Wednesday, 18 July 2018

Melaka: Batavia Dari Malaysia

Raja Prameswara beranjak dari singasana di dalam lambung utama kapal layarnya. Panglima armada lautnya baru saja melaporkan bahwa awak kapal baru saja melihat daratan di ujung horizon. Prameswara memerintahkan supaya merapat ke sana. Layar pun ditutup, dan jangkar siap dilepaskan di semenanjung yang tidak begitu jauh dari Sumatera, salah satu dari wilayah nusantara dibawah kekuasaan Sriwijaya, kerajaannya.

Kapal bersandar, biduk tertambat, dan sang Maharaja dari Sriwijaya itu turun dari kapalnya. Menapaki untuk pertama kalinya tanah di seberang Sumatera itu. Sang raja berteduh di pepohonan yang tumbuh rindang di daratan tersebut. Baru diketahui bahwa pohon itu bernama Melaka. Dan sejak saat itu, daratan di semenanjung tersebut dinamakan ‘Melaka’.

Dalam perkembangannya, dan seperti sudah menjadi takdir daerah-daerah pesisir yang strategis, Melaka menarik perhatian bangsa Eropa untuk melanggengkan misi Gold, Gospel, dan Glory mereka zaman dahulu. Portugis menjadi yang pertama kali masuk.

Sekarang, Melaka sudah menjadi tujuan wisata yang sangat autentik di Malaysia. Selain ikatan sejarahnya yang kuat, tata kotanya yang baik juga sangat menunjang bagi pariwisata di Melaka. Perjalanan Melaka sedikit mengingatkan saya dengan sejarah Jakarta. Dahulu, sebelum ditaklukan Fatahillah dan menjadi Jayakarta, Sunda Kelapa juga kota pesisir lalu diperebutkan oleh Portugis dan Belanda. Melaka kemudian menjadi kota wisata, pun dengan Jakarta dengan Kota Tuanya.

Ada beberapa spot yang sungguh sayang untuk dilewatkan kalau berkunjung ke Melaka:
 
1. Red Square

Berbentuk seperti alun-alun. Di sana ada gereja, balai kota, museum, hingga kantor pos. Mirip dengan Kota Tua yang dulunya menjadi pusat dari Batavia. Uniknya, bangunan di sini di dominasi oleh warna merah dan bergaya kolonial, mengesankan sebuah tempat sarat cerita. Banyak becak-becak hias yang ‘mangkal’ di sini. 




2. Gereja Saint Paul

Jangan buru-buru meninggalkan Red Square setelah menikmatinya. Di belakangnya ada sebuah bukit. Masuklah ke sebuah gerbang dengan deretan anak tangga dan fasade senada dengan bangunan utama. Di puncak bukit ada sebuah reruntuhan gereja Katolik. Bagi saya pribadi, ini adalah spot favorit saya di Melaka. Back in time-nya lebih terasa. Gereja ini didirikan oleh missionaris Portugis bernama Duerte Coelho. Kemudian dihancurkan Belanda lalu diubah menjadi benteng. Letaknya yang dipuncak bukit, dan langsung menghadap ke laut menjadikan bukit ini sangat sempurna untuk sebuah benteng. Sulit diserang, dan bisa mengetahui dengan cepat jika ada kapal musuh yang datang. Taktik benteng stelsel ini memang terbukti jitu bagi strategi perang Belanda, seperti yang mereka lakukan ketika menaklukan Pangeran Diponegoro pada perang Jawa. 
 
 
3. Masjid Selat Melaka
Keseriusan Kesultanan Melaka, dan Pemerintah Malaysia untuk mengembangkan kawasan ini adalah terlihatnya proyek reklamasi. Mereka berambisi untuk memperluas wilayah ini. Salah satu karya yang sudah bisa dinikmati adalah Masjid Selat Melaka. Letaknya tidak jauh dari pusat kota, hanya 15 menit berkendara. Masjid ini dibangun di atas air pantai Melaka dan menjadi landmark baru bagi Melaka. Datanglah ke sini menjelang matahari condong ke barat untuk menikmati matahari terbenam perlahan di antara kubah dan menara masjidnya. Blue hour-nya pasti sangat disukai penyuka fotografi. 

 4. Melaka River Cruise

Melaka adalah kota yang dikelilingi kanal. Lagi, saya jadi teringat Batavia. Kota-kota pesisir biasanya menjadi pelabuhan penting. Apa pun akan dilakukan untuk mempertahankan kota itu, termasuk membuat kanal. Gunanya untuk memperlancar logistik, transportasi, pengendali banjir, sampai pertahanan dari serangan musuh. Bedanya, kanal di Batavia sekarang sudah hampir tidak terlihat. Di Melaka, sekarang kanal itu menjadi salah satu atraksi favorit wisatawan. Wahananya bernama Melaka River Cruise, di mana kita akan naik perahu dan berkeliling sungai sejauh 9km, melewati jembatan-jembatan penting, dan tata kota Melaka yang rapih. Saran saya, belilah tiket tour di hotel tempat menginap seharga 12 MYR. Karena kalau beli on the spot, harganya 20 MYR. Lumayan kan selisihnya buat jajan teh tarik. Dan lakukanlah tur ini pada malam hari, lighting Melaka yang sendu-sendu menggerus rindu lebih indah daripada siang hari. Di sisi-sisi sungainya kita bisa melihat orang berlalu lalang di broadwalk, atau sekadar menikmati makan malam di kedai-kedai dengan coretan-coretan mural yang artsy. 


5. Jonker Walk

Bagi yang suka belanja, Jonker Walk ini pasti jadi titik favorit. Seperti Russian Market di Kamboja, atau Khao San Road-nya Thailand. Di Indonesia mungkin seperti di Malioboro. Di sini berdiri banyak tempat belanja oleh-oleh, homestay bagi backpacker, sampai klab yang menjajakan bir.

Jika ke Malaysia, tidak rugi jika menyempatkan ke Melaka. Seperti Luang Prabang di Laos, Melaka adalah kota warisan dunia yang keautentikannya sudah tidak diragukan lagi. Selain itu, Melaka adalah simbol keanekaragaman suku, bangsa, agama, dan budaya. Akan sering kita jumpai di mana kuil-kuil berdampingan dengan masjid, dan gereja. 


Jika memang malas untuk pergi ke sini sendirian, coba pakai jasa open trip dari Mbak Tika, bisa dihubungi lewat Instagram sartika.syarif. Jadi tidak perlu lah bingung membuat itinenary, cari penerbangan murah, atau hotel yang prima, serahkan saja ke beliau. Beres semua!

Selamat datang di Melaka =)
Share: