Finally, sampai juga saya di Filipina. Ini adalah negara ASEAN ke-7 yang saya sambangi. Sejujurnya trip ini tidak berjalan seperti yang saya mau. Karena di itinenary awalnya saya dan teman-teman memasukkan wisata pantai dan pulau-pulau ke El Nido, Palawan. Tiket promo dari Cebu Pacific PP Jakarta-Manila-Jakarta pun sudah diamankan dengan harga dibawah satu juta rupiah saja!
Lalu seperti kehidupan pada umumnya, keadaan “manusia hanya berencana takdir Tuhan lah yang menentukan” terjadi pada rombongan kecil kami. Beberapa orang mundur dari trip ini, lalu menyebabkan biaya yang membengkak jika harus dipaksakan ke El Nido. Saya bongkar itinenary, selama sembilan hari di Filipina diputuskan untuk sight seeing Manila dan Tagaytay saja. Dan hasilnya justru teman-teman saya akhirnya hanya tinggal bertiga yang benar-benar berangkat ke Manila. Ada yang tidak berminat kalau hanya traveling ke Manila dan sekitarnya saja, ada juga yang mebatalkan karena berita tentang corona virus yang kian hari semakin memburuk. Terkait soal corona virus di Filipina akan saya bahas sedikit di postingan ini, so, keep reading yak!
Saya katakana tadi saya sembilan hari di Manila dan Tagaytay. Waktu yang terbilang lama untuk ukuran bobot itinenary yang ‘cuma’ memasukkan dua kota di Filipina, tanpa ada wisata biru-biru angin sepoi dan indahnya pasir pantai yang mestinya jadi menu wajib jika traveling ke negara kepulauan. Sangat disayangkan memang saya melewatkan El Nido, tapi mau bagaimana lagi, keterbatasan budget menjadi handicap yan tidak bisa dikompromikan.
Lalu seperti kehidupan pada umumnya, keadaan “manusia hanya berencana takdir Tuhan lah yang menentukan” terjadi pada rombongan kecil kami. Beberapa orang mundur dari trip ini, lalu menyebabkan biaya yang membengkak jika harus dipaksakan ke El Nido. Saya bongkar itinenary, selama sembilan hari di Filipina diputuskan untuk sight seeing Manila dan Tagaytay saja. Dan hasilnya justru teman-teman saya akhirnya hanya tinggal bertiga yang benar-benar berangkat ke Manila. Ada yang tidak berminat kalau hanya traveling ke Manila dan sekitarnya saja, ada juga yang mebatalkan karena berita tentang corona virus yang kian hari semakin memburuk. Terkait soal corona virus di Filipina akan saya bahas sedikit di postingan ini, so, keep reading yak!
Saya katakana tadi saya sembilan hari di Manila dan Tagaytay. Waktu yang terbilang lama untuk ukuran bobot itinenary yang ‘cuma’ memasukkan dua kota di Filipina, tanpa ada wisata biru-biru angin sepoi dan indahnya pasir pantai yang mestinya jadi menu wajib jika traveling ke negara kepulauan. Sangat disayangkan memang saya melewatkan El Nido, tapi mau bagaimana lagi, keterbatasan budget menjadi handicap yan tidak bisa dikompromikan.
Mabuhay! |
Daripada tiket promo hangus dan saya benar-benar kehilangan kesempatan ke Filipina yang entah kapan datang lagi, sembilan hari hanya di Manila dan sekitarnya pun tak apa. Toh masih ada yang bisa saya dapatkan dari sembilan hari traveling di negara olahraga basketnya jago banget ini.
Saya mencoba mengumpulkan fakta-fakta menarik tentang Manila secara khusus, dan mungkin tentang Filipina secara umum menurut sepengamatan saya. Berikut fakta-faktanya, nomor lima akan membuatmu biasa saja:
1. PALING MIRIP INDONESIA, PALING MIRIP JAKARTA
Pergilah ke Malaysia atau Singapura, di sana bahkan petugas di bandaranya bisa menebak kita orang Indonesia, atau setidaknya bukan dari negara mereka tanpa kita menujukkan paspor. Tapi di Manila tidak begitu. Saya baru menyadari bahwa secara ciri-ciri fisik, orang Indonesia bagian barat hingga tengah itu paling sama dengan Filipina. Di Manila setiap saya berbicara, membeli sesuatu, menanyakan lokasi, bayar angkutan umum, pasti diajak ngomong pakai bahasa Tagalog. Biasanya berujung mereka bete karena sudah berbicara panjang lebar, saya hanya membalas, “Sorry, I don’t speak Tagalog”. Ini tidak terjadi sekali-dua kali, tetapi di sepanjang perjalanan saya di Filipina. Awalnya saya kira yang peling dekat ciri-ciri fisiknya dengan kita adalah rumpun Melayu di Malaysia, ternyata bukan. Kita lebih mirip, bahkan sama, dengan orang-orang Filipina. Saat antri beli tiket masuk Fort Santiago, saya teman-teman bahkan disuruh antri di antrian turis lokal.
Itu dari segi ciri fisik manusianya. Fisik kotanya juga nyaris sama dengan Jakarta. Komposisi gedung-gedungnya, crowd-nya, Jakarta hanya unggul sedikit soal intensitas kemacetan lalu lintas. Misalnya Doctor Strange iseng memakai kekuatan teleportasinya ke seseorang dengan memindahkan orang itu dari Jakarta ke Manila, itu orang selama beberapa saat tidak akan sadar sudah berpindah negara. Manila ada MRT, Jakarta punya punya. Manila punya Bonifacio Global City, yang mirip plek plek sama kawasan SCBD, Sudirman, Thamrin. Di Manila ada America Cemetary, di Jakarta ada Ereveld Menteng Pulo. Berburu senja di Ancol? Di Manila Bay juga bisa! Setiap baliho, neon box, hingga papan pengumuman ditulis dengan huruf latin dan sebagian besar bahasa Inggris, jadi masih similar dengan Jakarta. Beda dengan di Bangkok, Ho Chi Min, atau mungkin Pnom Penh yang bisa langsung dikenali karena sebagian besar aksara di sana menggunakan huruf palawa dan Vietnam. Di kedua kota ini, Manila dan Jakarta, juga tumbuh subur mall dari mulai kelas ITC sampai kelas premium yang luasnya nyusahin kuli bangunan pas bikin itu mall.
2. TENTANG CORONA VIRUS DI FILIPINA
Saya berangkat ke Filipina ketika berita tentang corona virus sedang menguasai di hampir semua kanal berita. Filipina adalah salah satu negara yang sudah dikonfirmasi terpapar virus ini. Hingga tulisan ini dipublish, ada tiga pasien yang positif terjangkit dan satunya meninggal dunia. Tidak takut? Ya takut, dong. Sehari menjelang berangkat saja banyak yang mengingatkan saya.
Tetapi mengapa saya memutuskan tetap berangkat? Sebagian besarnya, sih, karena belum ada semacam travel advice dari kedua negara baik Indonesia atau Filipina yang merekomendasikan untuk tidak bepergian ke Filipina. Artinya kedua negara masih pede untuk tetap membuka diri saling mengunjungi. Saya percaya saja, karena isu global yang WHO saja turun tangan, kedua negara pasti tidak main-main dengan keselamatan warga dan pengunjung. Pendeknya, saya tidak bilang menjamin Filipina aman dari corona virus, tetapi dibanding Singapura, Thailand, dan Malaysia, Filipina is clearly safer to visit.
Upaya di Filipina juga cukup antisipatif terhadap corona virus ini. Sesaat setelah mendarat di Ninoy Aquino International Airpot, ada screening suhu tubuh. Di semua tempat umum seperti hostel, mall, tempat wisata bertebaran pampflet atau selebaran tentang informasi pencegahan penyebaran virus yang berawal dari Wuhan itu. Pengecekan suhu tubuh juga dilakukan di tempat-tempat yang saya sebutkan di atas, lalu sebelum masuk pengunjung wajib membasuh tangan hand sanitizer.
3. MAKAN JUNK FOOD DENGAN SENDOK-GARPU
Gerai junk food sangat tumbuh subur di Manila, bahkan saya menganggapnya seperti tidak terkendali. Restoran seperti McD dalam satu kawasan bisa berjarak hanya hitungan satuan meter. Itu belum gerai lain seperti KFC, dan Junk Food lokal Filipina yang terkenal, JolliBee. Herannya, walaupun jarak antar gerai begitu rapat, tetapi tidak pernah ada yang sepi alias laku semuanya. Orang Filipina kayaknya terobsesi makan ayam goreng tepung dan minum cola.
Hidangan junk food di Filipina disajikan lengkap dengan sendok dan garpu. Pertama kali melihat itu, WHAT??? APA ENAKNYA MAKAN PAKET NASI AYAM DUA PAKAI SENDOK GARPU?!?!?! PERLU GUE PANGGIL PSIKOLOG GAK SIH, INI?. Ini membuat saya yang dari Indonsia, kalau makan junk food model KFC pakai tangan, terlihat amat bar-bar di mata warga lokal. Gila sih, apa rasanya makan ayam KFC tidak sampai tulang-tulangnya , coba?
Upaya di Filipina juga cukup antisipatif terhadap corona virus ini. Sesaat setelah mendarat di Ninoy Aquino International Airpot, ada screening suhu tubuh. Di semua tempat umum seperti hostel, mall, tempat wisata bertebaran pampflet atau selebaran tentang informasi pencegahan penyebaran virus yang berawal dari Wuhan itu. Pengecekan suhu tubuh juga dilakukan di tempat-tempat yang saya sebutkan di atas, lalu sebelum masuk pengunjung wajib membasuh tangan hand sanitizer.
3. MAKAN JUNK FOOD DENGAN SENDOK-GARPU
Gerai junk food sangat tumbuh subur di Manila, bahkan saya menganggapnya seperti tidak terkendali. Restoran seperti McD dalam satu kawasan bisa berjarak hanya hitungan satuan meter. Itu belum gerai lain seperti KFC, dan Junk Food lokal Filipina yang terkenal, JolliBee. Herannya, walaupun jarak antar gerai begitu rapat, tetapi tidak pernah ada yang sepi alias laku semuanya. Orang Filipina kayaknya terobsesi makan ayam goreng tepung dan minum cola.
Hidangan junk food di Filipina disajikan lengkap dengan sendok dan garpu. Pertama kali melihat itu, WHAT??? APA ENAKNYA MAKAN PAKET NASI AYAM DUA PAKAI SENDOK GARPU?!?!?! PERLU GUE PANGGIL PSIKOLOG GAK SIH, INI?. Ini membuat saya yang dari Indonsia, kalau makan junk food model KFC pakai tangan, terlihat amat bar-bar di mata warga lokal. Gila sih, apa rasanya makan ayam KFC tidak sampai tulang-tulangnya , coba?
4. TIDAK ADA KULINER ENAK
Entah saya yang kurang eksplor atau bagaimana, tetapi selama sembilan hari di Filipina saya tidak pernah menjumpai makanan enak. Ada sih yang lumayan enak, semacam nasi goreng pingir jalan dengan beef soup, itu pun jadi enak karena ada kecap dicampur sama bawang goreng. Selebihnya, flat.
Di daerah Makati, sebuah kawasan terkenal di Manila, harapan sempat timbul ketika saya makan di sebuah bazaar street food. Beraneka daging mulai dari yang halal, sampai yang membawa kita selangkah lebih dekat kepada api neraka tersedia. Saya memesan tumis cumi-cumi karena sepertinya menggoda sekali. Oke, pesan.
“Spicy, sir?” Tanya yang dagang.
“Very spicy!” Jawab saya. Sekadar informasi, saya tidak suka pedas, tapi selama hampir seminggu makan dish yang tidak memiliki identitas rasa yang spesifik, makan superpedas boleh dicoba.
Tumis cumi datang. Tampilannya menggoda, terlihat sangat apetizing untuk dimakan pakai nasi panas langsung dengan tangan.
Coba sesuap,
Entah saya yang kurang eksplor atau bagaimana, tetapi selama sembilan hari di Filipina saya tidak pernah menjumpai makanan enak. Ada sih yang lumayan enak, semacam nasi goreng pingir jalan dengan beef soup, itu pun jadi enak karena ada kecap dicampur sama bawang goreng. Selebihnya, flat.
Di daerah Makati, sebuah kawasan terkenal di Manila, harapan sempat timbul ketika saya makan di sebuah bazaar street food. Beraneka daging mulai dari yang halal, sampai yang membawa kita selangkah lebih dekat kepada api neraka tersedia. Saya memesan tumis cumi-cumi karena sepertinya menggoda sekali. Oke, pesan.
“Spicy, sir?” Tanya yang dagang.
“Very spicy!” Jawab saya. Sekadar informasi, saya tidak suka pedas, tapi selama hampir seminggu makan dish yang tidak memiliki identitas rasa yang spesifik, makan superpedas boleh dicoba.
Tumis cumi datang. Tampilannya menggoda, terlihat sangat apetizing untuk dimakan pakai nasi panas langsung dengan tangan.
Coba sesuap,
Gak ada rasa.
Sesuap lagi,
Sesuap lagi,
Masih. Belum. Ada. Rasa.
Sesuap lagi,
Gue tadi pesen cumi pedes, apa hubungan yang udah dua tahun tapi udah saling bosen, sih? Hambar gini.
Sesuap lagi,
PENGEN NGAJAK RIBUT YANG JUAL YA ALLAH, TAPI HAMBA BUKAN ANAK KAMPUNG SINI *CRY*
Rasa flat yang biasa saja itu bukan hanya pada makanan, tetapi minuman juga. Saya sempat mencoba boba-bobaan, dan es kelapa beraneka rasa dan rasa manisnya hanya sampai diujung lidah. Kayaknya orang Filipina kalau nyobain Kopi Kenangan langsung pada diabetes. Ngopi di café juga begitu, kopi dan gula terpisah, kalo kopinya kurang manis tinggal tambah gulanya. Di sini problemnya, mau ditambahin gula berapa sendok pun kopinya tidak mau manis. Sudahlah, kayaknya selera kuliner orang Filipina memang yang flat-flat saja.
5. TENTANG BIOSKOP
Untuk membunuh waktu sebelum kepulangan ke Jakarta, saya memutuskan untuk nonton. Waktu itu nonton Sonic The Hedhog yang lebih cepat beberapa hari rilisnya dari Indonesia. Yang menarik adalah, harga tiket bioskop di Filipina ini beda-beda tergantung film. Film Hollywoood baru keluar biasanya yang paling mahal, diikuti film Hollywood lama tetapi masih ada ditangga box office, dan yang paling murah adalah film asia atau lokal.
Kalau dipikir, strateginya oke juga. Film lokal sama film luar memang harusnya harganya beda, karena biayanya kan juga beda. Film lokal secara hitung-hitungan umum pasti lebih murah biayanya dari film luar yang harus diimpor, kena pajak, dan kendala distribusi lainnya. Ini membuat tiket film lokal lebih murah, dan itu memberi stimulus untuk orang mempertimbangkan nonton film lokal. Secara tidak langsung, penetapan harga seperti ini bisa jadi insentif buat film lokal. Bagaimana? Mau menirunya kah XXI, CGV, dan Cinepolis?
Oh iya, bioskop di Filipina tidak ada subtitle-nya loh, ya. Jadi pastikan kalau mau nonton di sini kita mengerti bahasa filmnya, kalau saya memutuskan nonton Sonic karena berbahasa Inggris. Tidak jago bahasa Inggris sih saya, tapi dibandingkan harus nonton film lokal berbahasa Tagalog atau film Korea, film berbahas Inggris jelas lebih masuk akal. Dan di daerah Makati, bioskop bahkan di gratiskan untuk manula.
Masih banyak sih sebetulnya fakta-fakta tentang Filipina ini. Akan saya ceritakan di posting berikutnya. Stay tune terus di blog kesayangan…kesayangan siapa hayoooo? =)
Sesuap lagi,
Gue tadi pesen cumi pedes, apa hubungan yang udah dua tahun tapi udah saling bosen, sih? Hambar gini.
Sesuap lagi,
PENGEN NGAJAK RIBUT YANG JUAL YA ALLAH, TAPI HAMBA BUKAN ANAK KAMPUNG SINI *CRY*
Rasa flat yang biasa saja itu bukan hanya pada makanan, tetapi minuman juga. Saya sempat mencoba boba-bobaan, dan es kelapa beraneka rasa dan rasa manisnya hanya sampai diujung lidah. Kayaknya orang Filipina kalau nyobain Kopi Kenangan langsung pada diabetes. Ngopi di café juga begitu, kopi dan gula terpisah, kalo kopinya kurang manis tinggal tambah gulanya. Di sini problemnya, mau ditambahin gula berapa sendok pun kopinya tidak mau manis. Sudahlah, kayaknya selera kuliner orang Filipina memang yang flat-flat saja.
5. TENTANG BIOSKOP
Untuk membunuh waktu sebelum kepulangan ke Jakarta, saya memutuskan untuk nonton. Waktu itu nonton Sonic The Hedhog yang lebih cepat beberapa hari rilisnya dari Indonesia. Yang menarik adalah, harga tiket bioskop di Filipina ini beda-beda tergantung film. Film Hollywoood baru keluar biasanya yang paling mahal, diikuti film Hollywood lama tetapi masih ada ditangga box office, dan yang paling murah adalah film asia atau lokal.
Kalau dipikir, strateginya oke juga. Film lokal sama film luar memang harusnya harganya beda, karena biayanya kan juga beda. Film lokal secara hitung-hitungan umum pasti lebih murah biayanya dari film luar yang harus diimpor, kena pajak, dan kendala distribusi lainnya. Ini membuat tiket film lokal lebih murah, dan itu memberi stimulus untuk orang mempertimbangkan nonton film lokal. Secara tidak langsung, penetapan harga seperti ini bisa jadi insentif buat film lokal. Bagaimana? Mau menirunya kah XXI, CGV, dan Cinepolis?
Oh iya, bioskop di Filipina tidak ada subtitle-nya loh, ya. Jadi pastikan kalau mau nonton di sini kita mengerti bahasa filmnya, kalau saya memutuskan nonton Sonic karena berbahasa Inggris. Tidak jago bahasa Inggris sih saya, tapi dibandingkan harus nonton film lokal berbahasa Tagalog atau film Korea, film berbahas Inggris jelas lebih masuk akal. Dan di daerah Makati, bioskop bahkan di gratiskan untuk manula.
Masih banyak sih sebetulnya fakta-fakta tentang Filipina ini. Akan saya ceritakan di posting berikutnya. Stay tune terus di blog kesayangan…kesayangan siapa hayoooo? =)
Wah, seru banget Kok gak ngajak gue?
ReplyDeleteMales ngajak lu mah, abis magrib udah ngajakin pulang =(
DeleteNomor 4 ngajak orang hampir kesedak, ya Allah...
ReplyDeleteMasa iya bisa langsung kesedak kalau minum kopi kenangan. Apa semanis itu?
Jadi... Filipina kulinernya ga kaya bumbu seperti kuliner nusantara, ya.
Ga enak, dong.
Bagaimana kalau kita kenalin dengan terasi?
Iya, kenalin ama masako juga biar sedaaap.
Deleterasa makanannya flat sampai ke rasa makanan di gerai junkfoodnya nggak kak? ngga bisa bayangin makan cumi rasanya biasa aja, sepertinya kalau d sana aku jadi kurus krn rasanya nggak setajam di sini hwahaha. ditunggu nextnya kak
ReplyDeleteKalo di gerai junk food rasanya lumayan. Itu kenapa pengeluaran makan lumayan selama di sana karena aku kebanyakan makan junk food demi keselamatan nafsu makan. Hahahaha...
DeleteFakta nomor 2 yang paling menarik bagiku. Tentang Corona dan segala penanganannya di negara manapun, selalu menarik sekarang ini untuk disimak. Beruntung Kak Yos pulang dengan selamat ya kemarin.
ReplyDeleteAlhamdulillah, semoga cepat berlalu ya badai corona ini.
DeleteAlhamdulillah kembali dengan selamat yak. Aku kira ini postingan lama ternyata barusan ya travelingnya. Aku ngakak banget di bagian makanan hambar. Begitukah yang di pikiran lelaki kalo masakan istringa hambar, langsung introspeksi diri akuh. Hahaha
ReplyDeleteHahahaha...saya tidak tau karena belum punya istri. Tapi memang kesel sih karena beberapa kali makan di sana tapi tidak ada yang enak. Apa enaknya makan kalau cuma sekadar ngisi perut aja, kan?
DeleteSaking keponya sy search di Google MAKAN JUNK FOOD..
ReplyDeleteMenggiurkan banget iya kak, jadi pengen makan..
wah jadi fokus baca ke nomor tiga nih, emng sih junk food itu makanan praktis dimana-mana, jadi paling diminati banyak orang. Gerai-gerai pasti rame, apalagi kalo ada diskonan, pasti diserbu abis tuh
ReplyDeleteeh ini pergi kemarin yak? rajin yaaa udah publish aja tulisannya, seru banget sih aslik,
ReplyDeletedan aku jadi ngiler kan pen makan ini sekarang! tanggung jawab ah
Iya ya orang Filipina emang facenya mirip sekali ma org Indonesia, tapi kalau udah ngomong dah jelas bukan WNI haha.
ReplyDeleteWah jd kalau soal makanan ke sana agak susah ya, beda kalau ke Singapore atau Malaysia hehe. Baiklah berarti kalau ke sana kudu bawa bekel :D
Bhahahahaa...aku gak bisa ngebayangin wajah kak Yos waktu makan sama minum.
ReplyDeletePasti langsung ble..ble...blee~
((kaya wajah Papa Drac di Transylvania)
Emang yaa...paling nikmat itu di tanah kelahiran sendiri.
Mau gimana ngajak tawuran juga ga sungkan.
Jadi hilang niat untuk lakukan traveling ke Filipina deh :) kebayang nyeseknya makan makanan yang ga ada rasanya. Tapi kalau saya tinggal disana selama 3 bulan turun berat badan sampai 15 kg mungkin ya
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
DeleteROM PS1 ISO Sebatas.info
ReplyDeleteSebatas.info Game PS1
Cara Main Game PS1 di Android
Sebatas.info Game PS1 Highly Compressed
Game PS1 Android
ROM PS1 ISO Sebatas.info
Sebatas.info
Sebatas.info PS1
Sebatas.info Game PS1 Highly Compressed
Sebatas.info PSX