah bus bernomor A4 dengan jurusan Don Mueang Airport-Khaosan Road. Aha! Otak saya yang setengahnya terdiri dari neuron dan sisanya mecin, secara spontan menarik sebuah kesimpulan. Saya ingat waktu saya booking hostel, diinformasikan bahwa letaknya hanya 600 meter dari Khaosan Road yang terkenal itu. Tanpa ragu saya seret tas saya dan dengan tergopoh naik ke bus.
Busnya nyaman, dingin banget karena mungkin angin AC yang bercampur hawa hujan. Baru saya ketahui bahwa semua bus di Bangkok kondekturnya wanita. Dengan sopan dia menggoyangkan sebuah benda berbentuk tabung yang isinya uang receh sehingga bunyi benturan anataruang logam bergemericik, tanda meminta ongkos. Sama kayak di Jakarta, cuman kalau di Jakarta enggak pakai tabung dan yang nagih ongkos abang-abang pakai handuk good morning. Saya membayar 50THB sesuai tarif.
Rasanya di Bangkok lelah saya baru terasa setelah semingguan full di Kamboja-Laos banyak berjalan kaki. Saya memilih bersandar di kursi bus. Pemandangan petang Bangkok yang hujan tidak menarik minat saya. Sama saja seperti jalanan Jakarta, hanya saja tidak ada suara klakson.
Sekitar satu jam, saya diberitahu kondektur untuk bersiap. Di sebuah halte, saya turun. Dan ternyata tidak tepat di Khaosan Road. Khosan Road masih beberapa puluh meter di depan. Saya mengeluarkan print out booking hostel. Dan saya menyadari betapa bodohnya hamba Tuhan satu ini.
Begini, harusnya saya booking untuk dua malam. Untuk malam ini, dan lusa. Dan yang tertera di kertas booking-an saya cuma untuk lusa. Wich is malam ini saya belum dapat penginapan. Duh, rasanya kepengen nantangin semua bule yang ada di sekitar situ buat adu panco saking keselnya. Suasana diperburuk dengan turunnya hujan yang semakin deras. Untung saya bawa payung. Niat saya yang tadinya mau cari makan dulu, langsung berbelok menjadi cari penginapan dulu. Dalam hati ini sudah berteriak, “PE’AK, DASAR PE’AK! MAKANYA BESOK-BESOK KALO BOOKING HOSTEL JANGAN SAMBIL PANEN LELE!!!”
Okay. Tenang. Saya berada di jalan utama Phranakorn, Bangkok. Di sepanjang jalan itu ternyata banyak hostel, karena memang letaknya dekat dengan Khaosan Road yang daerah favorit turis. Kepanikan saya sedikit berkurang. Di tengah hujan, saya menyusuri trotoar dan justru menjauhi kawasan Khaosan. Hujan-hujan gini males ke tempat ramai. Saya menemukan tulisan di neon box ‘218 House’. Saya masuk dan menanyakan ketersediaan kamar. Ada! Bentuknya mixed dorm dengan delapan tempat tidur. Boleh lah saya ambil tanpa melihat lagi bagaimana kamarnya. Yang penting tidur dulu.
Kamarnya ada di lantai 2. Interiornya dominan putih, senada dengan sprei dan ranjangnya. Ada dua kamar mandi yang terletak di luar kamar tidur. Hospitality-nya sangat prima, walaupun sederhana, tetapi membuat saya betah. Kalau enggak ingat belum makan, rasanya saya ingin langsung tidur di kasurnya.
Harganya 250THB dengan deposit sebesar 200THB. Harga tersebut sudah termasuk sarapan, kopi, dan free wifi. Dan yang paling berkesan adalah, pemilik hostel ini sangat ramah. Sepasang suami istri. Misalnya ketika tahu saya ingin mecari makan, dia merekomendasikan beberapa tempat makan. Dia pun tahu bahwa Orang Indonesia kemungkinan besar mencari makanan halal. Sang istri menunjukkan arah di mana saya bisa makan martabak kubang, nasi biryani, atau restoran kebab yang enak tapi murah. Bahkan dia dengan senang hati memberitahu letak masjid kalau-kalau saya ingin shalat berjama’ah.
Suami istri ini pun sangat informatif. Dia mengatakan cuaca di Bangkok sudah hujan melulu sejak dua hari yang lalu imbas badai di Filipina.
“So, what will you do in Bangkok?”
“Just looking around. May be to Wat Po, tomorrow.”
Si isteri mengambil tablet Samsungnya dan membuka Google Maps lalu menunjukkan arah ke Wat Po, Wat Arun, dan Royal Palace yang ternyata tidak begitu jauh. Dia menyarankan saya untuk tidak naik tuktuk, dia khawatir karena saya sendirian dan nanti dikasih harga mahal. How kind they are. Sebelum tidur, mereka menyalami saya dan mengucapkan good night. Baik banget kan? Rasanya pengen banget mangil beliau "Emak-Abah" lalu salim sebelum saya berangkat jualan opak, eh, keliling Bangkok maksudnya.
Paginya saya mesti check out dan mencari penginapan saya yang seharusnya. Saya tidak sempat mengambil foto 218 House ini karena terburu-buru dan juga karena bentuknya yang ternyata hanya ruko. Saya lumayan terkejut begitu keluar pagi-pagi tepat di depan lobby sudah banyak orang dagang baju, makanan, sampai nomor lotere. Jadi Hostel ini mepet banget sama toko-toko lain. Kalau dibilang kekurangan, ya ini kekurangannya sih. Soalnya jadi berisik.
Penginapan saya yang seharusnya beralamat di 21 Samsen Road, Samsen Soi 6. Masih di ruas jalan Phranakorn, tapi berbeda sekitar 4 gang dari hostel yang pertama. Namanya Blue Chang House. Tidak ada pemilik ramah. Karena saya disambut karyawan yang bekerja di hostel tersebut. Harga per malamnya 300THB dan tanpa uang deposit.
Untuk hospitality, Blue Chang House sedikit lebih baik. Karena dia memiliki bangunan sendiri, tidak di ruko. Bangunan utamanya terletak di belakang lobby. Kamar mixed dorm yang saya pesan ada di lantai 2. Material utama hostel ini adalah kayu dengan cat dominan cokelat strip biru, membuat hostel ini begitu autentik. Bagitu masuk kamar saya disambut pencahayaan temaram namun pas. Walaupun dorm, kesan elegannya tidak hilang karena di dalam kamar pun tetap mempertahankan aksen kayu dan jumlah tempat tidurnya hanya empat. Pengharum ruangan dengan aroma woody menegaskan konsep simply nature hostel ini.
Menuju Lantai 2. Menuju pelaminan kapan? |
Tepat di bawah tangga, ada hang out corner berbentuk mini bar. Di dindingnya banyak beraneka macam botol minuman beralkohol. Kalau malam, tempat ini ramai oleh tamu atau turis yang sekedar mencari tempat nongkrong sambil nge-wine.
Pengen mesen bajigur, eh gak ada |
Berasa Djenggo |
Blue Chang House ini sangat membantu saya memulihkan stamina setelah seharian berkeliling Bangkok yang hujan tiada henti. Selimutan di kamarnya sambil streaming film memanfaatkan jaringan wifi-nya yang perkasa membuat tenaga saya cepat kembali. Kelebihan lainnya, di sekitar Blue Chang House banyak rumah makan murah dan kedai kopi. Jadi banyak pilihan untuk urusan perut. Letaknya pun tidak jauh dari jalan utama yang dilalui bus. Utamanya bus A4 yang membawa saya kembali ke Don Mueang Airport.
Intinya, Bangkok adalah kota tujuan wisatawan dunia. Guesthouse atau hostel sudah menjamur di sana. Pelayanan dan fasilitas pun jauh lebih baik daripada di Kamboja dan Laos. Jadi jangan khawatir tidak dapat hostel kalau ke Bangkok. Dan kalau sudah booking jauh-jauh hari, coba cek lagi kapan check in-nya. Supaya enggak salah jadwal kayak saya =)
Intinya, Bangkok adalah kota tujuan wisatawan dunia. Guesthouse atau hostel sudah menjamur di sana. Pelayanan dan fasilitas pun jauh lebih baik daripada di Kamboja dan Laos. Jadi jangan khawatir tidak dapat hostel kalau ke Bangkok. Dan kalau sudah booking jauh-jauh hari, coba cek lagi kapan check in-nya. Supaya enggak salah jadwal kayak saya =)
Mengingatkan saya sama gerobak capucino cincau |
Rekap Biaya:
- 218 House : 250THB, dengan deposit 200THB yang dikembalikan ketika check out
- Blue Chang House : 300THB tanpa deposit
- Siapkan passport. Nanti sebelum check in passport akan difotokopi dan aslinya dikembalikan.
Kurs akhir Desember 2017: 1THB= 430IDR
Harga beda hostel pertama sama kedua lumayan juga, Yos. Duh, kangen bobo di Hostel, deh. Sebagai buzzer yang jaringannya banyak, gue selalu dikasih fasilitas hotel bintang 5 soalnya. Maap, maap aja nih bukan maksud hati mau sombong.
ReplyDeleteBisa aje priwitan kue putu
DeletePemilik hostel 218 House, ramah sekali ya...membantu memberitahu arah jalan, tempat makan enak yang murah bahkan memberitahu letak masjid. Pasti senang sekali bertemu mereka.
ReplyDeleteOh iya...mengenai tulisan yang ada di toilet, sepertinya di sini juga perlu pasang tulisan itu ya...supaya toilet umum terjaga kebersihannya.
Iya Mbak, jadi malu kalo mau ninggalin toilet dalam keadaan kotor.
DeleteWah jadi ingin ke thailand penasaran sama royal palacenya,naik tangga menuju lantai 2 sudah btw ke pelaminanya kapan he...just kidding
ReplyDeletewah aku malah terkesima sama pemilik hotelnya yang ramah banget. Aku kalau udah ada yang baik gitu suka meleleh sich hehehe, jadi pengen halan-halan. Semoga kalau pas ke bangkok bisa nginep sini, penasaran sama pemiliknya hehe
ReplyDeleteBetul, Mbak. Bahkan saya mau dipenjemin payung.
DeleteWihiiiii ditunggu lanjutan ceritanyaaa, kukira masih berlanjut loh ceritanya, saking mengalirnya bahasanya
ReplyDeleteAku belum pernah sih ke luar negeri. Etapi kalo ke luar negeri, ya pengennya nginep di hostel. Pengen tau rasanya. Btw itu fasilitas dalam kamar kenapa gak ada fotonya???
Wah iya, lupa motret kamarnya. Hahahaha...
DeleteTunggu ceritaku selanjutnya ya, Mbak =)
kadang ngeri juga keluar masuk hostel karena terpengaruh film HOSTEL wakakaka.. alhasil slama ini saya baru dua kali yang hostel yang satu kamar ada 8 orag gitu. Rada gmana ya. Macem macem isinya waktu dulu pernah nyoba. Itupun bertiga. Di Warsawa sama di Berlin. Setelahnya slalu hotel or nyari temen nginep dirumah nya :D Kalau skrg mungkin saya nanya2 dulu kalau ada teman di lokasi atau cari hotel jauh2 hari. Belumberani solo backpacking. Ngga nyoba couch surfing gitu mas? Mungkin ada pengalaman?
ReplyDeleteWuih mantap kali Bang Unggul ini. Yang penting hati-hati dan waspada aja sih kalo di hostel campur gitu.
DeleteAyo, Mas dicoba solo traveling. Asik loh =)
berarti intinya kalau mau ke Bangkok tinggal siapkan budget dan waktu ya mas, kalau hostel mah bertebaran, tapi kalau mau pesan bajigur masih agak kesusahan hehehheee
ReplyDeleteTemu lawak masih banyak, Mbak. Hehehe...
DeleteWih seru mas Yos, kebayang kalau gak dapat penginapan malam itu, bakalan tidur di mana mas?
ReplyDeleteHarga hostelnya terjangkau yaa
Kepikiran cari mesjid, sih. Hehehe...
DeleteRelatif sih, ya, kalau harga. Tapi saya setuju kalau untuk yang ini harganya terjangkau.
Kalo gak dapet penginapan, harusnya main2 ke bar, ato halan2. Eh lady boy di sana berseliweran gak Mas? Jangan2 malah gak bs bedain #Eh
ReplyDeleteHostelnya beda2 harganya yah
Iya, Mbak. Tergantung fasilitas, sih. Tapi beda harganya bersaing banget, kok.
DeleteEnak banget yah bisa ketemu emak ama abah di Thailand, terus ketemu euis g?
ReplyDelete#Ehhhsalahpokus
Ketemu Mang Jana
DeleteSalah satu destinasi liburann suatu saat nanti yah Bangkok inii ..
ReplyDeleteKamu enggak coba manggo stick rice Yos? Wakakakaka
Nyoba. Biasa aja sih menurutku rasanya, kayak makan bubur ketan item ama mangga. Hahahaha
Deletemini bar nya keren,,, nyaman nya dapet banget...
ReplyDeleteUntung hostel dah banyak d bangkok ya bang, ga perlu kuatir tidur di bawah pohon jadi nya hahaha
Niatnya sih malah mau buka tenda. Hehehe
DeleteAsyik ya jalan2 di Bangkok... hostelnya keren,cocok untuk melepas lelah setelah.. hihi
ReplyDeleteMelihat tangga menuju lantai 2, jadi inget kampung halaman.. hihih
Wah kampung halamannya di mana, Mbak? Let me guess, Minang?
DeleteFix, kalau kita berasa kaya arwana kekurangan jangkrik itu berarti kebanyakan micin yak..
ReplyDeletePemilik hostel bisa english dengan lancar? Sy dulu kerja di perusahaan thailand, mereka englishnya agak membingungkan karena cadel gitu lidahnya
Lancar kok, Mbak. Mungkin karena mereka sadar yang nginep itu kebanyakan orang dari luar negeri, jadi wajib sih bisa Bahasa Inggris.
Deletewah untug pemilik hostelnya ramah-ramah yah, kebayang kalo bang yos beneran sugkem dulu sebelum berangkat jualan opak wkwk
ReplyDeletePadahal saya ngarep dikasih amplop juga =(
DeleteUah lumayan juga yak, jarang2 nemu orang yang ramah2 kaya gitu, jadi ada untungnya juga kurang teliti ngahahaha XD asyik sekali ke sana ih :3
ReplyDeleteSelalu ada hikmah di tiap perjalanan. Eaaa...
DeleteBerarti pasportnya sebaiknya Kita fotocopy sendiri atau mereka yang fotocopiin ya.. xxixi nanya..
ReplyDeleteMereka aja udah yang fotokopi. Bair gak ribet =D
DeleteDi Malang juga mulai ada hostel yang seperti ini. Yang cewek di lantai atas sedangkan cowok di lantai bawah. Kalau di Thailand apa dipisah juga? Kalau masalah harga, hampir sama kayaknya dengan yang disini...
ReplyDeleteWahhh...seneng deh kalo di Indonesia mulai bermunculan hostel kayak gini. Semakin banyak pilihan orang buat menginap. Kalau di Thailand, ada yang dicampur, ada yang dipisah.
DeleteTerima kasih sharing pengalaman dan info penginapannya mas?
ReplyDeleteSayang gk dipoto kamarnya.
Btw pemilik penginapannya baik ya sampai mau meduliin/ mastiin tamunya makan makanan halal gtu TFS
Iya ih, saya lupa motret kamarnya. Mungkin waktu itu saya lupa karena ngejar bus ke airport.
DeleteHostel hostelnya unik ya dan pemilik hostelnya ramah ramah banget baik dan membantu pengunjung dalam mencari sesuatu hal kaya lagi laper diksh tau tempat yang enak asik dan seru
ReplyDeleteMakasih untuk pencerahannya mas, jujur saya belum pernah ke Thailand jadinya informasi rincian biaya khususnya bener-bener saya butuhkan banget hehehe oh iya saya jadi penasaran sama foto kamarnya mas. Ingin liat gimana hostel di thailand hehe
ReplyDeleteAlahamdulillah, semoga infonya cukup ya, Mbak.
DeleteIya maafkan saya yang lupa memotret kamarnya, Mbak =(