Friday, 16 September 2022

Orang Pajak Pilih ASUS Vivobook Pro 14 OLED (M3400)

Sekilas Cerita Tentang Orang Pajak

Saya adalah seorang petugas pajak (tax officer) korporasi yang memiliki hobi nonton dan nge-games. Nonton apa saja, mulai dari film hingga berjam-jam mantengin streamer game moba. Nonton dan sesekali main games adalah pelarian saya dari pekerjaan yang bisa dibilang hampir Sembilan puluh persennya berada di kantor. Sederhananya, tax officer adalah sebuah profesi yang hampir seluruh tupoksinya bersifat klerikal, administratif, dan pasti akrab dengan sistem komputerisasi.

Namanya pekerjaan pasti ada saja tantangannya. Nah, tax officer ini diharuskan untuk selalu update soal peraturan dan undang-undang perpjakan di Indonesia dan dunia. Peraturan itu mencakup soal teknologi dan informasi termutakhir yang digunakan oleh Departemen Keuangan RI. Sekitar mulai tahun 2015 Direktorak Jenderal Pajak mulai melakukan reformasi birokrasi dan tata cara perpajakan. Untuk pelaporan pajak, semuanya menggunakan sistem daring yang memungkinkan saya tidak perlu repot-repot lagi gotong berkas ke kantor pelayanan pajak. Tantangannya adalah, semakin banyak sistem dan aplikasi perpajakan, spesifikasi laptop yang mesti digunakan juga harus bertambah jago.


Secara sederhana, ini adalah gambaran siklus perkerjaan saya setiap bulannya.


Saya pernah panik karena di hari terakhir batas penyampaian pelaporan harus lapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN), laptop saya tiba-tiba hang. Sekadar informasi, untuk lapor PPN, saya perlu mengakses tiga sistem dan aplikasi sekaligus. Itu belum ditambah kertas kerja saya yang berupa Excel dan sistem keuangan yang dipakai kantor. Kalaupun waktu laptop saya bisa digunakan, maka perpindahan antarjendela dan tabulasi begitu lama dikarenakan prosesor dan memorinya yang amat terbatas. Case terburuknya, layar seketika memutih dan di atas bar Windows muncul tulisan 'Not Responding'. Mau enggak mau saya harus melakukan protokol end task manager dan mulai dari awal lagi. Ampun, deh, padahal ini menyangkut laporan uang yang disetor ke negara, lho! Kalau telat bisa dapat surat ‘cinta’ dari Bu Sri, nih!


Ini daftar aplikasi sebagai tools saya menghandle seluruh kewajiban perpajakan perusahaan. Aplikasi-aplikasi tersebut mesti ter-update secara berkala.


Pengalaman lumayan memalukan juga pernah saya alami. Jadi ceritanya saya sudah berkali-kali mengunggah file laporan Pajak Penghasilan berformat CSV tetapi oleh server Direktorak Jenderal Pajaknya selalu tertolak. Saya komplain dengan nada agak kesal ke bagian pelayanan karena sistem mereka saya tuding enggak mendukung. Setelah diarahkan oleh bagian IT-nya, ternyata saya harus memperbarui aplikasi Surat Pemberitahuan Elektroniknya karena file dari aplikasi lama sudah enggak bisa terbaca. Saya mengikuti petunjuk dan memperbaharui aplikasinya. Namun, ternyata laptop saya sudah enggak bisa lagi menampung data tambahan dari patch pembaruan tersebut. Duh, malunya saya sudah hampir marah-marah ke petugas eh ternyata masalahnya di laptop sendiri.

Setelah bergelut hingga nyaris tengah malam dengan lusinan kertas kerja, miliaran rupiah uang yang mesti saya rekap, dan beberapa aplikasi perpajakan, akhirnya pajak bisa saya laporkan. Saking leganya, saya hampir memesan tumpeng dan grup kasidahan untuk syukuran. Saya merenung, ini enggak bisa nih kayak begini terus setiap bulan hanya gara-gara laptop yang suka ngadat. Di tengah perenungan saya di sebuah minimarket yang menyediakan tempat ngopi, saya melihat ada seseorang yang sedang sibuk di balik layar laptopnya. Begitu serius. Urusan kerjaan pasti. Laptopnya begitu terlihat elegan, kokoh, dan apa ya, hmmm…terlihat formal dan kasual di saat yang sama. Di muka laptopnya tertera brand ASUS.

Rasanya sudah saatnya laptop orang kantoran bukan lagi laptop entry level yang kemampuannya pas-pasan alias cuma kenceng untuk buka Excel atau ngetik di Word. Yang saya lihat dari orang yang sedang bekerja menggunakan ASUS itu, pasti laptopnya tidak hanya handal untuk kerja. Tapi juga untuk hiburan, terlihat dari headphone yang terpasang dan ia sangat menikmati musik atau konten apa pun yang terdengar. Jadi makin kepo sama brand ini. Selain karena nampaknya kualitasnya bagus, tampilannya juga sukses bikin saya jatuh cinta. Bukan pada pandangan pertama, sih, karena saya sering banget liat orang pakai ASUS. Mungkin karena saking banyaknya itu, ya, jadi kelihatan cuma sekilas. Berbeda dengan saat itu yang saya lihat dengan mendalam. Baiklah, sebelum laporan ke bos untuk upgrade laptop, saya mesti kulik ASUS ini lebih dalam. 


Dashboard situs yang menghubungkan saya sebagai perwakilan perusahaan dengan Dirjen Pajak. Setelah semua data diolah di aplikasi di atas (gambar sebelum ini), dan seluruh kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan perpajakan muaranya adalah di situs ini.


ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) Laptop Dengan Design Tingkat Ergonomis Tinggi

Setelah saya usut dengan bertanya sana-sini mengumpulkan informasi dan mencari melalui media daring, ternyata ASUS memang terkenal dengan design yang memikat. Buktinya ASUS, pabrikan laptop asal Taiwan ini sudah menyabet 61.250 penghargaan dari tahun 2021 lalu versi berbagai perusahaan IT dari seluruh penjuru dunia. Saya makin yakin ASUS adalah perusahaan multinasional produsen PC dan perangkat pendukung terbaik di dunia. Terbaru, ASUS masuk dalam salah satu perusahaan paling dikagumi di tahun 2022 berdasarkan survey Fortune. Kelas!

Salah satu yang menarik dari pencarian saya adalah ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400). Karena laptop ASUS teranyar di kelasnya ini memiliki dimensi yang amat ringkas, tipis, dan yang terpenting ringan namun tetap terlihat solid. Banyak yang bilang, bodi sebuah laptop nomor sekian, yang esensial kan dalemannya. Duh, buat saya keergonomisan sebuah laptop itu sungguh fundamental. Saya bolak-balik rumah-kantor setiap hari naik motor melewati jalanan Jakarta yang sadis banget macetnya, bisa keriting tulang punggung ini kalau laptopnya berat atau susah dikemas dalam tas.

Membawa ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) enggak perlu pakai ransel yang besar karena dimensinya sangat ideal yaitu 31.58 x 22.63 x 1.89~1.92cm, jadi cukup nyaman dibawa sambil bermotor ria. Kalau sewaktu-watu perlu keluar kota dengan pesawat untuk perjalanan dinas, laptop ini juga cukup ramah koper. Bobotnya yang hanya 1,4Kg, dan dimensi ideal tadi cukup menyisakan banyak ruang di koper yang bisa digunakan untuk membawa barang lain. Dengan dimensi seperti itu dan pilihan warna pada sasis utama yaitu solar silver, dan cosmos blue kombinasi list garis berwarna kontras  dengan warna utama, display komputer jinjing ini sangat santai namun tetap terlihat amat profesional, futuristik dan kental nuansa premium. Enggak bakal minder deh walau cuma buat gaya konten foto di sosmed ala-ala mas atau mbak SCBD dengan caption, “lembur tipis-tipis”.

Display memikat dan sangat ergonomis


Dengan ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) Lapor Pajak Jadi Lebih Cepat

Salah satu Key Performance Indikator (KPI) bagi seorang pegawai pajak perusahaan kayak saya ini adalah ketepatan dalam hal pembayaran dan pelaporan pajak, baik nominal maupun waktu, ke negara. Enggak boleh telat, atau akan ada denda menanti dan KPI saya menjadi jelek yang berakibat enggak naik gaji atau enggak mendapat bonus. No! Jangan sampai, deh, itu kejadian.

Nah kalau pakai ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) ini siklus pekerjaan transaksi perpajakan saya pasti bisa dipangkas waktunya dengan cukup signifikan. Karena ASUS sangat memperhatikan detail pada produk ini. Touchpad dengan ukuran yang luas dan juga mengusung keyboard ASUS ErgoSense, sungguh membantu mobilitas jemari saya di papan ketik.

Jarak tombol, kedalaman tekan, sangat presisi sehingga saya, yang kalau kerja jarang pakai tetikus, menjadi lebih cepat dalam mengoperasikan tombol-tombol shortcut di Excel dan pasti meminimalisir typo. Ini sangat vital mengingat jobdesc saya banyak melibatkan angka, salah ketik satu angka saja fatal akibatnya. Laporan pun pasti bisa saya submit bahkan sebelum deadline tiba. Seneng, enggak? Ya seneng dong, masa enggak!


Dijinjing pun oke


ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) yang Adaptif dengan Perkembangan Dunia Kerja

ASUS juga sangat mengerti di zaman perilaku orang kantoran sudah berubah dari yang work from office minded menjadi hybrid alias bisa kerja di mana pun. Kalau memang saya harus bekerja dari luar kantor, si bos enggak perlu khawatir untuk memonitor atau mengorganisir pekerjaan karena ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) punya teknologi  AI Noise Cancelling. Gunanya untuk meredam suara bising di sekitar tanpa perlu setting apa-apa lagi. 

Asiknya, kecanggihan kecerdasan buatan untuk menyaring kebisingan ini berlaku keluar-masuk alias dua arah, loh. Maksudnya suara kita sebagai pengguna akan jelas terdengar oleh lawan bicara, dan suara lawan bicara pun clear ditangkap oleh telinga kita. Jadi kalau sedang meeting online menggunakan Vivobook Pro 14  OLED (M3400), peserta rapat enggak akan terdistraksi oleh suara asing jika saya berada di tempat yang agak padat crowd-nya. Kalau sedang berada di rumah dan meeting online, saya enggak perlu khawatir suara knalpot rusak dari motor yang lewat akan masuk ke audio meeting.

Bos ngajak meeting online dadakan pagi-pagi sementara saya belum mandi dan dia tiba-tiba memerintahkan, “semuanya harap on cam, ya!”? Wah, kalau pakai Vivobook ASUS Pro 14  OLED (M3400) rasanya santai saja, cukup bersisir seadanya karena laptop ini memiliki HD webcam 720p yang amat mumpuni. Wajah dijamin tetap glowing sepanjang video conference walau badan masih bau naga. Ada privacy shutter fisiknya juga loh untuk menutup kegiatan kita yang enggak mau diketahui orang lain sepanjang atau sesudah meeting.

Fasilitas migrasi data dan konektivitas di ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) juga amat lengkap. Ada 1 USB port 3.2 Gen 2 Type-A, dan 2 USB port 2.0 Type-A. Mau presentasi atau pamer hasil pekerjaan di depan warga masyarakat kantor? Tenang, ada HDMI port 1.4 yang siap menyampaikan isi laptop ke layar proyektor. Mau memindahkan foto outing kantor ke Bali dari kamera tinggal colok kartu memori ke Micro SD card reader. Untuk layanan nirkabelnya ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) menyediakan Wi-Fi versi 6 dual band, serta Bluetooth versi 5.

Pernah juga suatu waktu saya bosan bekerja dari rumah. Rasanya kepingin keluar sebentar sambil menyeruput kopi. Pergilah saya ke sebuah kedai kopi untuk melanjutkan pekerjaan. Tetapi dasarnya saya orangnya pelupa, saya sering ketinggalan charger laptop. Jadi deh kerja cuma sebentar, padahal biaya yang keluar untuk secangkir kopi cukup lumayan. Sangat jauh dari kata produktif. Coba kalau saat itu sudah punya laptop ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400), enggak bakal kejadian tuh buru-buru nge-save kerjaan karena indikator baterai sudah merah. Sebabnya laptop ini dilengkapi oleh baterai berkapasitas 50WHrs dengan kandungan bahan 3-cell li-ion, atau sederhananya bisa tahan lebih dari delapan jam untuk digeber berjibaku dengan kerjaan segunung.

Hidup terasa mudah dengan ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400), kerjaan berjalan mulus, enggak ada lagi drama takut telat laporan atau insecure soal performance di online meeting. Kordinasi dengan atasan dan kolega dari divisi lain pun menjadi lancar, produktivitas meningkat to the moon.


Si paling ngerti buat diajak kerja dan berkarya


ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) Sangat Mendukung Sistem Informasi dan Teknologi Perpajakan

Seperti yang sedikit saya singgung di atas, salah satu tantangan berkiprah di dunia pajak korporasi adalah semakin berkembangnya teknologi informasi perpajakan. Kalau tools yang kita punya enggak mengikuti, maka hambatan-hambatan dari yang receh sampai yang kelas berat siap mengadang. Ya laptop overheating lah, lemot lah, force shutdown lah, sampai laptop ‘ogah’ menerima update terbaru yang diminta aplikasi perpajakan.

Untuk ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) hal di atas jelas isu yang sudah tertangani sebelum masalahnya datang. Penggerak laptop ini adalah prosesor AMD Ryzen™ 5000 H-Series Mobile Processors. FYI saja nih, prosesor tersebut performanya tinggi sekali bahkan untuk memainkan game berat sekalipun, jadi enggak bakal mengecewakan dalam hal meladeni aplikasi perpajakan yang selalu minta update berkala. Prosesor tersebut dirancang menggunakan arsitektur  Zen3 melalui pemrosesan 7nm, yang membuat fungsi komputasi berjalan maksimal.

Varian high end Untuk ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) hadir dengan ditenagai AMD Ryzen™ 5000 H-Series Mobile Processors yang memiliki full powerful performance core untuk multitasking bahkan video editing. Selain powerful, prosesor ini memberikan daya baterai lebih awet sehingga produktivitas harian semakin maksimal. Dilengkapi dengan kartu grafis integrasi AMD Radeon yang memberikan performa gaming yang tanpa lag. Produktivitas harian dimanapun dan kapanpun jadi maksimal dengan performa prosesor dan kartu grafis dari AMD ini.

Prosesor ini terdiri dari konfigurasi 8-core dan 16 -thread hingga bisa dioperasikan di frekuensi dasar 3,2GHz yang bisa ditingkatkan sampai 4,4GHz. Ini sangat penting untuk menunjang performa kecepatan sebuah laptop. Memori sebesar 16GB lebih dari cukup untuk membuka banyak tab, jendela, maupun aplikasi pajak lebih dari satu tanpa perlu khawatir lemot atau bahkan ngelag. 

Untuk urusan multitasking laptop ini jelas sangat prima, apalagi dengan dukungan Windows 11 yang punya fitur primadona bernama Snap Layouts yang memungkinkan kita mengoperasikan beberapa program serentak dalam satu layar. Ruang penyimpanan internal kapasitas 512GB berbasis M.2 NVMe™ PCIe® 3.0 sangat ideal untuk menyimpan database dari Surat Pemberitahuan Elektronik (eSpt) Pajak yang setiap bulannya pasti ukurannya beranakpinak. ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) ini bisa menjadi market leader di kelasnya, dan jadi benchmark untuk perlengkapan kerja karyawan kantoran di perusahaan dengan berbagai skala.

Kalau sedang di akhir bulan biasanya orang pajak korporasi seperti saya lembur di kantor untuk closing laporan keuangan. Ketahanan sebuah laptop sangat diuji di waktu-waktu ini karena bisa jadi seharian full harus stand by. ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) ini punya teknologi thermal control yang apik banget, yaitu IceCool Plus terbaru. 

Sistem ini memiliki dua kipas berbahan Liquid Crystal Epoxy Polymer (SCP) yang kalau dijumlahkan memiliki total 86 bilah. Hal ini membuat aliran udara 16% lebih optimal untuk menunjang kinerja laptop agar tidak terjadi overheat. Kepala boleh panas, tapi laptop mesti tetap adem.

Dibekali operating system Windows 11 yang kompatibel hampir dengan semua software dan tampilan antarmuka yang lebih mutakhir, user friendly, widget yang menarik, dan segar, ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) bisa switch performance supaya prosesor bekerja dengan TDP (Thermal Design Power) di 45 watt sehingga konversi energi listrik ketika laptop dioperasikan tidak menimbulkan panas berlebih. Jadi laptop bisa lebih kencang dan fast response ketika digunakan, dan daya tahan baterai jadi lebih lama.

Kalau begini, selain sistem aplikasi pajak, laptop keren ini juga sangat suitable untuk sistem keuangan dan akuntansi lain yang memerlukan laptop spesifikasi tinggi seperti SAP, ERP, dan Oracle. Wah, seru kayaknya kalau satu divisi di kantor bisa pakai laptop yang sama.


Jadi akur sama rekan kerja

ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) Sang Penyejuk Mata Orang Kantoran

Konsekuensi kesehatan yang harus diterima orang kantoran tuh biasanya mata minus karena keseringan menatap layar laptop dengan durasi lama. Untuk pengguna ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) rasanya enggak perlu khawatir. Namanya juga OLED, Organic Light Emitting Diode, teknologi ini digunakan untuk memproduksi cahaya dan gambar kualitas tinggi. ASUS adalah pelopor satu-satunya untuk teknologi yang manfaat dan keunggulannya begitu besar ini. Namanya juga perusahaan IT top dunia, pasti kualitas dan pelayannannya no.1, dong.

Dengan layar 14 inch ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) memiliki resolusi 2,8K dengan 90Hz refresh rate dan 100% DCI-P3. Buat orang pajak atau keuangan yang enggak boleh luput menghitung angka, rasio aspek 16:10 sangat membantu karena jangkauan pandang akan lebih luas dan detail sehingga mata enggak perlu sering-sering memicing untuk memastikan ketepatan deretan bilangan.

Oh iya, mumpung ingat, 100% DCI-P3 itu artinya cakupan warnanya lebih luas, lebih banyak warna turunannya, teknologi ini bahkan digunakan dalam industri perfilman karena selain range warnanya luas, detail yang ditampilkan juga baik dan sangat akurat. Layar ASUS OLED ini enggak bisa diragukan lagi konsistensinya karena sudah memiliki sertifikasi  PANTONE Validated Display. Supaya lebih mudah membayangkannya, saya buat perbandingannya lewat ilustrasi sederhana berikut:

ASUS OLED 100% DCI-P3 lebih kaya warna


Pernahkah kita nonton acara kuliner tetapi tampilan warna makanannya kelihatan pucat atau gelap? Nah, itu karena layar atau monitor yang kita gunakan hanya memiliki cakupan warna yang sedikit sehingga sistem monitor 'terpaksa' memilih warna yang tersedia untuk ditampilkan. Nah, ASUS OLED dengan 100% DCI-P3 bisa menampilkan gambar sesuai warna aslinya karena punya ‘stok’ warna yang banyak. Untuk divisi marketing dan komersial di kantor saya, teknologi ini sungguh membantu karena effort untuk mendapatkan grading warna yang tepat ketika proses penyuntingan konten video promosi atau materi untuk bikin company profile jadi enggak teralu banyak.

Apa lagi, ya? Oh ini, ternyata laptop ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400)  unsur entertainment dan multimedianya juga capable sekali, lho. Pengertian banget nih laptop kalau healing paling gampang untuk orang kantoran dengan jam kerja teratur nine to five rutin lima kali dalam seminggu ya nonton film, nge-games atau mendengarkan musik. 

Karena kecanggihan lain ASUS OLED adalah kualitas visualnya tetap pada tingkat 100% walau kita menurunkan tingkat kecerahan hingga rendah sekali. Kalau sedang capek menghitung berapa pajak perusahaan yang harus disetor, saya rehat sejenak untuk melakukan hobi seperti nonton film-film Marvel Cinematic Universe atau nge-games santai. Dengan kualitas layar seperti itu pasti akan sangat memuaskan. Duileh, bakalan meleleh hati ini liat senyum Scarlett Johansson dengan gambar sebening itu tanpa lag.

Mau nonton film-film superhero keluaran DC yang terkenal akan tone dark-nya? Hooo, jangan khawatir kita akan kehilangan sentuhannya. Karena layar OLED pada ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) ini kontras pada warna hitamnya sangat memanjakan mata. Penggemar film Trilogi Batman bikinan Christoper Nolan pasti puas banget nonton di layar OLED ASUS ini. Sertifikasi VERSA CERTIFIED Display HDR True Black 600 yang telah diperoleh adalah jaminan bahwa inovasi ASUS OLED ini unggul baik dalam display penuh warna dan juga pada nuansa monokrom.

Untuk masalah pada monitor, yang paling menyebalkan dari laptop pada umumnya adalah layar kadang berkedip (flicker) dan sangat mengganggu kesehatan mata. Nah, ASUS OLED juga memiliki teknologi anti-flicker yang bikin mata enggak cepat capek. Buktinya teknologi besutan ASUS ini memegang sertifikasi TÃœV Rheinland untuk teknologi anti-flicker dan low blue light.

Sekadar informasi, blue light pada laptop adalah cahaya yang paling merusak mata. Karena spektrum cahaya biru adalah yang paling panjang di antara warna utama lain seperti merah, dan hijau. Mata manusia enggak bisa bertahan lama dengan spektrum cahaya biru ini, dan mata kita enggak punya mekanisme pertahanan alami untuk menangkal gelombang blue light yang umum terdapat pada setiap gadget. Satu-satunya jalan agar mata tetap aman adalah teknologi artifisial untuk menetralisir ancaman blue light. Inovasi bernama ASUS OLED hadir sebagai jawabannya.

Berbeda dengan spektrum cahaya lain yang mampu difilter pupil, spektrum blue light yang panjang bisa menembus hingga retina. Berbahaya jika terpapar untuk jangka panjang.


Nah, sertifikasi TÃœV Rheinland tadi menegaskan bahwa komitmen ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) dalam menjaga kesehatan mata bukan cuma gimmick marketing semata. Jadi, pegawai pajak kantoran kayak saya enggak perlu khawatir plafon reimbursment pengobatan mata bakalan nombok. Bayangkan, dari layarnya yang berkualitas tinggi saja saya sudah menemukan multiple effect berupa penghematan uang berobat mata. Ini saya belum bicara potensi dari sisi penghematan energinya.

Kerja sambil streaming-an seharian enggak perlu takut pandangan buram, ayo aja!


Info tambahan yang enggak kalah penting nih, mumpuni di visual bukan berarti ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) memproduksi alakadarnya dari aspek output suara. Laptop ini justru begitu padat diisi oleh berbagai komponen penunjang untuk menghasilkan suara yang cetar punya. Dengan Smart Amp Technology, Built-in speaker, Built-in array microphone, dan telah diganjar pengakuan Harman/Kardon certified audio, siapa sangka laptop berbodi ramping ini bisa sangat memuaskan dalam menghadirkan pengalaman kerja sambil mendengarkan musik dari berbagai genre dengan kualitas suara begitu jernih dan utuh. Untuk kreator podcast pasti sangat terbantu dengan kinerja audio ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400) ini dalam proses akhir  memilah suara mana saja yang harus masuk ke konten dan mana yang harus dikoreksi sebelum diunggah.

Bikin konten berbasis audio pun jadi semakin mengasyikan


Dengan sederet keunggulan di atas, bisa banget nih saya merekomendasikan ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400)  ke bagian procurement di kantor kalau mau melakukan peremajaan asset khususnya laptop kerja karyawan. Dengan harga di bawah 13 jutaan rupiah, rasanya masih masuk budget untuk meningkatkan produktivitas karyawan, dan perusahaan bisa dapat banyak cuan!

Kesimpulan Kenapa Orang Pajak (Kantoran) Perlu Punya ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400)

Kesimpulannya, manfaat makro dari menggunakan ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400)  ini ada 3, yaitu:

  1. Produktivitas saya sebagai pegawai korporasi meningkat, dan, ehem, semoga berbanding lurus dengan kenaikan gaji. Aamiin.
  2. Korporasi yang mempekerjakan saya memperoleh manfaat yang optimal dan efisien dari tenaga pekerja yang mereka rekrut karena berkurangnya hambatan dari sisi teknologi, yang untuk efek jangka panjangnya bisa mereduksi biaya operasional dan administrasi.
  3. Kepatuhan dalam hal pemenuhan kewajiban terhadap pendapatan negara berjalan lancar, sehingga bisa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanat UUD 1945.

Seperti kata slogan Departemen Keuangan Republik Indonesia, “orang bijak taat pajak”. Orang pajak pilih ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400), kakak! Asik.


Spesifikasi Lengkap ASUS Vivobook Pro 14  OLED (M3400)



Main Spec. 

Vivobook Pro 14 OLED (M3400) 

CPU 

AMD Ryzen™ 7 5800H Mobile Processor (8-core/16-thread, 20MB cache, 

up to 4.4 GHz max boost) 

Operating System 

Windows 11 Home 

Memory 

16GB DDR4 

Storage 

512GB M.2 NVMe™ PCIe® 3.0 SSD 

Display 

14-inch, 2.8K (2880 x 1800) 16:10, ASUS OLED, 90Hz 0.2ms, 600nits, 

DCI-P3 100%, Pantone Validated, VESA HDR True Black 

Graphics 

AMD Radeon™ Graphics 

Input/Output 

1x USB 3.2 Gen 2 Type-A, 2x USB 2.0 Type-A, 1x HDMI 1.4, 1x 3.5mm 

Combo Audio Jack, Micro SD card reader 

Connectivity 

Wi-Fi 6 (802.11ax) (Dual band) 2*2 + Bluetooth 5 

Camera 

720p HD camera with privacy shutter 

Audio 

Smart Amp Technology, Built-in speaker, Built-in array microphone, harman/kardon 

Battery 

50WHrs, 3S1P, 3-cell Li-ion 

Dimension  

31.58 x 22.63 x 1.89 ~ 1.92 cm 

Weight 

1.4 Kg 

Colors 

Solar Silver

Price 

Rp12.799.000  

Warranty 

2 tahun garansi global dan 1 tahun ASUS VIP Perfect Warranty 


Share:

Friday, 17 June 2022

Podcast Langgananku

Tanda dewasa (atau tua) salah satunya adalah mulai malas dengerin lagu-lagu baru. Makanya seenak apapun lagu-lagu di album terbarunya Tulus, saya enggak pernah denger kalau bukan dari Instastory kawan-kawan yang memvideokan jalan tol dari point of view dashboard mobil lalu diberi sisipan lagu Hati-Hati di Jalan. Preferensi musik saya berhenti di jaman Sheila on 7, Padi, Dewa pas Dhani masih sama Maia, sampai paling jauh ya Fourtwnty, lah. Setelah itu, ya sudah, lagu-lagu kekinian saya jarang yang tau.


Ini membuat fungsi aplikasi streaming audio saya sangat jarang memutar musik. Saya lebih suka memutar siniar (podcast). Semakin bertambah usia, saya menyadari bahwa lebih asyik ngobrol daripada nyanyi, walau cuma mendengarkan. Dulu saat radio masih jaya saya pernah merasakan asyiknya mendengar obrolan tongkrongan Jimi-Buluk di siaran pagi, atau jokes-jokes receh namun relate ala Surya-Molan. Nah, karena sekarang radio lebih banyak lagu dan iklannya, maka saya beralih dengerin podcast.




Saya ada beberapa siniar langganan yang kerap menjadi teman perjalanan saya dari rumah ke kantor. Kebanyakan kreator siniar tersebut diisi oleh publik figur dan stand up komedian. Harus diakui, kemampuan stand up komedian dalam public speaking dan mengolahnya jadi humor menjadi daya tarik tersendiri untuk saya. Berikut podcast langganan saya:

1. Podcast Senggol Bacot

Konten ini saya dengerin di platform Spotify. Siniar ini berisi 4 komika Betawi yaitu David Nurbiyanto, Afif Xavi, Dicky Diffie, dan Yudha Brajamusti. Karena dibesut oleh 4 seniman Betawi, premisnya tentu saja soal keresahan sebagai suku Betawi. Atribut Betawi ini yang membuat saya tertarik sejak pertama dengerin. Karena saya juga Betawi asli. Soal tanah warisan, keluarga Betawi, politik, hingga rumah tangga sebagai orang Betawi dibahas dengan format obrolan lepas ceplas-ceplos khas Betawi. Saking dekatnya topik obrolannya dengan kehidupan saya, enggak jarang tanpa sadar saya tertawa ngakak atau mata berkaca-kaca karena terharu.


2. Podcast Berbeda Tapi Bersama

Mungkin ini siniar paling berisi daging yang saya dengerin. Pengisinya adalah Habib Husein Ja’far Al Hadar. Temanya adalah mengangkat segala sesuatu yang kalau dilihat sekilas adalah kelompok minoritas namun ada di tengah-tengah kehidupan sehari-hari kita. Misalnya pembaca kartu tarot, agama Sikh, suku-suku di Indonesia. Walaupun begitu, sentuhan dan pandangan dari balik kacamata agama dalam memandang itu semua tetap menjadi tambahan wawasan tanpa membuat kita merasa diceramahi. Secara implisit podcast ini ingin bilang kita enggak pernah sendirian di dunia ini. Siniar ini bis akita dengarkan di Noice.


3. Podcast Boba

Boba adalah akronim dari Bola Banget. Sebagai anak bola, rasanya ini podcast yang paling enak didenger. Kualitas Jerry Arvino sebagai sportcaster dan Afif Xavi sebagai komedian betul-betul perpaduan apik antara trivia-trivia dunia sepak bola dan humor satir di dalamnya. Kadang ada juga bintang tamu yang ngefasn dengan klub tertentu, mulai dari komedian hingga politikus. Episode favorit saya ketika mereka kedatangan Tsamara Amany, wonder kid dunia politik eks kader PSI. Pengetahuannya soal sepak bola bikin minder coy! Cus, ketik saja Boba di kolom pencarian Noice.


4. Podcast Hiduplah Indonesia Maya

Netizen mestinya suka dengan podcast yang satu ini. Dibawakan oleh Pandji Pragiwaksono di Noice. Sebelum review isinya, saya ingin mengutarakan kekaguman saya terhadap Pandji. Ini satu-satunya podcast yang pembicaranya sendirian dan saya suka. Kapasitas Pandji Pragiwaksono sebagai salah satu public speaker terbaik di dunia hiburan tanah air sangat terlihat dari cara dia menghandle siniarnya ini. Enggak heran dia pernah didapuk jadi juru bicara salah satu calon gubernur. Di podcast-nya ini, Pandji ngomongin apa-apa yang lagi rame dan viral di dunia maya. Mulai dari review film, statement viral di medsos, dan tentu saja politik. Pandji bisa mengulik perbincangan yang sedang hits dari sudut pandang berbeda dari arus utama. Untuk yang enggak mau ketinggalan topik-topik hangat dunia maya dan keributan netizen dengan opini yang insightful, podcast ini layak masuk daftar subscribe.


5. Podcast Beban Istri

Sumpah ini podcast di Spotify kocak banget, sih. Obrolan selebtwit Renne Nesa (makmummasjid) dan komika Heri Horeh istri-istrinya bekerja sementara mereka pengangguran. Yang bikin podcast ini ‘ngena’ bukan karena relatable-nya dengan saya, tetapi karena mereka membawakannya karena sudah berdamai dengan keadaan bahwa penghasilan istri mereka lebih besar dan teratur. Jadinya ya lucu banget. Kadang ada bintang tamu juga dari kalangan selebtwit atau konten kreator lain yang jadi ‘beban istri’.


Masih ada beberapa sih podcast yang suka saya dengerin untuk menemani rute rumah-kantor. Tetapi podcast di atas yang paling sering. Kalau di akhir tahun yang lain rekap Spotify-nya lagu-lagu, kalau saya ya podcast. 

Gimana, ada podcast rekomendasi lain kah? Skuy ramein, kalo rame lanjut ke Pak RT…

Share:

Monday, 13 June 2022

Inkonsistensi Yang Membuat Indonesia Susah Maju Dilihat dari Sudut Pandang Bapak-bapak Komplek Sebelah


Salah satu kunci sukses yang paling mendasar menurut saya adalah konsistensi. Bahkan, konsisten gagal adalah jalan menuju sukses. Kalau kata Pak Bob Sadino, “habiskan jatah gagalmu sampai sukses”. Kalimat itu menyiratkan bahwa gagal dengan intensitas stabil bisa membawa kita ke pintu keberhasilan.

Masalah kenapa negara kita susah maju, kenapa enggak pernah masuk Piala Dunia, kenapa gini-gini aja, salah satunya ya karena kita kebiasaan dengan ikonsistensi. Malah diperparah dengan kurang spesifiknya informasi ketika berkomunikasi Contohnya nih,

1. Habis [insert waktu sholat]

Ini biasanya untuk merujuk waktu ketika janjian atau prediksi kapan suatu peristiwa akan terjadi. Yang jarang sholat saja kalau janjian sering menyebut “habis maghrib lah gue jalan”. Saya pernah janjian sama teman di hari minggu, dia jawab, “tunggu gua balik gereja, ya. Abis zuhur, lah.” LAH.

Yang jadi masalah untuk penunjuk waktu sehabis sholat ini adalah tentu saja ketidakkonsistenan karena setiap orang pasti punya standarnya sendiri. Misalnya habis ashar, kapan itu persisnya? Apakah ketika tepat muadzin selesai adzan? Adzan di masjid yang mana? Apakah ketika balita-balita habis mandi dengan muka penuh bedak mulai keluar main sama mbak-mbaknya? Ataukah menjelang maghrib? Bukankah waktu isyapun masuk habis ashar?

Coba bayangkan kalau lembaga intelejen suatu negara mendapat informasi kurang valid karena kebiasaan pakai penunjuk waktu ini,
"Target terlihat sedang bergerak, Pak! Ganti kijang satu."
"Kijang dua terima. Bergerak ke arah mana? Ganti."
"Utara. Ganti."
"Kapan kira-kira sampai lokasi? Ganti."
"Ummm...habis lohor, lah."
Singkat cerita kijang satu abis dikeroyok musuh karena kijang dua baru datang jam tiga kurang.


2. Habis Gajian

Sobat UMR pasti paham, nih. Untuk yang pengangguran bisa skip poin ini. Untuk yang punya cicilan mestinya sangat akrab dengan penunjuk waktu ini karena di sinilah hari di mana saldo rekening menggelembung dan menyusut di hari yang sama. Penunjuk waktu karet ini juga sering dimanfaatkan mereka yang pinjam uang ke teman, “gue ganti abis gajian”, begitu janjinya.

Dan lagi, habis gajian ini sangat tidak konsisten. Gajian setiap orang tidak sama. Yang PNS, yang pegawai swasta, yang gaji istrinya lebih gede, yang UMR Yogya gaya CEO startup, yang gajiannya di bank yang ATM-nya jarang, yang kerja di SCBD gaji capede, gajiannya pasti berbeda. Ada yang akhir bulan, ada yang awal bulan. Belum lagi kalau ditelaah lebih detail, habis gajian ini kapan persisnya. Setelah gaji habis? Atau sesaat setelah gaji masuk rekening? Enggak konsisten, kan? Makanya jangan heran banyak yang bikin thread di sosmed ngamuk-ngamuk piutangnya enggak terbayar karena yang berutang seperti aktivis negara Togo jaman dulu yang suka kritik pemerintah, alias hilang.


3. Segede Gaban

Pernah baca kalau istilah ini ada karena dahulu pernah ada patung Gaban di Dufan dengan ukuran raksasa di salah satu wahananya. Untuk yang belum tahu, sekadar informasi bahwa Gaban adalah salah satu superhero metal buatan Jepang tahun 80-an. Nah, mungkin waktu itu masih relate dengan istilah segede Gaban, tetapi untuk milenial akhir dan gen Z, kemungkinan besar hanya ikut-ikutan saja ketika menggambarkan sesuatu yang besar dengan satuan ukur ‘segede Gaban’. Ini enggak konsisten, karena preferensi orang tentang Gaban ini pasti berbeda. Ada yang membayangkan Gaban asli, ada juga Gaban versi Dono di film Warkop, ada juga Gaban yang jadi lagu anak ‘Gaban-gaban Kita Berjumpa Lagi’.

Ini Gaban ori versi Jepang. Gambar ini saya design sendiri. Yang mau saya bikinin design buat cover blogpostnya, boleh banget, harga nego.


Menurut saya, sih, karena istilah Gaban ini sudah umum, lebih baik dijadikan standar baku saja di Indonesia. Para ilmuwan, insinyur, ahli bahasa, dan Pak Luhut mesti duduk bersama untuk menentukan segede gaban ini ukuran tinggi, panjang, lebar, dan dimensi lainnya seberapa besar. Supaya kalau ada orang yang jual barang lumayan besar di Shopee enggak perlu repot menjelaskan ukuran dimensinya. Tinggal tulis saja, ‘segede Gaban’. Atau bakukan juga di KBBI biar ada kosakata baru dalam berperibahasa, “Semut di seberang lautan kelihatan, gajah segede Gaban di pelupuk mata tidak kelihatan”.

Itu contoh inkonsistensi yang menurut saya ikut berkontribusi kenapa masih banyak warga Indonesia yang hobi nontonin orang live TikTok mandi lumpur sementara negara lain sudah familiar dengan teknologi WC duduk yang air buat ceboknya terdiri dari berbagai varian rasa dan suhu.

Saya masih punya beberapa cerita menarik lagi soan ketidakkonsistenan ini. Gimana, mau lanjut gak? Lihat hasil postingan ini dulu, deh. Kalau rame lanjut part 2…



Share:

Monday, 23 May 2022

Paolo Maldini, Menembus Batas Dalam Keterbatasan

 23 Mei 2022, Senin pagi yang berbeda saya rasakan dari biasanya. Untuk para fans sepak bola Eropa, biasanya mood di hari awal pekan ini ditentukan oleh hasil hingar bingar pertarungan tim kesayangan di hari Minggu. Jika menang, maka sepanjang Senin hari terasa begitu cepat, hati lapang, dan langkah begitu ringan. Sebaliknya kalau kalah, bisa dipastikan Senin akan terasa seperti neraka kecil.


Senin pagi ini sedikit berbeda dari biasanya. Setelah sebelas tahun penantian merasakan kering kerontang prestasi, akhirnya AC Milan, klub favorit saya juara. Berangkat ke kantor rasanya plong, untuk pertama kalinya kejam kemacetan ibukota Senin pagi tidak mengusik sama sekali.

Menjadi tifosi AC Milan adalah sebuah perjalanan panjang. Kejayaan, keterpurukan, kalah, menang, tragedi Istanbul, tergocek transfer Biabiany, melihat Essien jadi kapten, flank kiri diisi Kevin Constant, Mr. Bee, Barbara Berlusconi, Yonghong Li, jual bus tim, pemain bintang berkode Mr. X yang dijanjikan akan direkrut ternyata Antonio Nocerino, hampir dinyatakan bangkrut, 0-5 lawan Atalanta, hingga kini dapat Scudetto ke-19 telah saya lewati.

Dalam perjalanan itu, ada satu nama yang pasti selalu hadir. Paolo Maldini. Sang legenda hidup, Optimus Prime, one man one club, seorang utusan dalam kitab suci AC Milan. Scudetto ke-19 yang baru diraih Milan malam tadi mustahil terjadi jika Paolo Maldini memutuskan untuk menolak ajakan Elliot Funds untuk ‘beresin’ Milan yang selama 7-8 tahun berada di fase kelam.

“Mereka menghancurkan Milanku!” Ujarnya di tahun 2014, ketika klub kehilangan arah dengan menginvestasikan uang pada pemain-pemain yang kurang tepat. Berani menyatakan pendapat, berani bersebrangan bahkan dengan Milanisti.

Pemilik Tiongkok datang, ajakan bergabung ditolaknya padahal dijanjikan oleh gelontoran jutaan Euro. Media dan fans menuduhnya tidak lagi cinta Milan. Namun, belakangan semua sadar, itu semua karena Maldini enggan masuk ke sistem tanpa perhitungan yang bisa menjadikan Milan terperosok lebih dalam. Jiwanya yang dialiri darah merah hitam tidak sampai hati. Intuisi yang dibarengi oleh cinta memang tidak pernah salah.

Ketika Elliot datang meminangnya untuk jadi direktur teknik, Maldini menerimanya. Padahal manajemen sudah mewanti-wantinya dengan sumber yang terbatas. Namun, intuisi dan hasrat sang legenda untuk mengembalikan jiwa Milan begitu kuat, ia yakin bahwa yang mampu mengangkat Milan kembali ke tempat tertinggi hanyalah proyek yang berkelanjutan di mana prestasi dan finansial berjalan seiya sekata. Di saat klub rival mendatangkan pemain ‘jadi’ dengan harga mahal, Maldini hanya punya kurang dari 30 juta euro untuk membentuk Milan.

Maldini perlahan membawa Milanisti kembali ke masa kini dan tidak larut dalam utopia sebagai penguasa Eropa di masa silam. Ia seperti tahu, kapan waktunya klub kesayangannya bangkit. Ia terima segala keterbatasan. Ia abaikan ragu publik dalam diri Theo, Leao, Saelamaekers, Kalulu, yang pada awal kedatangannya membuat dahi mengernyit bertanya siapa mereka. Kepercayaannya kepada proses menyembuhkan AC Milan.



Dari keterbatasan itu lah ia bisa menembus batas. Juara dengan skuad murah namun efektif. Scudetto ke-19 ini awalanya seperti kemustahilan. Paolo Maldini membuat batas kemustahilan dan kenyataan menipis hingga musnah. Paolo Maldini. Penerus trah Maldini yang seluruh karirnya untuk AC Milan. Tidak ada yang lebih AC Milan daripada nama Paolo Maldini. Ia anak seorang pemain, dan pelatih AC Milan. Ia adalah simbol kejayaan AC Milan di masa lalu hingga masa kini. Ia adalah seorang ayah dari pemain AC Milan. Bahkan takdir enggan mengijinkan Paolo Maldini untuk angkat piala selain dengan seragam merah-hitam. Tidak untuk klub lain, bahkan ngeranya sendiri. Semua hanya di Milan, Milan, dan Milan.

Entah apakah pernah terbesit dalam benaknya nama klub lain selain AC Milan. Tetapi dua tahun belakangan semuanya tergambar jelas dari tribun penonton saat Paolo mendampingi AC Milan bertanding. Ketika melihatnya tersenyum penuh passion ketika Milan menang, atau muka masamnya yang seperti kena musibah besar ketika kalah, rasanya Milanisti tidak perlu lagi mempertanyakan apakah ada klub lain selain AC Milan di dalam hati seorang Paolo Maldini. Seseorang yang mempu menembus batas dalam keterbatasan.

Tanpa mengurangi hormat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam gelar ke-19 AC Milan, secara pribadi saya mengucapkan Grazie Paolo, untuk Senin yang indah ini!

 

 

Share:

Wednesday, 2 February 2022

Traveling ke Tagaytay, Wisata Kota Seputar Manila

Tulisan ini dibuat untuk melunasi utang saya kepada sebuah kota yang sebetulnya indah, namun keindahannya tidak muncul saat saya berkunjung ke sana. Tagaytay. Saya traveling ke Filipina sekitar awal tahun 2020, waktu itu kasus Covid-19 belum masuk ke Indonesia. Sebetulnya kota dataran tinggi ini tidak masuk list itenenary saya alias hanya plan B. Awalnya kepingin main di laut Palawan, tetapi karena kawan-kawan seperjalanan banyak yang undur diri dan biaya jadi membengkak, akhirnya saya dan beberapa teman tersisa memutuskan untuk eksplore Manila dan sekitarnya saja.

BACA JUGA: TRAVELING KE FILIPINA: 5 FAKTA TENTANG FILIPINA

Balik lagi soal traveling ke Tagaytay. Jadi apa yang bikin kota ini bisa masuk rencana saya untuk dikunjungi? Jujur, saya hanya bermodalkan Google. Saya punya waktu satu minggu untuk berplesir mengunjungi pulau-pulau tropis di Palawan. Namun, Palawan harus dicoret. Ke mana dong selain ke Palawan? Masak iya satu minggu Cuma ngider-ngider Manila yang katanya tidak jauh berbeda dengan Jakarta. Ketemulah dengan rekomendasi ke Tagaytay, sebuah kota berjarak kurang lebih 3 jam perjalanan dari Manila.

  • ·       Cara ke Tagaytay

Ke Tagaytay sangat mudah. Sama dengan perjalanan dari Kp. Rambutan ke Bandung. Dari Manila, saya memulai dari terminal bus Quezon. Terminal ini merupakan terminal utama di Manila dan sekitarnya. Jadi tidak perlu bingung, semua transportasi umum mulai dari MRT sampai Jeepney pasti punya rute yang melewati atau berakhir di terminal ini. Masuk agak ke dalam terminal, banyak PO bus yang menjual tiket ke berbagai kota termasuk Tagaytay. Tiket dijual on the spot tanpa melalui booking atau online. Harganya berkisar Sembilan puluh ribuan rupiah (Kurs 1 Peso= 280 Rupiah) untuk satu orang.

  • ·      Tempat Wisata di Tagaytay

Perjalanan dari Manila ke Tagaytay melalui jalan yang menanjak dengan konsisten. Semakin lama udara pun makin sejuk, bahkan kadang kabut tipis turun. Ya udara dan ambience-nya mirip-mirip Lembang lah, walau tidak sehijau Lembang. Ketibaan saya disambut oleh sebuah landmark bertuliskan ‘TAGAYTAY’ segede bacot netizen.

Lalu apa yang bis akita kulik jika traveling ke Tagaytay? Ini yang saya sayangkan. Saya jadi tidak bisa menikmati Tagaytay secara menyeluruh karena dua hal. Pertama karena waktu itu gelombang Covid-19 sudah masuk Filipina, dan negara yang punya kaitan sejarah erat dengan Spanyol ini sudah menutup perbatasan dari kunjungan negara-negara tertentu seperti negara Asia Timur, Amerika, dan Eropa. Kedua, karena atraksi utama Tagaytay, yaitu Gunung Taal sedang mengalami erupsi. Jadi sangat wajar jika saat itu kota ini sudah seperti kota mati. Pandemi dan bencana alam, sebuah paket kombo komplit buat bikin orang berpikir sejuta kali untuk traveling ke Tagaytay.

Namun, setidaknya masih ada tempat wisata yang buka. Saya hanya mengunjungi dua tempat. Yang pertama adalah Tagaytay Sky Ranch. Sesuai namanya, tempat ini mengusung konsep sebuah theme park di dataran tinggi dengan pemandangan langsung ke arah Danau Taal dan perkotaan di pinggirannya. Pagi itu saya dan dua teman jadi yang pertama masuk, kami datang kepagian karena taman ini dibuka mulai pukul 09.00 waktu setempat. Wahana di Sky Ranch ini ya standar theme park pada umumnya, sih. Ada kincir, semacam kora-kora, hingga komidi dan gerai merchandise. Hingga siang tempat ini tetap sepi dan banyak wahana yang tidak beroperasi.

Gunung Taal di lihat dari Sky Ranch


Yang kedua, dan seharusnya jadi tujuan utama di Tagaytay, adalah Gunung Taal yang berada di tengah Danau Taal. Untuk menuju ke sana kami harus naik semacam ojek dengan tempat duduk tambahan, sebuah kompartemen yang dirakit sedemikian rupa di samping sepeda motor untuk menuruni bukit. Transportasi semacam ini lumrah di Filipina selain Jeepney. Saya agak lupa berapa ongkosnya, kalau tidak salah untuk bertiga sekitar 150 ribuan rupiah bolak balik. Perjalanan menuruni bukit dengan trek yang lumayan bikin adrenalin naik. Jalan aspal berkelok dengan jurang di tiap ujungnya, hutan-hutan yang cukup rapat, dan laju motor yang kami tumpangi seperti tidak ada niat untuk menurunkan kecepatan sama sekali. Perjalanan turun memerlukan waktu kurang lebih setengah jam, lumayan jauh juga ternyata. Padahal dari atas sana tujuan kami sudah kelihatan. 

Tepi Danau Taal yang sepi


Kami tiba di perkampungan di tepi Danau Taal. Mirip perkampungan di pesisir pantai dengan pasir putih dan perahu tertambat di belakang rumah. Keadaannya tidak jauh berbeda dengan di atas. Sepi. Beberapa warung buka terlihat antusias dengan kedatangan kami, mengira kami ini turis. Dan tidak lama semangat mereka kuncup lagi karena kami Cuma bertiga. Dari sekian banyak perahu yang berlabuh, tidak satu pun terlihat yang berlayar. Ternyata sejak Gunung Taal Erupsi, memang tidak ada yang boleh mendekat ke sana. Kalau dalam keadaan normal, tempat ini ramai turis mancanegara yang berebut ingin hiking di Gunung Taal. Hasilnya, kami cuma jalan menyusuri desa pesisir itu. Di satu titik, Sky Ranch yang saya kunjungi pagi tadi terlihat di atas sana, di balik kabut tipis.

Sisa waktu traveling ke Tagaytay kami habiskan untuk sekadar ngopi-ngopi di kafe yang banyak tersebar di Tagaytay. Udara sejuk dan pemandangan sky view menjadi jualan utama pebisnis kafe di Tagaytay. Untuk makanan, kami sempat mencoba sarapan dengan jajanan lokal. Yaitu telur rebus yang dicelupin ke adonan terigu berwarna merah, lalu digoreng dan diberi saus. Bukan, Bukan balut yang terkenal itu. Ini telurnya full matang, kok. Untuk waktu makan yang lain, kami cari aman dengan makan di fast food lokal Mang Inasal (Ini asli Filipina, bukan punya warga Leuwi Liang yang bermigrasi ke sana). Sesekali ke McD dan KFC.

Well. Apakah suatu hari saya akan mengunjungi Tagaytay lagi? Entah lah. Karena rasanya Tagaytay belum bisa menawarkan sesuatu yang di Indonesia tidak ada. Jadi, yah, so so lah kesan saya terhadap kota ini untuk sementara. Ada yang mau bayarin? Nah, kalau begini skemanya, sih, ayok!

 

Share: