Terima kasih Tuhan, atas makanan-makanan enak dan tempat bermalam yang nyaman selama perjalanan…
Liburan ke Yogya tuh memang sudah paling tepat kalau lagi suntuk tapi butuh jalan keluar singkat untuk rehat dari kejaran rutinitas menguras energi. Kota ini punya paket lengkap wahana yang dibutuhkan untuk rekreasi, mulai dari alam, sejarah, hingga budaya. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta menjadi nilai plus tersendiri karena bisa dikunjungi di akhir pekan.
Kalau ke Yogya, selalu kepikiran untuk cari penginapan dekat Malioboro. Rasanya kebanyakan orang begitu. Alasannya karena biar mudah kalau mau ke mana-mana. Lokasi yang terletak di pusat kota memang memungkinkan Malioboro memiliki segala akses kemudahan tersebut. Di tambah lagi kawasan ini memang sejak dulu ditetapkan sebagai poros ekonomi kesultanan dengan Pasar Bringharjo sebagai inti. Jadi soal keramaian dan kemasyhuran, Malioboro adalah market leader bagi target pasar para pencari tempat bermalam ketika mereka mengunjungi Yogyakarta.
Namun belakangan, industri properti berupa penginapan murah di Yogyakarta bukan hanya melulu soal Malioboro. Semakin banyaknya destinasi-destinasi wisata baru yang ditemukan, kuliner-kuliner penantang gudeg dengan signature taste Yogya baru banyak bermunculan, dan tentu saja kekuatan media sosial membuat sektor pariwisata meningkat pesat. Penginapan-penginapan pun menjamur.
Bicara soal Yogyakarta, bagi sebagian orang adalah biaya hidupnya yang relatif bersahabat. Harga-harga komoditas yang tidak terlalu mahal namun bisa mendapatkan pengalaman premium, adalah hal utama yang ditawarkan Yogyakarta sebagai tujuan destinasi wisata. Penginapan pun banyak yang harganya terjangkau. Sebagai komponen paling paling penting dalam akomodasi saat traveling, penginapan murah ini sangat menolong saya yang menganggap penginapan dengan harga di atas dua ratus ribu rupiah per malam saja sudah masuk kategori mahal.
Kalau ingin cari penginapan dengan atsmosfer yang berbeda dengan Malioboro, datanglah ke kawasan Parawirotaman, Yogyakarta. Berbeda dengan Malioboro dengan jejeran batiknya, maka di kawasan ini berjejer caf-café, bar, dan tentu saja dengan penginapan amat sangat terjangkau dengan pemandangan bule-bule berlalu lalang. Prawirotaman seperti Kuta di Bali atau Khaosan Road di Bangkok, yang sebagian besar populasinya warga negara asing.
Ada satu penginapan unik di kawasan ini bernama Otu Hostel, cocok bagi yang mencari penginapan murah di Yogyakarta tanpa harus mengorbankan kenyamanan. Dan rasanya ini juga penting di era media sosial sekarang ini, Otu Hostel sangat paham bahwa berdandan supaya ‘pantas’ masuk feed Instagram netizen adalah sebuah kewajiban bagi kebanyakan bisnis.
Setelah masuk sebuah gang di sisi jalan utama Prawirotaman dan melewati beberapa belokan di tengah-tengah rumah penduduk, dari depan pagar sudah terlihat meja resepsionis yang langsung terhubung dengan gathering room dengan bantal kasur, dan kolam renang outdoor. Konsep terbuka tanpa banyak sekat-sekat dan tembok nampaknya menjadi pilihan hostel dengan cat dominan putih ini, menjadikan kesan luas dan bebas sangat terasa begitu kita melewati meja resepsionis.
Di sisi-sisi kolam renang ada kursi-kursi panjang untuk berjemur atau sekadar nonton orang berenang. Di bagian yang tertutup atap ada area santai dengan meja dan kursi kayu bergaya tradisional dengan hiasan dua sepeda ontel yang semakin menguatkan kesan etnisnya. Di dindingnya banyak typografi-typografi menarik dan mural yang bisa digunakan sebagai spot foto. Disediakan pula dapur yang bisa digunakan untuk masak bagi tamu, kopi dan teh gratis selama meginap, dan sebuah PC untuk browsing internet. Wifi? Kenceng, Bro!
Penginapan di Yogyakarta satu ini memiliki hostilitas prima dengan petugas-petugas yang ramah dan sangat helpful, mereka berjaga 24 jam. Karena di kawasan ini banyak bule-bule yang kalau malam dugem dan baru pulang menjelang pagi, jadi pelayanan 24 jam ini memang diperlukan. Mau sewa motor atau mobil tinggal bilang, arrange tur bisa, bikin sarapan oke, bangun candi juga asal kuat bayarnya kayaknya dikerjain juga. Soal kebersihan dan kerapihan pun Otu Hostel ini sungguh menjaganya, ada area untuk menjemur pakaian dan handuk.
Menuju ke kamar, saya menginap di dormitory room berisi 6 orang dengan bunk bed. Beberapa penginapan di Yogyakarta juga sudah mulai banyak yang menyediakan dormitory, tetapi ada sedikit yang membedakan Otu Hostel ini dengan yang lain. Yang pertama, di tiap tempat tidurnya ada gorden penutup. Jadi walaupun tidur rame-rame dalam satu ruangan, privasi masih bisa terjaga. Untuk tamu wanita berhijab tidak perlu khawatir berganti jilbab atau membukanya ketika tidur. Yang ke dua, nah ini yang asyik, di setiap sisi kasur ada semacam perosotan supaya yang tidur di kasur atas tidak perlu angkat-angkat barang kalau mau di bawa turun. Bisa juga sih untuk orang turun, tapi mesti hati-hati. Saya mencoba dan hard landing yang menyebabkan tulang ekor lumayan nyeri. Hehehe.
Liburan ke Yogya tuh memang sudah paling tepat kalau lagi suntuk tapi butuh jalan keluar singkat untuk rehat dari kejaran rutinitas menguras energi. Kota ini punya paket lengkap wahana yang dibutuhkan untuk rekreasi, mulai dari alam, sejarah, hingga budaya. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta menjadi nilai plus tersendiri karena bisa dikunjungi di akhir pekan.
Kalau ke Yogya, selalu kepikiran untuk cari penginapan dekat Malioboro. Rasanya kebanyakan orang begitu. Alasannya karena biar mudah kalau mau ke mana-mana. Lokasi yang terletak di pusat kota memang memungkinkan Malioboro memiliki segala akses kemudahan tersebut. Di tambah lagi kawasan ini memang sejak dulu ditetapkan sebagai poros ekonomi kesultanan dengan Pasar Bringharjo sebagai inti. Jadi soal keramaian dan kemasyhuran, Malioboro adalah market leader bagi target pasar para pencari tempat bermalam ketika mereka mengunjungi Yogyakarta.
Namun belakangan, industri properti berupa penginapan murah di Yogyakarta bukan hanya melulu soal Malioboro. Semakin banyaknya destinasi-destinasi wisata baru yang ditemukan, kuliner-kuliner penantang gudeg dengan signature taste Yogya baru banyak bermunculan, dan tentu saja kekuatan media sosial membuat sektor pariwisata meningkat pesat. Penginapan-penginapan pun menjamur.
Bicara soal Yogyakarta, bagi sebagian orang adalah biaya hidupnya yang relatif bersahabat. Harga-harga komoditas yang tidak terlalu mahal namun bisa mendapatkan pengalaman premium, adalah hal utama yang ditawarkan Yogyakarta sebagai tujuan destinasi wisata. Penginapan pun banyak yang harganya terjangkau. Sebagai komponen paling paling penting dalam akomodasi saat traveling, penginapan murah ini sangat menolong saya yang menganggap penginapan dengan harga di atas dua ratus ribu rupiah per malam saja sudah masuk kategori mahal.
Kalau ingin cari penginapan dengan atsmosfer yang berbeda dengan Malioboro, datanglah ke kawasan Parawirotaman, Yogyakarta. Berbeda dengan Malioboro dengan jejeran batiknya, maka di kawasan ini berjejer caf-café, bar, dan tentu saja dengan penginapan amat sangat terjangkau dengan pemandangan bule-bule berlalu lalang. Prawirotaman seperti Kuta di Bali atau Khaosan Road di Bangkok, yang sebagian besar populasinya warga negara asing.
Ada satu penginapan unik di kawasan ini bernama Otu Hostel, cocok bagi yang mencari penginapan murah di Yogyakarta tanpa harus mengorbankan kenyamanan. Dan rasanya ini juga penting di era media sosial sekarang ini, Otu Hostel sangat paham bahwa berdandan supaya ‘pantas’ masuk feed Instagram netizen adalah sebuah kewajiban bagi kebanyakan bisnis.
Setelah masuk sebuah gang di sisi jalan utama Prawirotaman dan melewati beberapa belokan di tengah-tengah rumah penduduk, dari depan pagar sudah terlihat meja resepsionis yang langsung terhubung dengan gathering room dengan bantal kasur, dan kolam renang outdoor. Konsep terbuka tanpa banyak sekat-sekat dan tembok nampaknya menjadi pilihan hostel dengan cat dominan putih ini, menjadikan kesan luas dan bebas sangat terasa begitu kita melewati meja resepsionis.
Di sisi-sisi kolam renang ada kursi-kursi panjang untuk berjemur atau sekadar nonton orang berenang. Di bagian yang tertutup atap ada area santai dengan meja dan kursi kayu bergaya tradisional dengan hiasan dua sepeda ontel yang semakin menguatkan kesan etnisnya. Di dindingnya banyak typografi-typografi menarik dan mural yang bisa digunakan sebagai spot foto. Disediakan pula dapur yang bisa digunakan untuk masak bagi tamu, kopi dan teh gratis selama meginap, dan sebuah PC untuk browsing internet. Wifi? Kenceng, Bro!
Penginapan di Yogyakarta satu ini memiliki hostilitas prima dengan petugas-petugas yang ramah dan sangat helpful, mereka berjaga 24 jam. Karena di kawasan ini banyak bule-bule yang kalau malam dugem dan baru pulang menjelang pagi, jadi pelayanan 24 jam ini memang diperlukan. Mau sewa motor atau mobil tinggal bilang, arrange tur bisa, bikin sarapan oke, bangun candi juga asal kuat bayarnya kayaknya dikerjain juga. Soal kebersihan dan kerapihan pun Otu Hostel ini sungguh menjaganya, ada area untuk menjemur pakaian dan handuk.
Menuju ke kamar, saya menginap di dormitory room berisi 6 orang dengan bunk bed. Beberapa penginapan di Yogyakarta juga sudah mulai banyak yang menyediakan dormitory, tetapi ada sedikit yang membedakan Otu Hostel ini dengan yang lain. Yang pertama, di tiap tempat tidurnya ada gorden penutup. Jadi walaupun tidur rame-rame dalam satu ruangan, privasi masih bisa terjaga. Untuk tamu wanita berhijab tidak perlu khawatir berganti jilbab atau membukanya ketika tidur. Yang ke dua, nah ini yang asyik, di setiap sisi kasur ada semacam perosotan supaya yang tidur di kasur atas tidak perlu angkat-angkat barang kalau mau di bawa turun. Bisa juga sih untuk orang turun, tapi mesti hati-hati. Saya mencoba dan hard landing yang menyebabkan tulang ekor lumayan nyeri. Hehehe.
Saya sunguh memahami kegelisahan sobat kelas menengah yang membaca artikel ini dan mencari-cari informasi harga, I feel you. Saya waktu itu booking di salah satu travel agent daring mendapat harga 90 ribu rupiah per malam per orang untuk dormitory room. Tersedia juga private room sngle, double, dan family room. Kalau dicek harga berkisar antara 100-400 ribu rupiah.
Jadi dengan harga 90 ribu rupiah itu, saya dapat apa saja?
- Kasur bunk bed dengan colokan, lampu tidur, dan selimut.
- Handuk.
- Wifi
- Loker (ini optional, kalau mau pakai kita harus deposit sebesar lima puluh ribu rupiah)
- Dapur buat nyeduh mie instan
- Teman baru dari berbagai negara (80% turis di Prawirotaman adalah WNA)
- Kopi dan teh gratis
- Berenang sampe kisut
Lumayan banyak untuk ukuran harga 90 ribu. Jika memang tertarik langsung saja booking, atau datang langsung ke Jl. Prawiro Taman I Gang Batik Gringsing No. 517, Brontokusuman, Mergangsan, Brontokusuman, Kec. Mergangsan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55153. Naik ojol dari Stasiun Lempuyangan atau Tugu kira-kira lima belas menitan. Ada dua tempat kuliner hype di sekitar Otu Hostel ini, yaitu Tempo Gelato, toko es krim beraneka rasa mulai dari yang umum seperti cokelat hingga yang aneh seperti rasa kemangi atau chili chocolate. Yang kedua adalah Via Via restoran, tempat makan yang mengusung menu sehat tanpa MSG ini pernah ngetop karena adegan film Ada Apa Dengan Cinta 2,
“Rangga, yang kamu lakukan ke saya itu jahat!”
“Maaf Cinta, aku kan cuma mau kirim paket waktu itu di JNE.”
“Aku gak suka ya kamu ngasih-ngasih alamat kamu ke cewek lain!”
“Iya deh nggak, yang aku kasih alamat emailnya Mark Zuckerberg, kok.”
-TAMAT-
Post Credit Scene:
salfok melihat mural cowo yg sedang di toilet :D. slalu suka ama hotel2 yg punya lukisan mural di dindingnya. buatku yg begitu lbh kliatan berseni drpd hanya sekedar wall paper ato cat dinding wrna wrni :p.
ReplyDeleteHahahaha, iya. Saya ngeliatnya kayak Hulk lagi pipis.
Deletekenapa thumbnailnya lucu banget :D
ReplyDelete