Jujur, agak sulit memulai sesuatu dari awal lagi. Setidaknya bagi blog ini. Pandemi benar-benar mengubah tatanan dunia dari skala global, makro, hingga unit mikro terkecil seperti blog kesayangan Persatuan Istri Camat seluruh dunia ini. Memang pada awal pembuatannya, blog ini enggak secara spesifik bertujuan memposting tentang hobi saya traveling. Tapi seiring berjalannya waktu, karena mungkin, satu-satunya hal menarik dalam hidup saya adalah traveling, jadilah keninglebar ini pelan-pelan membentuk niche travel.
Lalu kita semua tau apa yang terjadi dalam dua tahun
terakhir ini. Pandemi datang. Perlahan memaksa kelaziman lama menjadi sebuah sistem
yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kalau bahasa birokrat resminya ‘New
normal’. Normal baru ini bukan main dampaknya.Mulai dari tingkatan menteri
negara sampai travel blogger wanna be medioker macam saya kena imbasnya. Gimana
mau nulis blog wong enggak jalan-jalan, apa yang mau ditulis?
Ini membuat saya maping kembali tujuan kenapa blog ini
dibuat. Saya gulir kembali daftar postingan di dashboard. Ternyata saya
menemukan bahwa, “ah, gue enggak setraveling itu”. Banyak unggahan lama yang
enggak melulu bicara soal tujuan wisata, tips dan trik cari akomodasi murah,
atau cerita tentang pengalaman konyol mendaki gunung. Suprisingly, viewernya
lumayan banyak. Saya tiba pada satu kesimpulan bahwa blog ini adalah
satu-satunya kanal bagi keresahan saya. Mau ngeYoutube, enggak punya alat yang
proper dan kemampuan editing video berada di level di bawah menyedihkan. Ngepodcast?
Enggak ada teman ngobrolnya. Stand up
comedy? Untuk saya yang penikmat jokes bapak-bapak tingkat “buah buah apa yang
keliatannya enggak enak badan? Alpucat! Jaaaahhhh” rasanya melucu sendiri di
depan orang banyak itu enggak dulu, deh. Jadi, ya, blog ini jadi escaping room
terakhir buat saya.
Jadi berhenti, nih, nulis traveling? Ya enggak juga. Suatu
saat saya pasti bakal jalan-jalan lagi walau mungkin dengan ambiance dan vibe
yang berbeda, dan kalau ada yang menarik pasti saya tulis. Ini juga yang
menjadi salah satu hal kecil tapi kepikiran. Setelah pandemi ini selesai,
apakah jalan-jalan masih akan seseru
dulu?
Jawabannya bisa saja masih. Bahkan mungkin jauh lebih seru.
Coba bayangkan, hampir dua tahun begitu
banyak orang yang sudah gatal ingin liburan. Dua tahun, loh, pasangan LDR saja
belum tentu tahan. Lalu ketika pandemi mereda, antusiasme baru akan
menggerakkan turisme yang sempat berhenti. Ini berlaku untuk kedua sisi, pihak
wisatawan maupun pihak penyedia jasa wisata.
Traveler akan menemukan destinasi baru, atau berkunjung ke
destinasi lama untuk merasakan nostalgia merayakan waktu yang sempat hilang.
Sementara itu pelaku usaha sudah siap dengan konsep baru, cara promosi berbeda,
dan segudang tawaran menarik lainnya. Pemerintah bahkan sudah wanti-wanti akan
adanya revenge tourism berupa ledakan kunjungan. Well, kalau dilihat dari sisi terang optimisme,
rasanya jalan-jalan bakal tetap seru-seru aja.
Tetapi, bisa juga jawabannya malah enggak seru lagi. Saya
rasa saya enggak sendirian yang hobi jalan-jalan dan merasa bahwa ternyata
enggak ke mana-mana itu bukan akhir dari dunia. Ternyata kita enggak sebutuh
dan sesakaw itu sama traveling. Kalaupun ada kesempatan jalan-jalan, udah
keburu males sama aturan-aturan new normal. Paling banter saya cuma kepikiran akun Instagram mau diisi konten apa.
Beberapa teman seperjalanan saya juga ada yang memiliki
hobi baru. Ya sepeda, ya main kucing, ya ngurus tanaman, main cupang, memperbaiki akhlak, ngadu panko sama abri dan banyak lagi. Kalau berkontak sesama kami di grup chat, selalu ada celetukan kangen jalan-jalan, masih sama seperti dulu. Bedanya, kali ini tidak ada follw up yang membuat rindu itu tak tereksekusi.
Itu baru dari sisi travelmate. Lebih luas lagi kalau ekonomi
dimasukkan dalam variabel yang menentukan traveling atau tidaknya seseorang.
Ekonomi yang masih tahap membangun setelah diambrukkan pandemi membuat sobat
jalan-jalan banyak menahan, bahkan menutup sama sekali niat buat plesiran.
Sekarang bisa jalan-jalan ke Dadap liat pesawat dari luar pagar aja udah
syukur. Teman enggak ada, duit enggak ada juga, apa serunya jalan-jalan?
Kalau menurut kalian bagaimana? Masih seru, enggak,
jalan-jalan setelah pandemi dengan segala tetek bengeknya?