“Kalo mau naek gunung beneran, coba ke Gunung Ciremai lewat jalur Linggarjati”
Ini kedua kalinya saya ke Gunung Ciremai. Yang pertama punya cerita cukup spesial karena saya dan tim mendaki disambut hujan deras di jalur Palutungan, dan ada anggota yang sudah berumur 60-an. Semua pakaian yang saya bawa basah waktu itu, padahal sudah saya lapisi plastik dan tas pun rasanya rapat terlindung rain cover. Bisa dibayangkan derasnya hujan saat itu sedahsyat apa.
Kutipan di atas adalah perkataan seorang teman yang suatu hari sempat berbincang dengan saya tentang gunung. Dan akhirnya datang juga celah waktu, dan kelebihan rejeki untuk saya kembali mengunjungi Gunung Ciremai. Namun, lewat jalur yang berbeda. Melalui jalur yang pernah disarankan teman saya. Jalur Lingarjati.
Saya informasikan sedikit bagaimana cara ke pos Linggarjati. Kalau dari Jakarta, naik bus tujuan Kuningan, nanti turun di depan minimarket pos Linggarjati. Lalu carter angkot ke basecamp. Jika naik kereta, maka stasiun terdekat adalah Cirebon. Dari sana bisa naik mobil elf, atau travel. Enaknya jalur Linggarjati adalah, selalu ramai di jam berapa pun karena tepat di sisi jalur Pantura. Letak basecamp-nya tidak jauh dari Museum Perjanjian Linggarjati, tempat di mana dulu para founding father kita berunding dengan Belanda yang mengakui secara de facto wilayah RI meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera. Biaya simaksi lima puluh ribu rupiah, sudah termasuk paket sekali makan, dan nanti dapat sertifikat.
Ini kedua kalinya saya ke Gunung Ciremai. Yang pertama punya cerita cukup spesial karena saya dan tim mendaki disambut hujan deras di jalur Palutungan, dan ada anggota yang sudah berumur 60-an. Semua pakaian yang saya bawa basah waktu itu, padahal sudah saya lapisi plastik dan tas pun rasanya rapat terlindung rain cover. Bisa dibayangkan derasnya hujan saat itu sedahsyat apa.
Kutipan di atas adalah perkataan seorang teman yang suatu hari sempat berbincang dengan saya tentang gunung. Dan akhirnya datang juga celah waktu, dan kelebihan rejeki untuk saya kembali mengunjungi Gunung Ciremai. Namun, lewat jalur yang berbeda. Melalui jalur yang pernah disarankan teman saya. Jalur Lingarjati.
Saya informasikan sedikit bagaimana cara ke pos Linggarjati. Kalau dari Jakarta, naik bus tujuan Kuningan, nanti turun di depan minimarket pos Linggarjati. Lalu carter angkot ke basecamp. Jika naik kereta, maka stasiun terdekat adalah Cirebon. Dari sana bisa naik mobil elf, atau travel. Enaknya jalur Linggarjati adalah, selalu ramai di jam berapa pun karena tepat di sisi jalur Pantura. Letak basecamp-nya tidak jauh dari Museum Perjanjian Linggarjati, tempat di mana dulu para founding father kita berunding dengan Belanda yang mengakui secara de facto wilayah RI meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera. Biaya simaksi lima puluh ribu rupiah, sudah termasuk paket sekali makan, dan nanti dapat sertifikat.
Gunung Ciremai adalah gunung tertingi di Jawa Barat dengan ketinggian 3.078 mdpl (meter di atas permukaan laut). Melalui jalur Linggarjati, kita hanya perlu naik angkot 10 menit dari titik turun bus di ruas Pantura untuk sampai basecamp dan mengurus simaksi. Berbeda dengan gunung lain, yang untuk mecapai basecamp-nya saja harus gonta-ganti moda transportasi karena letaknya yang jauh di atas. Jadi, bisa dikatakan mendaki Gunung Ciremai dari pos Linggarjati betul-betul dimulai dari hampir titik nol. Dengan kata lain, kalau memang sampai puncak, maka 3.078mdpl itu nyaris seluruhnya ditempuh dengan kekuatan kaki.
Ada beberapa situasi menantang yang memerlukan perhitungan matang untuk mencapai puncak Gunung Ciremai jika melalui jalur Linggarjati.
1. Minim Air
Sumber air terakhir berada di pos 3. Itu pun harus berjalan sekitar setengah jam untuk mencapainya. Saran saya, beli jerigen di warung-warung dekat basecamp dan isi penuh semuanya di sini. Bijak-bijak menggunakan air, sampai puncak sudah tidak ada lagi sumber air yang proper.
2. Pos Yang Banyak
Mendaki Gunung Ciremai via Linggarjati memerlukan kesabaran dan fisik ekstra. Ada 13 pos yang harus dilewati. 13 pos, cuy! Lewat jalur Palutungan saja hanya ada sekitar 5-6 pos. Di sini saya baru paham, “…naek gunung beneran…”. Situasi seperti ini membuat pendakian rata-rata, jika ingin sampai puncak, membutuhkan waktu 3 hari 2 malam.
This is the situation, kalau di malam ke dua belum sampai, setidaknya pos 10 ke atas, maka lupakan ke puncak. Nikmati saja bermalam di tenda lalu turun keesokan paginya. Sekadar informasi, saya buka tenda di pos 11, summit jam 5 pagi dan baru sampai puncak jam 9-an. Bagaimana kalau berjalan terus walau sudah malam untuk memburu waktu? Bisa saja. Tapi ingat poin nomor 1. Dengan banyaknya pos dan sulitnya medan, konsumsi air akan semakin banyak. Belum bekal untuk perjalanan ke puncak yang kalau cuaca cerah sangat terik dan kering, bikin tenggorokan sangat mudah merindu sentuhan air. Belum untuk keperluan memasak, cuci-cuci, dan lain-lain.
Mendaki Gunung Ciremai lewat pos Linggarjati memang seru, tetapi dilematis. Stamina, persediaan air, dan waktu harus cocok semuanya. Ada salah satu yang terlewat, lupakan ke puncak, atau hanya akan mebahayakan diri sendiri. Selesai? Belum. Satu-satunya pemandangan indah di Ciremai adalah di puncak, selebihnya hutan, hutan, dan hutan belaka. Hayo, kalau mau foto-foto buat konten sosmed ya harus sampai puncak. Untuk sampai puncak, ya harus mempertimbangkan faktor-faktor tadi. Dilematis, kan? Oh iya ada pos yang namanya cukup spooky, ‘Kuburan Kuda’. Cuek saja kalau sampai sini, santai, oke? Oke, selamat mendaki!
Mendaki Gunung Ciremai via Linggarjati memerlukan kesabaran dan fisik ekstra. Ada 13 pos yang harus dilewati. 13 pos, cuy! Lewat jalur Palutungan saja hanya ada sekitar 5-6 pos. Di sini saya baru paham, “…naek gunung beneran…”. Situasi seperti ini membuat pendakian rata-rata, jika ingin sampai puncak, membutuhkan waktu 3 hari 2 malam.
This is the situation, kalau di malam ke dua belum sampai, setidaknya pos 10 ke atas, maka lupakan ke puncak. Nikmati saja bermalam di tenda lalu turun keesokan paginya. Sekadar informasi, saya buka tenda di pos 11, summit jam 5 pagi dan baru sampai puncak jam 9-an. Bagaimana kalau berjalan terus walau sudah malam untuk memburu waktu? Bisa saja. Tapi ingat poin nomor 1. Dengan banyaknya pos dan sulitnya medan, konsumsi air akan semakin banyak. Belum bekal untuk perjalanan ke puncak yang kalau cuaca cerah sangat terik dan kering, bikin tenggorokan sangat mudah merindu sentuhan air. Belum untuk keperluan memasak, cuci-cuci, dan lain-lain.
Mendaki Gunung Ciremai lewat pos Linggarjati memang seru, tetapi dilematis. Stamina, persediaan air, dan waktu harus cocok semuanya. Ada salah satu yang terlewat, lupakan ke puncak, atau hanya akan mebahayakan diri sendiri. Selesai? Belum. Satu-satunya pemandangan indah di Ciremai adalah di puncak, selebihnya hutan, hutan, dan hutan belaka. Hayo, kalau mau foto-foto buat konten sosmed ya harus sampai puncak. Untuk sampai puncak, ya harus mempertimbangkan faktor-faktor tadi. Dilematis, kan? Oh iya ada pos yang namanya cukup spooky, ‘Kuburan Kuda’. Cuek saja kalau sampai sini, santai, oke? Oke, selamat mendaki!
Basecamp nya itu ketinggiannya sekitar 600 mdpl. Dulu gw jalan kaki dari jalan raya sampe basecampnya. Ini satu-satunya gunung yang bikin gw kapok. Cukup sekali aja.
ReplyDeleteLah iya. Temen-temen ue juga bersumpah untuk gak balik lagi lewat Linggarjati. Hahahaha
Delete