Wednesday, 31 July 2019

Pertanyaan-Pertanyaan Ketika Mendaki Gunung

Naik gunung bisa jadi kegiatan jalan-jalan yang efektif untuk refreshing. Menjauhkan diri dari hiruk pikuk, mengasingkan pikiran dari rutinitas, dan memberi paru-paru udara murni segar baru adalah hal yang diincar jika kita memutuskan untuk naik gunung. Butuh effort lebih memang untuk kegiatan satu ini. Tas carrirer yang berisi aneka peralatan camping (yang tentu tidak ringan), dan fisik yang prima dibutuhkan agar mendaki gunung lancar dan menjadi ‘pelarian’ yang menyenangkan.

Hal lain yang membuat naik gunung menyenangkan adalah, intens-nya komunikasi bersama teman-teman sependakian. Di gunung, umumnya tidak terjangkau sinyal ponsel, sehingga komunikasi murni dari obrolan tanpa terdistraksi sosial media atau game online. Bercanda, bicara, hingga saling sapa betul-betul terjadi secara genuine.

BACA JUGA: NAIK GUNUNG CIREMAI VIA LINGGARJATI

Idealnya, naik gunung memang sampai puncak. Tetapi bagian paling menariknya adalah justru di jalur pendakian menuju puncak. Di sini terjadi lebih dari separuh interaksi antarteman mendaki, atau pendaki lain yang kebetulan bertemu. Berbincang sambil bercanda menjadi senjata utama supaya lelah tidak terasa dan sekejap lupa jauhnya jarak tempuh. 

Kalau sudah lama berjalan, dan lelah mulai terasa, biasanya timbul pertanyaan-pertanyaan baik dari sendiri maupun teman sependakian. Ada beberapa pertanyaan dari yang paling logis dan bisa dijawab, hingga yang absurd. Berikut contoh-contohnya:

1. Mencari Barang

Biasanya, sebelum memulai pendakian, dilakukan final checking dan repacking barang bawaan. Siapa yang membawa apa, dan siapa yang bertanggung jawab atas apa. Dibriefing biasanya lancar-lancar saja. Tapi begitu sudah berada di jalur pendakian, pasti ada saja yang bertanya mencari sesuatu,

“tisu basah di tasnya siapa, ya? Mau boker, nih!”

Atau,

“kompor mana, ya, kompor? Berenti dulu, nyeduh kopi enak, nih!”

Atau,

“kayaknya tadi gue liat ada yang bawa tumpeng gede kumplit ama perkedel, telor belado, orek tempe, ama ayam goreng srundeng, bagi-bagi dong!”

“ITU MAH LU MIMPI DATENG KE KHITANAN ANAKNYA MANTAN LU!”

2. Saling Tuduh
Udara pegunungan yang dingin, membuat badan rentan kemasukan angin. Bisa ditebak apa yang terjadi. Di antara anggota mendaki pasti ada saja yang buang-buang angin baik yang secara terang-terangan maupun yang secara kalem tak bersuara namun sanggup membuat pohon-pohon disekitar layu sementara. Kalau yang terang-terangnya sih tidak begitu masalah, karena bersuara dan pelakunya langsung ketahuan, paling-paling kena jitak anggota yang lain. Nah yang bahaya yang buang dalam diam ini, bisa menimbulkan pertanyaan yang merembet jadi percekcokan karena saling tuduh,

“anjir, siapa ni yang kentut?”

“Bukan gue. Si Topik kali, noh, baunya dari depan!”

“Apaan, baunya kayak lele mati gini, Burhan pasti nih tadi gue liat sebelom naek dia makan pecel lele.”

“Sumpah, bukan gue! Ini sihbau-baunya ampasnya ngikut, nih, fix si Toto ini mah. Dari tadi dia ribut pengen berak. To, wei, cebok lu!”

3. Tanya Tujuan
Ini biasanya ditanyakan kalau perjalanan sudah setengah jalan. Rasanya sudah berjalan lama namun tujuan belum menunjukkan tanda-tanda akan tercapai. Sebagai manusia biasa, rasa frustasi biasa menghinggapi. Anggota tim pendakian pasti mulai resah dan banyak bertanya,

“masih jauh gak, sih?”

Atau,

“pos tiga masih berapa lama lagi?”

Atau,

“ini naek gunung apa mempertahankan hubungan LDR beda agama, sih? Capeknya sama…”


4. Pertanyaan Absurd

Namanya juga absurd, pertanyaan-pertanyaan ini tidak terduga. Biasanya terlontar ketika sudah benar-benar capek, otak dan kaki sudah tidak sinkron. Bahan obrolan sudah habis, dan miskordinasi antarsaraf membuat orang bertanya sekenanya,

“entar sampe atas nge-gofood mekdi enak kali, ya?”

Atau,

“bebek, bebek apa yang kalo ketemu ayam, salim?”

Atau,

“kita udah berjalan kaki enam jam, ketinggian gunung 2.800an meter, kemiringan lereng sekitar 45 derajat, siapakah yang mandiin kudanya Ken Arok?”

Atau,

“pada tanggal berapakah Konstantinopel berhasil direbut pasukan Muslimin?”

5. Kok Bisa Jalan-Jalan Melulu?
Pertanyaan ketika naik gunung ini terjadi kalau sudah santai di depan tenda sambil menyeruput kopi atau teh manis hangat, atau sambil menikmati Oreo ketika sudah di puncak.

“Yos, elu kok bisa jalan-jalan mulu, sih? Emang duit lu banyak, ya?”

“Ya nggak juga, kalo duit gue banyak mah gue nggak naek gunung, tapi mendingan naek haji.”

Sebetulnya jawaban serius atas pertanyaan tersebut bisa panjang, sih. Karena memang ada banyak poin. Kalau ingin tau jawaban seriusnya, bisa loh datang ke acara TALKACTIVE, Jalan-Jalan Jadi Cuan. Ini event garapannya Fitand Co Space. Nanti saya dan kawan saya Bena, akan share bagaimana caranya mengembangkan hobi jalan-jalan hingga bisa menjadi hobi yang menghasilkan. Bisa tanya-tanya saja dulu dengan Mbak Tika di 0858 8202 3823. Datang, ya. Tiada kesan tanpa kehadiranmu. 
Demikian lah daftar pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan jika sedang mendaki. Teman-teman punya pertanyaan lain waktu naik gunung? Coba dishare di kolom komen berikut dengan kunci jawabannya, siapa tau berguna. Selamat mendaki =)

Share:

1 comment: